TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kekeluargaan, Resep Awet Uis Karya Bunda Bikin Usaha dengan Tetangga

Transparansi jadi kunci sukses

Uis Karya Bunda menjadi salah satu contoh UMKM yang digarap warga secara bersama. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Binjai, IDN Times – Menggarap bisnis dengan orang lain bukanlah hal yang gampang. Harus pandai-pandai melakukan manajemen. Karena setiap orang sudah pasti punya pemikiran yang berbeda.

Adalah Uis Karya Bunda. Kelompok penenun di Kecamatan Binjai Timur, Kota Binjai, yang sukses meraup cuan dari usahanya. Kelompok ini berisikan kaum ibu di kawasan Binjai Timur. Tidak ada ikatan keluarga. Hanya sebatas tetangga satu gang, namun mampu menggarap usaha berskala UMKM.

Bagaimana Uis Karya Bunda bisa menggarap usaha bersama, hingga bertahan sampai sekarang> Sebelum terbentuk menjadi satu kelompok, para penenun di sana bergerak sendiri-sendiri. Rata-rata usaha mereka adalah turunan dari orangtuanya.

Simak cerita lengkapnya menurut penuturan ketua Klaster Tenun Karya Bunda, Ade Fitri.

Baca Juga: Gotong Royong Pengrajin di Binjai untuk Maju dan Sejahtera 

1. Uis Karya Bunda pernah mati suri diterpa pandemik COVID-19

Ade Fitri, Ketua Klaster Tenun Karya Bunda, Binjai merapikan karya yang mereka produksi. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Uis Karya Bunda ternyata pernah mati suri diterpa badai pandemik COVID – 19. Saat itu produksi masing-masing penenun anjlok.

Lantas, Ade dan beberapa ibu-ibu lainnya, mencoba membangun satu kelompok. Karena mereka punya usaha yang sama. Mereka kemudian punya ide untuk mengembangkan produk turunan. Seperti baju, tas, tempat tisu dan lainnya.

Sebelumnya mereka hanya memproduksi kain tenun. Baik ulos (Batak Toba) dan uis (kain tenun khas Karo). Usaha ini membuahkan hasil, Uis Karya Bunda mulai menuai kesuksesan.

2. Punya semangat yang sama untuk bebas dari tengkulak

Ade Fitri, Ketua Klaster Tenun Karya Bunda, Binjai berpose di samping produk kelompoknya. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Kata Ade, kelompok juag punya semangat yang sama untuk bebas dari tengkulak. Dulunya, mereka menjual hasil tenunan kepada tengkulak. Keuntungannya hanya kecil.

Mereka kemudian meminjam pembiayaan dari BRI melalui mekanisme Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dari pendanaan itu, mereka membeli bahan baku produksi.

Kelompok yang dibuat kemudian membuat jaringan pasar sendiri. Baik melalui penjualan online atau pun gelaran produk di etalase mereka.

“Waktu masih dari rumah ke rumah, kami jual sama tengkulak. Cuma kita merasa, kok kerja capek, hasilnya gak seberapa,” ungkap Ade.

Selama ada kelompok, cuan dari hasil karya mereka mulai dirasakan. Kaum ibu bisa membantu perekonomian di rumah.

Omzet bulanan mereka bisa tembus sampai Rp60 juta per bulan. Mereka mampu memproduksi 30-40 produk turunan. Ditambah sekitar 200 lembar tenunan yang kini sudah dijual ke beberapa daerah.

“Kalau pesanan itu ada dari banyak daerah. Pernah sampai ke Batam, Jakarta, Kalimantan, dan lainnya,” ungkapnya.

Baca Juga: Uis Karya Bunda: Mati Suri Saat COVID-19, Kini Lebarkan Sayap

Berita Terkini Lainnya