TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Serunya Wisata Sejarah ke Museum Situs Lubang Tambang Batubara Soero

Ditetapkan sebagai situs budaya warisan dunia oleh UNESCO

Museum Situs Lubang Tambang Batubara Soero, Kota Sawahlunto (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Kota Sawahlunto adalah salah satu kota yang berada di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Terletak sekitar 95 km sebelah timur laut kota Padang, kota ini dikelilingi oleh tiga kabupaten di Sumatera Barat, yaitu kabupaten Tanah Datar, kabupaten Solok, dan kabupaten Sijunjung.

Kota Sawahlunto memiliki luas 273,45 km² yang terdiri dari empat kecamatan dengan jumlah penduduk lebih dari 66.962 jiwa (2021). Pada masa pemerintah Hindia Belanda, kota Sawalunto dikenal sebagai kota tambang batubara. Kota ini sempat mati, setelah penambangan batubara dihentikan.

Kini Kota Sawahlunto berkembang menjadi kota wisata tua yang multi etnik, sehingga menjadi salah satu kota tua terbaik di Indonesia. Di kota yang didirikan pada tahun 1888 ini, banyak berdiri bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda. Sebagian telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah setempat dalam rangka mendorong pariwisata dan mencanangkan Sawahlunto menjadi "Kota Wisata Tambang yang Berbudaya".

Salah satu destinasi wisata sejarah dan cagar budaya yang paling populer di Sawahlunto adalah Museum Situs Lubang Tambang Batubara Soero. Berikut beberapa faktanya:

1. Museum terdiri dari 2 bagian utama

Museum Situs Lubang Tambang Batubara Soero terletak di kawasan Tangsi Baru. Museum ini terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu Galeri Infobox dan lubang tambang itu sendiri.

Galeri Infobox dulunya adalah sebagai tempat stock field (penumpukan batubara) yang digali dari Lubang Tambang Batubara Mbah Soero.

Kini galeri Infobox berfungsi sebagai pusat informasi mengenai tambang batubara di Kota Sawahlunto. Loket pembelian tiket juga ada di gedung ini. Murah kok, tiket masuk hanya Rp15 ribu dan hasil penjualan tiket akan menjadi PAD Kota Sawahlunto. 

Di Infobox ini setiap pengunjung yang datang akan langsung disapa oleh guide atau pemandu wisata. Ramah  banget kan! Nah pada kunjungan ini, IDN Times didampingi Guide bernama Dio.

Pria ini menjelaskan detail barang-barang dalam galeri. Di antaranya terdapat koleksi berbagai peninggalan sejarah, termasuk salah satunya adalah rantai yang dulunya digunakan oleh para pekerja tambang di Lubang Tambang Mbah Soero. Rantai yang dipajang tersebut dulunya dipergunakan untuk mengikat kaki dan leher para pekerja tambang sebagai alat pengawasan.

Selain rantai, pengunjung juga dapat melihat palu yang dahulu digunakan oleh para pekerja tambang sebagai alat kerja.

"Kalau pekerja dari Sumatera Barat tidak dirantai, hanya diberi nomor saja. Hanya pekerja dari luar Sumatera Barat yang dirantai kakinya," jelas Dio.

Baca Juga: Uniknya Tradisi Manampuang di Jorong Sitingkai Agam

2. Tambang pertama kali dibuka pada 1891 oleh Willem Hendrik de Greve

Odi bercerita Lubang Tambang Mbah Soero dulunya dinamakan Lubang Soegar. Pertama kali dibuka pada 1891 oleh seorang ahli pertambangan Belanda, Willem Hendrik de Greve di daerah Sungai Durian yang menjadi awal mula penambangan batubara di Kota 'Mutiara Hitam' tersebut.

Awalnya ia meneliti dan menemukan cadangan batubara di sepanjang alur Sungai Ombilin pada 1867. Pada lubang ini terdapat kandungan batubara yang paling bagus (kalori 7000) dibandingkan dengan daerah-daerah lain, seperti Sungai Durian, Sigalut, Parambahan, dan Tanah Hitam. Hal ini disebabkan karena kawasan Soegar terletak di lapisan patahan paling bawah dari permukaan Bumi.

