TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jangan Bingung, Ini 8 Strategi Investasi di Awal Tahun 2023

Para investor bisa menyesuaikan tujuan investasi

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Medan, IDN Times - Bagi investor pemula yang baru mulai berinvestasi di tahun ini, awal tahun merupakan momen yang menantang karena seperti memasuki dunia yang baru, khususnya dalam hal pengelolaan aset melalui pasar modal.

Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia Sumatra Utara, Muhammad Pintor Nasution mengatakan secara umum strategi investasi dalam mengawali tahun yang baru bisa dilakukan oleh para investor dengan cara menyesuaikan tujuan investasi dan karakteristik masing-masing.

"Seiring berjalannya waktu, strategi investasi bisa saja berubah secara dinamis mengikuti situasi, baik kondisi pasar, sentimen atau persepsi para pelaku pasar," ujarnya, Minggu (22/1/2023).

1. Strategi investasi juga bisa bervariasi

Pexels.com/Rawpixel.com

Pintor mengatakan, strategi investasi juga bisa  bervariasi akibat faktor eksternal seperti situasi dan kondisi perekonomian di dalam negeri, regional, dan dunia. Acuan suku bunga internasional yang umumnya merujuk pada suku bunga yang ditetapkan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed (The Federal Reserve), ikut menjadi salah satu indikator penting bagi pasar global.

Selain itu, strategi investasi bisa merujuk pada faktor politik, stabilitas keuangan dan faktor lain, termasuk analisa atas sektor-sektor usaha serta iklim usaha. Oleh karena itu, berbagai variabelvariabel tersebut membuat para investor di pasar modal yang berinvestasi secara langsung perlu memiliki waktu untuk mengamati dan menganalisis situasi dan kondisi pasar.

2. Strategi membeli saham di pasar perdana dan menjual di pasar sekunder

(IDN Times/Arief Rahmat)

Pintor menyebutkan ada delapan strategi umum yang bisa dilakukan para investor. Pertama, strategi membeli saham di pasar perdana dan menjual di pasar sekunder. Strategi ini digunakan oleh para investor karena adanya keyakinan  bahwa harga suatu saham cenderung akan bergerak naik  setelah saham dicatatkan di bursa efek.

"Biasanya, ketika suatu saham ditawarkan kepada publik di pasar perdana, ada penjamin emisi efek (PEE) atau yang disebut underwriter, yang akan menjaga harga saham yang baru dicatat di pasar sekunder atau di Indonesia dicatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) supaya harganya tidak turun pada awal pencatatan," tuturnya. 

Lebih lanjut, kata Pintor, kondisi ini dimungkinkan karena underwriter umumnya mencadangkan dana untuk membeli saham emiten baru yang dijaminnya saat mulai dicatat di papan perdagangan BEI. Namun, jika investor memilih strategi ini, setiap individu harus tetap menganalisa harga perdana (harga saham saat ditawarkan di pasar perdana), dan kondisi pasar saat saham tersebut saat tercatat di pasar sekunder.

"Karena situasi ini hanya bisa berlaku pada waktu pasar sedang bullish (harga-harga saham di pasar sekunder sedang naik). Jika momen pencatatan saham perdana terjadi pada waktu pasar sedang turun (bearish), bisa saja dana yang disiapkan underwriter tidak bisa mem-back up pembelian saham tersebut agar harganya naik," jelasnya. 

3. Bisa juga dengan mencoba strategi buy and hold atau switching

ilustrasi analisa pergerakan harga saham (Unsplash.com/AustinDistel)

Pintor menambahkan, strategi kedua adalah beli dan simpan (buy and hold). Strategi ini digunakan oleh investor  yang berkeyakinan bahwa suatu perusahaan akan berkembang  dalam jangka panjang. Hal ini didukung oleh  perusahaan yang memiliki produk yang sangat strategis atau  konsisten mencatatkan kinerja perusahaan  yang positif dalam jangka panjang.

"Umumnya strategi ini dilakukan dengan cara membeli saham di pasar sekunder ketika harga saham  tergolong rendah atau ketika pasar sedang bearish atau harga-harga saham cenderung turun," ujarnya. Sehingga, ketika dalam jangka panjang kinerja perusahaan bertumbuh dan pasar bullish, investor bisa menjual saham ini dan mendapatkan capital gain.

Kemudian, strategi ketiga adalah berpindah atau switching. Strategi ini digunakan oleh investor yang aktif mengikuti perkembangan pasar. Tujuannya adalah memanfaatkan peluang kemungkinan naiknya harga saham lain dengan harapan pemodal tersebut memperoleh capital gain dalam waktu singkat.

"Dalam jangka panjang, strategi ini bertujuan mengubah jenis saham yang dimiliki, dengan harapan saham lain lebih prospektif. Strategi ini cocok digunakan pada saham-saham yang aktif diperdagangkan di bursa efek (likuid)," tuturnya.

4. Investor konservatif cocok membeli saham-saham tidur

Ilustrasi beberapa pergerakan harga saham (pexels.com/Lorenzo)

Selain itu, Pintor juga menyebutkan strategi keempat yakni strategi mengurangi kerugian (cut loss). Strategi ini dilakukan untuk meminimalisir kerugian atas pembelian saham, yaitu dengan cara menjual saham yang sebelumnya dimiliki di level tertentu, walaupun harga jual saham tersebut lebih rendah dibandingkan dengan harga saham pada waktu pembelian.

"Kemudian, hasil penjualan saham tersebut  dialokasikan dengan pembelian saham lain (berpindah ke saham lain). Sehingga, potensi keuntungannya akan diperoleh dari kenaikan saham yang dibeli dengan uang hasil penjualan secara cut loss atau jual rugi," ungkapnya.

Atau dengan cara lainnya, yaitu dengan membeli saham yang sama seperti yang dimiliki sebelumnya pada harga yang lebih rendah dan menjualnya kembali pada  saat harganya naik. Dengan begitu,  kerugian pada saat membeli diwaktu harga tinggi dapat dikurangi (cut loss).

Kelima, membeli saham-saham tidur. Strategi yang dimaksud adalah membeli saham-saham yang tidak aktif, karena biasanya saham-saham yang tidak aktif sering tidak diperhatikan para investor. Sehingga, secara umum, harga saham-saham tersebut cenderung tergolong murah.

"Investor yang berjenis konservatif dinilai cocok untuk membeli saham-saham yang tidak aktif tersebut. Hal ini karena potensi keuntungan pada saham yang demikian ini baru terjadi pada jangka waku yang lama," jelasnya.

Baca Juga: Festival Jamuvolusi Ajak Millennial Melestarikan Jamu

Berita Terkini Lainnya