Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Medan, IDN Times- Pasar modal Indonesia telah mengembangkan produk-produk syariah sejak lama. Produk investasi berdasarkan prinsip ekonomi Islam ini dikembangkan karena potensi investor muslim Indonesia yang sangat besar.
Kepala Kantor Bursa Efek Indonesia (BEI) Perwakilan Sumatra Utara, Pintor Nasution mengatakan ada beragam produk pasar modal syariah seperti saham syariah, sukuk, reksadana syariah, ETF syariah, serta produk investasi syariah lainnya yang terus dikembangkan. Dalam hal ini, ia membahas saham syariah dan indeks seham syariah.
"Dari semua saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebanyak 858 saham per 13 April 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan sebanyak 558 saham yang memenuhi kriteria saham syariah," ujarnya, Sabtu (15/4/2023).
1. Saham syariah memiliki indeks tersendiri yang dinamakan Indeks Saham Syariah Indonesia
Investor memantau perdagangan saham melalui gawainya di Jakarta, Jumat (13/11/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay Pintor menyampaikan, jika seluruh saham yang tercatat di BEI masuk ke dalam konstituen perhitungan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), maka saham syariah memiliki indeks tersendiri yang dinamakan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), yaitu indeks saham yang berisi seluruh saham syariah yang tercatat di papan utama dan papan pengembangan BEI.
"Saham yang masuk perhitungan ISSI ini adalah saham yang masuk ke dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan oleh OJK. Setiap enam bulan sekali saham-saham yang masuk DES akan dievaluasi oleh OJK bersama dengan DSN-MUI, apakah masih memenuhi kriteria saham syariah yang ditentukan," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa jika tidak memenuhi ktriteria, maka saham tersebut juga akan dikeluarkan dari konstituen ISSI, atau bisa saja saham syariah bertambah jika ada saham yang sebelumnya tidak memenuhi syarat syariah menjadi memenuhi syarat dan jika terdapat saham baru tercatat yang termasuk sebagai saham syariah.
Baca Juga: Mengenal Indeks Saham, Ini Pengertian dan Manfaatnya
2. Ini beberapa syarat agar dapat tercatat sebagai saham syariah
unsplash.com/Stephen Dawson Ia menjelaskan, beberapa syarat agar dapat tercatat sebagai saham syariah, yaitu emiten atau perusahaan publik yang menyatakan dirinya sebagai perusahaan syariah, seperti bank syariah, asuransi syariah, hotel syariah dan sebagainya.
Untuk kriteria ini, penerbitan saham oleh emiten atau perusahaan publik tersebut harus memenuhi peraturan OJK No. 17/POJK/04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Syariah berupa Saham oleh Emiten Syariah atau Perusahaan Publik Syariah.
Katanya, yang kedua, saham yang dinyatakan memenuhi kriteria seleksi saham syariah berdasarkan peraturan OJK No. 35/POJK.04/2017 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. Seleksi saham syariah dilakukan oleh OJK dan seleksi ini berlaku bagi emiten atau perusahaan publik yang tidak menyatakan dirinya sebagai perusahaan syariah.
"Jika suatu saham masuk ke dalam syarat yang kedua, maka akan ada seleksi business screening. Proses ini meyeleksi perusahaan berdasarkan kegiatan usaha utamanya," ucapnya.
3. Perusahaan harus memenuhi kriteria prinsip syariah
unsplash.com/Yiorgos Ntrahas Pintor menyebutkan, perusahaan yang memenuhi prinsip syariah ialah perusahaan yang tidak melakukan kegiatan usaha utama yang bertentangan dengan prinsip syariah seperti perjudian dan sejenisnya.
Kemudian, jasa keuangan ribawi, jual beli risiko yang mengandung ketidakpastian dan atau judi, memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan atau menyediakan barang haram dan kegiatan lain yang bertentangan dengan prinsip syariah.
Kriteria selanjutnya adalah perusahaan tidak melakukan transaksi yang bertentangan dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal.
4. Ada proses menyeleksi perusahaan berdasarkan kriteria finansial
unsplash.com/William Iven Pintor menambahkan, ada pula financial screening, yaitu proses menyeleksi perusahaan berdasarkan kriteria finansial. Pertama, utang berbasis bunga tidak boleh melebihi dari ketentuan yang ditetapkan. Perusahaan diwajibkan untuk memiliki total utang berbasis bunga sebesar tidak lebih dari 45 persen dari total aset perusahaan.
Contoh utang berbasis bunga yaitu utang obligasi, utang leasing, utang bank konvensional, wesel bayar, dan utang Medium Term Notes (MTN) konvensional. Kedua, total pendapatan bunga non-halal tidak boleh terlalu besar.
"Berdasarkan Fatwa DSN_MUI, saham dapat dikategorikan syariah apabila total pendapatan bunga dan pendapatan non-halal dibandingkan dengan total pendapatan usaha, dan lain-lain tidak lebih dari 10 persen," ucapnya.
Baca Juga: Saham-Saham yang Paling Diincar Investor Sepekan Terakhir: GOTO-BBRI