TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Herta Sianturi 20 Tahun Mengabdi Baru Kini Merasa Jadi Guru Sebenarnya

Herta Sianturi: 20 tahun Menjadi Guru, Baru Sekarang Merasa

Herta Sianturi guru di Tapanuli Utara (Dok https://www.kemdikbud.go.id/)

Tapanuli Utara, IDN Times – Sudah dua dekade Herta Sianturi menjadi guru. Ia memulai kariernya sebagai seorang guru bantu honorer pada tahun 2003, lalu menjadi guru kelas setelah 5 tahun mengajar, hingga pada tahun 2020, ia dipercaya sebagai kepala sekolah di SDN 173136 Lumban Baringin, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumut.

Namun, baru dalam beberapa tahun terakhir ia merasakan perubahan yang signifikan dalam paradigma, peningkatan kompetensi, hingga caranya memandang murid.
 
“Waktu saya nonton filosofi Ki Hadjar Dewantara di Platform Merdeka Mengajar (PMM), merinding saya mendengarnya. Saya merasa selama ini saya belum jadi guru. Jadi, waktu itu saya bertekad untuk mengubah diri saya, saya ingin mendidik anak sesuai zamannya. Biarlah nanti ketika saya pensiun, semua anak saya mengenang bahwa yang saya berikan itu adalah sebagai kasih seorang guru,” ungkap Herta dikutip dari laman Kemendikbudristek.

Baca Juga: Loken Barn, Tempat Wisata dan Nongkrong Seru Bareng Keluarga

1. Dari terbatasnya kesempatan pelatihan guru, menjadi fleksibel sesuai kebutuhan

ilustrasi seorang guru (pexels.com/Max Fscher)

Ibu Herta belum lama mengenal teknologi. Bahkan ia baru mengenal cara menggunakan laptop dan ponsel pintar karena kebutuhan pembelajaran jarak jauh di masa pandemi Covid-19. Namun, semangat yang tinggi untuk terus mengikuti perkembangan zaman, mendorongnya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Inilah yang membuatnya aktif menggunakan PMM untuk mengikuti pelatihan guru dan mencari materi ajar. Salah satu perubahan yang ia rasakan sejak memanfaatkan PMM adalah fleksibilitas dalam pelatihan peningkatan kompetensi guru tanpa harus bergantung kepada pihak lain.
 
Dahulu pengembangan kompetensi guru menjadi tantangan tersendiri. Akses terhadap pelatihan dan referensi materi pembelajaran sangat terbatas. Peluang untuk mengikuti pelatihan ditentukan oleh dinas pendidikan setempat, dan hanya sedikit guru yang dipilih untuk mengikuti pelatihan di tingkat provinsi hingga nasional.

Hal itu menyebabkan budaya mengikuti pelatihan menjadi hal yang langka dimiliki oleh guru-guru di Indonesia. Menurut Ibu Herta, pada masanya kesempatan pelatihan merupakan sebuah kebanggaan tersendiri.
 
Ada beberapa tantangan dalam proses pelatihan tersebut, dimulai dari waktu yang dibutuhkan untuk mengikuti satu topik pelatihan, sehingga guru harus meninggalkan kelas berhari-hari, keluar kota, dan mengejar ketertinggalan pembelajaran di kelas setelahnya, hingga kurangnya kesesuaian atau relevansi materi yang diberikan selama pelatihan dengan kebutuhan di kelasnya.
 
Meskipun tidak semua materi yang diberikan dalam pelatihan dapat langsung diterapkan, sertifikasi tetap menjadi tujuan utama bagi banyak guru. Sertifikasi tidak hanya menandakan pengembangan profesional, tetapi juga menjadi syarat untuk kenaikan pangkat, sehingga banyak guru yang berlomba-lomba untuk mendapatkan sertifikasi sebagai bagian dari upaya mereka untuk meningkatkan karier.

2. Dengan PMM bisa melakukan pelatihan kapan saja dan di mana saja

Transformasi(unsplash.com/Marvin Meyer)

 
Sejak adanya PMM, Herta mengaku, ia merasa sangat dimudahkan dalam mengembangkan kompetensinya sebagai guru. Ia dapat mengikuti pelatihan secara mandiri lewat fitur Pelatihan Mandiri sesuai dengan fleksibilitas waktunya, dan topiknya pun dapat dipilih sesuai dengan kondisi sekolahnya.

Lebih dari itu, ia pun merasakan perubahan paradigma dalam memandang kebutuhan sertifikat.
 
“Dengan PMM, saya bisa melakukan pelatihan kapan saja, di mana saja. Tidak ada paksaan, kalau dulu waktunya terbatas, harus selesai dalam waktu tertentu, sekarang tidak lagi terikat waktu. Topiknya juga bisa saya pilih sesuai kebutuhan saya, misalnya tahun ajaran baru, ada topiknya. Mau cara asesmen, juga ada modulnya [di PMM]. Saya bisa lompat-lompat belajarnya, kalau lagi butuh ya saya pelajari yang itu dulu. Lalu, kalau dulu saya mengejar sertifikat, sekarang tidak lagi, sudah kebanyakan sertifikat malah,” tambahnya sambil tertawa.

Berita Terkini Lainnya