TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tarif Naik, Permintaan Konsumen Ojek Online Bisa Berkurang 75 Persen

Pendapatan pengemudi dikhawatirkan berkurang

Unsplash.com/@fikrirasyid

Medan, IDN Times - Di mulai dari 1 Mei 2019 lalu, tarif Ojek Online (Ojol) mengalami kenaikan dari Rp2.200 perkilometer kini menjadi Rp3.100 perkilometer, kenaikan sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 348 Tahun 2019. Keputusan tersebut dinilai banyak pihak akan menurunkan penghasilan pengemudi, karena permintaan konsumen juga diprediksi drastis turun. Kesejahteraan para pengemudi berada di ujung tanduk.

"Kenaikan tarif bisa menggerus permintaan ojol sampai 75 persen, ini akan berdampak negatif pada pendapatan pengemudi," kata Ketua tim survei Research Institute Of Socio-Economic Development (RISED) Rumayya Batubara dalam keterangan resminya, Selasa (7/5).

Baca Juga: Resmi Hadir di Balige, Gojek Dukung UMKM dan Pariwisata

1. Survei dilakukan pada 29 April hingga 3 Mei 2019 kepada tiga ribu konsumen pengguna ojol

islamicbusinessandfinance.net

Rumayya mengungkapkan dampak tarif baru ojol itu saat peluncuran hasil survei Persepsi Konsumen terhadap Kenaikan Tarif Ojek Online di Indonesia yang dilakukan Research Institute of Socio-Economic Development (RISED). Penelitian dilakukan untuk menjawab pertanyaan publik tentang respon konsumen terhadap kebijakan kenaikan tarif yang berpedoman pada Kepmenhub Nomor 348 Tahun 2019, sekaligus memberikan gambaran terkait willingness to pay (kesediaan membayar) konsumen terhadap layanan ojek online (Ojol).

Survei dilaksanakan pada 29 April hingga 3 Mei 2019 kepada tiga ribu konsumen pengguna ojol di sembilan wilayah di Indonesia yang mewakili tiga zona yang diatur dalam Kepmenhub 348 yakni Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Medan, Semarang, Palembang, Makassar, dan Malang. Nilai margin of error survei berada di kisaran 1,83 persen.

2. Zona I, rata-rata konsumen menggunakan layanan ojol delapan sampai 11 kilometer per hari

IDN Times/Abdurrahman

Untuk Zona I (Jawa non-Jabodetabek, Bali, dan Sumatera), rata-rata konsumen menggunakan layanan Ojol sepanjang delapan sampai 11 kilometer per hari. Dengan jarak tempuh itu berarti pengeluaran konsumen akan bertambah Rp4 ribu sampai Rp11 ribu per hari. Menurut Rumayya, pertambahan pengeluaran tersebut sudah memperhitungkan kenaikan tarif minimum untuk jarak tempuh empat kilometer ke bawah.

Tarif minimum juga mengalami peningkatan, misalnya di Jabodetabek dari sebelumnya Rp8 ribu menjadi Rp10.000-12.500. Rumayya mengatakan, bertambahnya pengeluaran sebesar itu akan ditolak oleh 47,6 persen kelompok konsumen yang hanya mau mengalokasikan pengeluaran tambahan untuk Ojol maksimal Rp4 ribu- Rp5 ribu per hari.

"Bahkan ada 27,4 persen kelompok konsumen yang tidak mau menambah pengeluaran sama sekali. Total persentase kedua kelompok tersebut mencapai 75 persen secara nasional. Jika diklasifikasikan berdasarkan zona maka besarannya adalah 67 persen di Zona I," ucapnya.

3. Pemerintah harusnya membuat kebijakan berdasarkan kondisi objektif di masyarakat

https://www.instagram.com/dramaojol.id

Dijelaskannya, pemerintah perlu berhati-hati dalam pembagian tarif berdasarkan zona ini. Daya beli konsumen di wilayah non-Jabodetabek yang lebih rendah harus diperhitungkan. Terbatasnya kesediaan membayar konsumen didorong oleh 75,2 persen konsumen berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah.

Faktor tarif menjadi pertimbangan utama bagi keputusan konsumen menggunakan Ojol. Sebagai bukti, sebanyak 52,4 persen konsumen memilih faktor keterjangkauan tarif sebagai alasan utama. Jauh mengungguli alasan lain seperti fleksibilitas waktu dan metode pembayaran, layanan door-to-door, dan keamanan. Oleh karena itu, perubahan tarif bisa sangat sensitif terhadap keputusan konsumen, pemerintah hendaknya mengevaluasi regulasi tarif dalam bisnis ojol ini.

“Pemerintah harusnya membuat kebijakan berdasarkan kondisi objektif di masyarakat. Juga melakukan evaluasi berkala supaya bisa meninjau efektivitas kebijakannya,” kata Rumayya.

4. Pemberlakuan tarif baru dinilai mengancam keberlangsungan bisnis ojol

ANTARA FOTO/Didik Suhartono

Sementara Fithra Faisal, dia menyayangkan kenaikan tarif terjadi menjelang Ramadan. Seperti diketahui, inflasi cenderung meningkat saat Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri, menyusul tingginya permintaan masyarakat bagi sejumlah komoditas seperti makanan-minuman dan sandang. Apalagi berdasarkan hasil survei RISED, biaya pengeluaran transportasi sehari-hari berkontribusi sekitar 20 persen bagi pengeluaran konsumen perbulannya.

Pemberlakuan tarif baru Ojol sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor dinilai mengancam pendapatan para pengemudinya, dan mengancam keberlangsungan bisnis ini.
Pengamat ekonomi Gunawan Benyamin mengatakan, kenaikan tarif berdampak dengan menurunnya minat pengguna ojol.

"Selain konsumen yang dirugikan, juga signifikan berdampak kepada driver yang jumlahnya jutaan orang. Kondisi ini harus menjadi perhatian khusus karena langkah yang diambil pada akhirnya tidak menguntungkan semua pihak," kata Gunawan.

Baca Juga: Hore! Gojek Bakal Layani Wisatawan di Danau Toba Mulai 25 April 2019

Berita Terkini Lainnya