Dua puluh tahun kemudian, pemerintah kolonial Belanda mulai membangun infrastruktur guna menunjang kegiatan penambangan batubara. Infrastruktur yang dibangun yaitu: jalur kereta api ke Teluk Bayur, yang terletak di Padang, untuk mengangkut batubara tersebut ke luar negeri. Lalu eksploitasi besar-besaran dimulai sejak 1891 dengan memperkerjakan pribumi sebagai pekerja tambang hingga berakhirnya masa penjajahan Belanda.

Untuk membuka lubang ini Belanda mendatangkan buruh paksa dari berbagai penjara di Nusantara seperti Medan, Jawa, Sulawesi, dan Padang. Mereka dibawa dengan kapal melalui Emma Haven (Pelabuhan Teluk Bayur) dan selanjutnya menggunakan transportasi kereta api dari pelabuhan menuju Sawahlunto.

Sesampainya buruh ini di Sawahlunto, mereka dikirim ke penjara orang rantai yang khusus dibuat oleh Belanda untuk para buruh paksa (orang rantai). Mereka bekerja membuka lobang tambang Soegar dengan kaki yang dirantai, makanan seadanya, dan upah kecil. Namun tenaga mereka dikuras untuk menyelesaikan konstruksi lubang tambang.

Setelah lubang tambang selesai dibuka dengan 2 buah lubang angin (ventilasi udara) maka Belanda mulai melakukan eksploitasi batubara atau ’emas hitam’ yang sangat berkualitas itu. Jumlah produksi batubara yang dihasilkan oleh orang rantai pada tahun 1892 sebanyak 48.000 ton.

Kemudian dengan adanya lubang Soegar ini produksi batubara meningkat menjadi 196.207 ton pada tahun 1900. Hal ini membuktikan keberadaan lubang Soegar sangat berpengaruh pada produksi batubara.

3. Ada tiga asal-usul nama Lubang Tambang Soero

Pada awal abad Ke-20 orang Belanda mendatangkan mandor dari Jawa. Salah satunya Mbah Soerono yang lebih akrab dipanggil Mbah Soero. Mbah Soero diangkat menjadi mandor oleh Kolonial Belanda karena ilmu kebatinan yang dimilikinya. Ia ditugaskan untuk mengawasi penambangan di Lubang Soegar ini. Dalam kesehariannya ia dikenal sangat rajin bekerja, berperilaku baik dan taat beribadah.

Nama Mbah Soero ini yang kabarnya jadi cikal bakal tambang ini dikenal sebagai Tambang Soero. "Selain itu penamaan Soero karena kabarnya dulu tambang ini awal dibangun saat Bulan Suro (Bulan Muharram dalam tahun hijriah). Ada juga yang bilang nama Soero diberi karena dulu di atas tambang ada Surau (dibaca Suro yang artinya musala/masjid). Jadi ada tiga cerita rakyat mengapa tambang ini diberi nama Tambang Soero," jelas Dio.

Namun lubang ini ditutup pada tahun 1920-an karena adanya perembesan air dari Batang Lunto dan kadar gas metana yang terus meningkat.

Pada tahun 1947 di lokasi ini dibangun Gedung Pertemuan Buruh (GPB). Gedung ini berfungsi sebagai tempat hiburan sekaligus tempat bermain judi bagi para buruh pekerja tambang yang tinggal di sekitar kawasan Tanah Lapang dan Air Dingin, di sinilah para buruh tambang menghamburkan uangnya setelah mereka menerima upah.

Tahun 1965 Gedung Pertemuan Buruh (GPB) berubah nama menjadi Gedung Pertemuan Karyawan (GPK). Pada masa ini gedung dimanfaatkan oleh Anggota Partai Komunis sebagai ruang pertemuan dan setiap minggunya Anggota Partai Komunis mengadakan bazar (pasar murah) dengan tujuan untuk merekrut anggota baru ke dalam partai komunis dengan cara bagi siapa yang ikut berbelanja harus membuat tanda tangan yang berarti telah bergabung dalam partai komunis.

Tahun 1970-an, gedung ini dialihfungsikan menjadi perumahan karyawan tambang batubara hingga tahun 2004 dan dari tahun 2004 hingga tahun 2007 menjadi hunian masyarakat.

