Mempersiapkan Hidrogen Hijau, Energi untuk Masa Depan Berkelanjutan
Melihat Green Hydrogen Plant di PLTU Pangkalan Susu
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times- Pemerintah saat ini terus mengampanyekan misi net zero emissions (NZE) atau bebas emisi karbon pada tahun 2060. Berbagai upaya transisi menuju energi bersih pun dikembangkan demi keberlanjutan lingkungan. Salah satunya adalah green hydrogen atau hidrogen hijau yang saat ini difokuskan untuk pengembangan energi baru terbarukan (EBT).
Transisi mewujudkan ekosistem hidrogen hijau sebagai bahan bakar masa depan sudah dilakukan sejak November lalu. Perusahaan Listik Negara (PLN) ditugasi memimpin transisi dengan mengembangkan Green Hydrogen Plant (GHP).
Program ini sudah diluncurkan sejak 20 November 2023 lalu untuk 21 pembangkit listrik yang ada di seluruh negeri. Hal ini membuat PLN menjadi pemilik GHP terbanyak di Asia Tenggara.
"21 GHP ini akan memproduksi 199 ton per tahun dari sebelumnya hanya 51 ton hidrogen per tahun," kata Dirut PLN Darmawan Prasodjo.
Jika 75 ton digunakan untuk operasional pembangkit , sisanya masih ada 124 ton untuk memenuhi kebutuhan lain.
"Kami melihat peluang memanfaatkan hidrogen ini. Selain untuk pendingin generator pembangkit, green hydrogen juga bisa untuk keperluan industri pupuk, kimia hingga kendaraan," kata Darmawan.
Untuk wilayah Sumatra, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pangkalan Susu di Provinsi Sumatra Utara yang berada di bawah naungan PLN Indonesia Power menjadi salah yang punya Green Hydrogent Plant.
IDN Times berkesempatan melihat langsung Green Hydrogen Plant di PLTU Pangkalan Susu yang berlokasi di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara pada, Jumat (29/12/2023) lalu.
Tiga buah tanki besar berwarna kuning terlihat berdiri sejajar dalam area H2 Plant PLTU Pangkalan Susu. Tanki itu bertuliskan "H2 Hydrogen 100% Green"
Al Fajriansyah Asisten Manajer Kimia Balance of Plant (BOP) menjelaskan proses produksi hidrogen hijau menggunakan peralatan bernama electrolyzer.
"Alat ini yang nantinya akan memisahkan Hidrogen (H2) dengan Oksigen (O2) dan prosesnya dinamakan elektrolisis dengan pakai tegangan searah. H2 ditampung di penampungan bernama H2 tank. Produknya sudah murni hidrogen hijau," kata Al Fajriansyah, Jumat (29/12/2023).
Proses elektrolisis pemindahan H2 dengan O2
Al Fajri menyebut ada 2 electrolyzer yang ada di ruang H2 plant. Kebutuhannya 28,88 kWh. "Awalnya dari air laut yang kemudian dimasukkan ke water treatment plant. Alat itu mengubah air laut menjadi air biasa. Produk airnya dinamakan air demin. Air ini yang nantinya dielektrolisis menjadi hidrogen," kata Al Fajri.
Nantinya petugas lebih dulu mengoperasikannya menghidupkan fungsi cooling atau air pendingin, sebelum start menghidupkan electrolizer yang ada di ruang H2 plant ini.
"Coolingnya start, kita lanjut menyamakan level separator. Kita kemudian start elektrolizer. Permitnya 80 milimeter. Kemudian dari ruangan H2 plant tempat peralatan selesai kita normalkan parameter, operasi kita lanjut ke ruang kontrol untuk mengaktifkan Distributed Control System (DCS). Setelah parameter tercapai produksinya kita masukkan ke tanki yang levelnya paling rendah sampai pressure mencapai 2,6 Megapascal (MPa) per tangki," ungkapnya.
Untuk per jamnya satu mesin bisa menghasilkan 5 ton H2. Artinya 10 ton per jam untuk 2 mesin yang dimiliki PLTU Pangkalan Susu. "Kalau produksi sehari kita tidak bisa sebutkan tonasenya. Dalam sehari tergantung kebutuhan. Kalau memang kebutuhan unit banyak, 4 hari sudah full tangki. Itu sudah cukup 6 bulan," tambahnya.
Selain di H2 tank yang besar, ada juga yang diisi dalam tangki-tangki kecil berwarna merah dengan berkapasitas 150 bar atau 0,15 MPa.
"Saat ini ada 6 unit H2 tank yang dimiliki PLTU Pangkalan Susu. Tapi sementara hidrogen hijau masih digunakan untuk mendinginkan generator," ungkap Eko Triswantoro dari divisi enginering PLTU Pangkalan Susu.
Namun karena sudah launching untuk GPH di 21 pembangkit listrik, menurutnya saat ini PLTU Pangkalan Susu siap mendukung rencana pemerintah dalam transisi energi hijau.
"Produksinya belum terus menerus, tergantung kebutuhan pendinginan itu. Kalau sudah untuk bahan bakar mungkin bisa tiap hari. Kalau keperluannya jualan bisa produksi terus untuk mendukung pemerintah memproduksi bahan bakar. Yang pasti saat ini kita sudah ready," bebernya.
Menurutnya proses menghasilkan green hydrogen juga dari proses yang green juga. Untuk itu mereka menggunakan Sollar Cell dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yang ada di kawasan PLTU Pangkalan Susu juga.
"Kenapa dinamai green hydrogen? karena selain output-nya green, input-nya juga harus green energy juga. Itulah kenapa kita pakai solar cell untuk menyokong proses produksi di H2 Plant. Karena di sini ada PLTS Atap dengan kapasitas 35,97 kWp. Itu yang digunakan sebagai sumber input memproduksi H2 green itu," bebernya.