Berdagang Bukan Hanya Soal Cuan, Tapi Memanusiakan Pelanggan

Gojek mengajak ekosistemnya beri manfaat jangka panjang

"Kalau ada yang bilang Lontong saya paling enak, itu fitnah. Masih banyak lontong lain yang mungkin lebih enak dari sini dan lebih murah. Tapi saya pastikan makanan di sini layak dimakan."

Ucapan tegas itu keluar dari mulut Muhammad Taufik Ginting. Pria 36 tahun itu adalah pemilik dari sebuah warung lontong di kawasan Jalan Abadi Medan.

Malam itu warung lontong yang juga menjual berbagai ragam menu kuliner itu sangat ramai. Meja-meja yang tersedia nyaris penuh. Sementara di kasir tampak beberapa driver online berjaket Gojek sedang mengantre.

Ramainya warung bernama Lontong Malam Insomnia itu tentunya ada sebabnya. Biasanya sebuah tempat makan diminati karena cita rasa makanannya enak. Tapi kenapa Taufik lebih memilih kata "layak" dibanding "enak" untuk dagangan yang dijualnya sejak 2018 itu?

Kisah dimulai saat Taufik membuka dagangannya itu sejak 2018 di sebuah kafe di simpang Jalan Dr Mansyur bernama Insomnia. Perlahan kuliner dagangan Taufik mulai dikenal dan diminati. Sampai akhirnya Lontong Malam Insomnia memisahkan diri dari kafe tersebut dan pindah ke Jalan Abadi. Namun nama Insomnia tetap dibawa karena memang sudah kadung dikenal orang.

Taufik mengakui awalnya jualannya belum sebaik sekarang. Bukan soal profit, tapi bagaimana dirinya sebagai pedagang coba memerhatikan kesehatan para pelanggan. Mulai dari kebersihan bahan-bahan hingga penyajian. Pengalaman yang mengajarkan Taufik untuk lebih 'memanusiakan' pelanggannya.

"Banyak hal yang saya pelajari. Setelah berjalannya waktu. Banyak hal yang harus dilakukan para pedagang makanan tapi tidak. Makanan ini masuk ke ranah kesehatan. Kalau bersih jadi sehat, kalau tidak jadi penyakit," kata Taufik kepada IDN Times saat ditemui 24 Oktober 2022 lalu.

Banyak pedagang yang luput memerhatikan higienisnya bahan hingga kemasan makanan

Berdagang Bukan Hanya Soal Cuan, Tapi Memanusiakan PelangganSajian di Lontong Malam Insomnia (IDN Times/Doni Hermawan)

Sebagai orang yang juga suka membeli dagangan lontong dulunya, Taufik kerap memerhatikan. Bagaimana penyajian dan kebersihan yang kerap luput dari perhatian pedagang.

"Saya mengemas diri. Banyak hal yang saya temukan seiring dengan perjalanan saya ini. Biasanya lontong dibungkus dengan kertas dan daun pisang. Apakah seluruh pedagang lontong menggunakan daun pisang dan lebih dulu mencucinya? Itu belinya di pajak-pajak, dibawa pulang naik motor lalu biasanya hanya dilap pakai kain basah. Ini makanan. Jika dianalogikan diri kita, kenapa harus mandi, tidak dilap saja pakai kain basah seperti daun pisang tadi. Kenapa pakai sabun?Artinya ada hal yang harus dipikirkan untuk perut tapi gak dipikirkan. Ada kuman di situ yang luput dari perhatian," kata Ayah satu anak ini.

Tak hanya soal daun pisang, tapi bagaimana pedagang menyajikan makanan. "Banyak etika untuk makanan yang tidak dilakukan dengan baik. Makan lontong, kerupuknya pakai tangan dihancurkan pakai tangan pedagangnya. Tanpa sarung tangan. Kadang ambil bakwan pakai tangan, dijepit dengan jari," bebernya.

Satu hal lagi yang paling fatal menurut Taufik adalah mengemas makanan dengan styrofoam yang sangat tidak ramah lingkungan. Tak sedikit pedagang yang melakukan itu. "Penggunaan styrofoam, sebuah bahan zat kimia yang biasanya dibuat untuk mengganjal barang elektronik, tapi bukan untuk makanan. Zat dalam styrofoam itu buruk saat makanan dikemas di dalamnya. Apalagi kalau itu makanan panas. Pasti zat itu masuk. Para pedagang tahu itu? maaf kalau aku boleh ngomong tahu. Tapi orientasi fokusnya hanya cuan. Padahal seandainya ranah itu dipikirkan dengan baik cuan itu akan datang dengan sendirinya sebagaimana kita memberikan makanan yang layak ke pembeli," beber alumni Universitas Sumatra Utara ini.