4. Tahun 2019 ditetapkan sebagai situs budaya warisan dunia oleh UNESCO

Dengan adanya penelitian dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Batusangkar pada awal 2007 menyatakan bahwa bangunan GPB tidak termasuk dalam kategori Benda Cagar Budaya (BCB) yang dilindungi, maka bertolak dari hal tersebut bangunan akhirnya dirobohkan.

Museum Situs Lubang Tambang Batubara Mbah Soero dimiliki oleh PT. Bukit Asam melalui penyewaan lahan dari pemerintah kota, dan saat ini dikelola oleh Pemerintah Kota Sawahlunto.

Akhir 2007 dengan adanya dana subsidi Pengembangan Kekayaan Budaya Daerah dari Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia maka pada lokasi bangunan GPB dibangunlah gedung baru yang merupakan cikal bakal pendirian Museum Situs Lubang Tambang Batubara Soero. 

Tahun 2008 Museum Situs Lubang Tambang Batubara Soero diresmikan. Kala itu masih dikelola oleh Dinas Pariwisata. Namun sejak tahun 2017, Museum ini dikelola oleh Dinas Kebudayaan Kota Sawahlunto.

Pada 2019 pertambangan Batubara di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat sudah ditetapkan sebagai situs budaya warisan dunia di United Nation Educational, Scientiefic, and Cultural Organization (UNESCO) mewakili Indonesia bersama situs dari beberapa negara lainnya. Keren kan.

Setelah berkeliling di Galeri Infobox, pengunjung akan diajak memasuki lubang tambang. Dio menceritakan lubang tambang ini dulu kedalamannya hingga 6 level. Namun kini yang di level dua saja sudah penuh genangan air sungai, sehingga pengunjung hanya bisa menjajal di level 1 saja.

Di dalam lubang tambang pengunjung bisa merasakan suasana kesunyian. Membuat kita berpikir tentang betapa hebatnya para pekerja tambang zaman dahulu bisa membuat lubang sebesar ini dan bisa berdiri kokoh hingga saat ini.

"Di dalam lubang tambang ini tidak bisa berlama-lama karena oksigennya tipis, maksimal 8 menit. Makanya dibuat kantong oksigen agar para pekerja bisa bertahan lama di dalam lubang," jelas Dio.

5. Ada beberapa destinasi lain yang menarik di sekitar Museum Lubang Tambang Soero

Pada tahun 2016 dilakukan penelitian lagi antara Kantor Peninggalan Bersejarah dengan Pusat Studi Humaniora Universitas Andalas Padang tentang pemberian nama objek Mbah Soero dengan keterkaitan lubang tambang.

Dari hasil penelitian tersebut tidak ditemukan sosok seorang Mbah Soero. Hasilnya, ternyata nama Mbah Soero hanya ada dalam cerita fiktif yang berkembang di tengah masyarakat yaitu seorang mandor dari Jawa yang menjadi panutan bagi pekerja buruh pada masa Kolonial Belanda.

Sebagai catatan, jika kamu berkunjung ke Kota Sawahlunto jangan hanya berkunjung ke Museum Situs Lubang Tambang Batubara Soero saja. Ada Museum Goedang Ransoem dan Museum Tambang Ombilin yang jaraknya hanya 100 meter. Bisa dicapai hanya dengan berjalan kaki saja. Serukan!

Sesudah capek keliling-keliling di museum, kamu bisa berwisata alam ke Puncak Cemara Sawahlunto. Dari puncak ini kamu bisa lihat pemandangan Museum Situs Lubang Tambang Batubara Soero, Museum Tambang Ombilin, Museum Goedang Ransoem, Kantor PT Bukit Asam dan rumah-rumah penduduk yang dikelilingi bukit.

Di tempat ini juga ada permainan anak-anak dan tempat selfie yang keren. Tiket masuk cuma Rp8 ribu untuk dewasa dan Rp7 ribu untuk anak-anak. 

Baca Juga: Diterjang Banjir Bandang, MTsN 7 Tanah Datar Butuh Uluran Tangan

Berita Terkini Lainnya