Belum lagi kebersihan bahan-bahan makanannya. Termasuk sayur yang harus dicuci dengan bersih.

"Apakah selama ini sayur selalu dicuci bersih? Setiap pertanian ada namanya hama, lalat buah. Pestisida dalam sayur itu tidak hilang disemprotkan ke sayur. Pestisida racun yang buat hama tidak masuk dalam sayur. bagaimana jika masuk ke badan manusia?
Saya pikir harus dicuci pakai sabun karena memang zat yang tidak disukai kuman. Tentu sabun yang aman untuk makanan seperti sayur dan buah," beber Taufik.

Komentar pelanggan online turut andil untuk memberi kesadaran

Berdagang Bukan Hanya Soal Cuan, Tapi Memanusiakan PelangganMuhammad Taufik, pemilik warung Lontong Malam Insomnia (IDN Times/Doni Hermawan)

Taufik tak memungkiri, satu hal yang membentuk dan menyadarkannya adalah komentar pelanggan. Memang itu jarang didapatkannya dari pembeli yang dine in alias makan di tempat. Sebagai warung yang mendaftarkan diri jadi merchant di GoFood sejak tiga tahun lalu, Taufik bisa mendapat banyak masukan dari pelanggan onlinenya. Ia mengakui kerap mendapat pesan. Baik maupun buruk dianggapnya bisa membuat dagangannya semakin baik.

"Awal masuk GoFood 2019 awal, saya gak berpikir mereka punya pasar. Tapi ternyata Waktu saya masukkan di sini kok orderannya baik. Setelah dipelajari banyak pola yang dilakukan menarik minat konsumen. Diskon, cashback. menampilkan makanan yang membuat semua konsumen tertarik. Dan yang terpenting GoFood mengajarkan banyak hal. Meskipun tak secara langsung. Tapi request-request dan komentar pelanggan di situ. Termasuk komplain," kata Taufik.

Jadi gak hanya berharap komentar positif atau rating bintang 5, tapi Taufik juga senang jika ada pelanggan yang menuliskan keluhannya. Dibanding langsung kabur dan tak memesan lagi dagangannya.

"Contohnya begini, dulu saya mengemas bakwan pakai plastik. Lalu ada yang komplain. Oh ternyata itu tidak baik. Kalau gak dikomplain mungkin sampai sekarang saya masih melakukan itu. Para pelanggan di GoFood adalah orang-orang yang menafkahi saya. Jadi saya tidak boleh berbuat hal yang buruk untuk mereka. Seperti halnya juga yang makan di sini. Jadi bagi saya komplain itu sangat berharga membuat kita bisa lebih baik. Kalau harus membayar untuk sebuah komplain, saya mau," bebernya.

Dari situ Taufik belajar membuat sajian dan kemasan yang baik untuk dagangannya. Dan pastinya lebih ramah lingkungan. Selain mencuci daun pisangnya, sayur dan bahan-bahan, dia juga menyiapkan kemasan kertas untuk gorengan yang dijualnya seperti bakwan dan risol. Dia juga mencetak kemasan dari karton untuk ragam kuliner jenis western atau chinese food. Sedangkan sendok dan tusuk gigi dibungkus rapi dalam sebuah plastik yang diletakkan di luar kemasan makanan.

"Lalu di setiap pesanan, saya selipkan kata-kata cinta kepada mereka. Ini sebagai ucapan terima kasih. Kalau ada makanan yang salah coba dikonfirmasi ke saya. Saya jamin makanan ini terjaga kebersihannya," ungkap Taufik.

Baca Juga: Gojek Jadi Andalan Terdepan Untuk Berikan Rasa Nyaman pada Lansia

Sebanyak 50-60 persen penjualan di GoFood

Berdagang Bukan Hanya Soal Cuan, Tapi Memanusiakan PelangganPesan untuk pelanggan dari Lontong Malam Insomnia (IDN Times/Doni Hermawan)

Diakui Taufik proses pembuatan masakan di warungnya banyak menghabiskan waktu di pencucian. "Beras saja harus dicuci 8 kali. Sampai airnya bening. Untuk minuman saya juga buat es batu sendiri dari air mineral yang higienis dibanding pesan es kristal yang belum terjamin. Gak apa-apa sedikit repot. Makanya kami jual persiapannya dari pagi masakannya baru bisa disajikan sore hari, karena proses lamanya itu di pencucian," tambahnya.

Pola-pola itu disebut Taufik secara gak langsung mendatangkan rezeki yang berlimpah dan berkah untuknya.

"Apakah itu penting? Bagi saya penting. Semua konsumen beli makanan pakai uang. Didapatkannya mungkin kerjanya nyawa taruhannya. Entah tadi pagi dimaki bosnya. Jadi ketika ada orang pesan dari GoFood makannya tadi dikemas pedagang dengan makanan yang tidak layak, saya merasa berdosa dan gak layak mendapat rezeki. Menurut saya jika kami masak gak enak mungkin gak berdosa, tapi jika kami memberi makanan yang tak layak, apakah adil jika kami mengharap hasil yang baik pula?," ucapnya.

Apa yang dilakukan Taufik membuat orderan Lontong Insomnia di GoFood juga semakin baik. Meski sempat dihantam pandemik, kini sudah normal kembali.

"Untuk penjualan makanan online bisa dibilang 50-60 persen penjualan. Setengah makan di tempat setengah lagi dari online," bebernya.

Per hari kini Taufik bisa mendapatkan 30-50 pesanan online dari GoFood. Terutama saat weekend dan hari-hari tertentu.

Taufik berharap apa yang dilakukannya juga dilakukan pedagang-pedagang juga merchant GoFood lainnya. Dia ingin semua pedagang memerhatikan kebersihan dan kesehatan dalam setiap sajian makanan.

"Kalau boleh berpesan ke GoFood banyak pedagang makanan yang perlu mendapat edukasi. Bagaimana soal pengemasan makanan. Hal itu membantu yang penjualannya stuck. Kalau baik penjualan kami juga sama-sama menguntungkan, karena kan mitra," pesan Taufik.

Gojek juga punya program sustainability dan turut bertanggung jawab dengan ekosistemnya

Berdagang Bukan Hanya Soal Cuan, Tapi Memanusiakan PelangganSuasana warung Lontong Malam Insomnia (IDN Times/Doni Hermawan)

Apa yang dilakukan Taufik sejalan dengan sustainability Gojek. Gojek ingin ekosistemnya berkembang dan memberi nilai jangka panjang. Sejak tiga tahun lalu, terutama sejak era pandemik GoFood sudah mengimbau merchant menjaga higienisnya makanan. Maka tak heran dalam fitur GoFood ada resto-resto yang dikelompokkan dalam Standar Higienis Terbaik.

Selain itu juga melakukan upaya mengurangi penggunaan plastik sekali pakai lewat program GoGreener. GoFood menyediakan pilihan untuk tak menyertakan alat makan sekali pakai untuk pemasangan makanan untuk mengurangi sampah makan plastik. GoFood juga mengedukasi mitra driver membawa reusable bags saat mengantarkan makanan dan minuman.

Dari data terbaru, Gojek sudah mengurangi pemakaian plastik hingga 11,3 ton sejak Oktober 2020. Tahun ini program GoGreener berlanjut dengan fitur pohon kolektif GoGreener sebelum pesan GoFood, GoRide hingga GoCar. Hanya dengan menyisihkan Rp1.000 dari pemesanan GoFood pelanggan sudah ikut menanam pohon kolektif.

Gojek saat ini mengampanyekan Gojek Sustainability Pledge 2030 yakni The Three Zeros. Yakni Zero Emissions, Zero Waste dan Zero Barriers. 

"Untuk Zero Waste, kami akan melakukan inventarisasi sampah dalam ekosistem kami setiap tahun. Untuk mengidentifikasi di mana dan bagaimana kami mencegah bertambahnya sampah serta mengolah sampah yang tidak bisa kami cegah agar tidak menjadi polusi untuk lingkungan. Kami juga akan memanfaatkan platform kami mengajak dan mendorong transisi yang sama bagi semua orang dalam ekosistem kami," ujar Tanah Sullivan selaku Head of Sustainability Grup GoTo.

“Gojek telah menjadi andalan bagi pelanggan untuk mendukung aktivitas sehari-hari dan kami juga ingin mengajak pelanggan untuk bersama-sama memberikan dampak positif bagi lingkungan dengan menerapkan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan," pungkas Tanah.

Baca Juga: Gojek Kuliahkan Puluhan Anak Mitra Driver Dari Masuk Hingga Lulus

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya