TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perahu Naga di Tanjungpinang, Perpaduan Tradisi dan Kompetisi Seru

Gubernur Kepri: lomba perahu naga adalah manifestasi budaya

Keseruan lomba perahu naga yang berlangsung di perairan Pelantar III Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Thennyfeliciano)

Tanjungpinang, IDN Times - Di sepanjang perairan Pelantar III Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), riuh suara tabuhan gendang dan sorak-sorai penonton kembali menggemakan suasana kompetisi perahu naga yang sudah menjadi bagian integral dari budaya lokal.

Lomba perahu naga, yang setiap tahunnya memikat ribuan warga dan wisatawan, bukan hanya sekadar ajang adu cepat, tetapi juga representasi dari sejarah panjang dan tradisi yang kaya.

"Lomba perahu naga ini bukan hanya sekadar olahraga, tetapi juga manifestasi dari semangat gotong royong dan budaya kita yang harus terus dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang," kata Gubernur Provinsi Kepri, Ansar Ahmad, Senin (17/6/2024).

1. Diikuti oleh 4 tim dari berbagai penjuru Kota Tanjungpinang

Dalam perhelatan ini, terdapat 4 tim yang ikut berpartisipasi dalam perlombaan, yaitu tim Pelantar I, tim Pelantar II, tim Pelantar III, dan tim Pelantar Nusantara.

Dengan ikut sertanya empat tim dari berbagai daerah, kompetisi ini menjanjikan pertandingan yang seru dan menegangkan.

Setiap tim terdiri dari 12 pendayung, semuanya bersemangat untuk menunjukkan keahlian dan kerja sama tim mereka. Dipandu dengan suara penabuh genderang, perhelatan ini menjadi lebih menegangkan.

Air laut yang biasanya tenang berubah menjadi bergelombang karena laju cepat perahu-perahu naga yang saling berlomba untuk mencapai garis finis.

2. Sejarah perhelatan perahu naga di Kota Tanjungpinang

Lomba perahu naga di Tanjungpinang memiliki akar sejarah yang dalam dan kaya dengan legenda. Tradisi ini diperkirakan berasal dari zaman Dinasti Han di China sekitar dua ribu tahun lalu.

Menurut legenda, perlombaan perahu naga pertama kali diselenggarakan untuk mengenang Qu Yuan, seorang penyair dan pejabat yang dihormati.

Qu Yuan memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan menceburkan diri ke Sungai Miluo setelah merasa kecewa terhadap pemerintahannya yang korup.

Warga sekitar yang mengagumi dan mencintainya berlayar dengan perahu untuk mencari tubuhnya dan melemparkan bola-bola nasi ke sungai agar ikan tidak memakan tubuhnya. Dari sinilah tradisi lomba perahu naga dan kebiasaan makan bakcang (ketupat Cina) dimulai.

Di Tanjungpinang, perlombaan perahu naga mulai dikenal sejak awal abad ke-20, ketika imigran Tionghoa datang dan menetap di dataran ini.

Mereka membawa serta tradisi ini dan memadukannya dengan budaya lokal. Lomba ini awalnya merupakan bagian dari perayaan Duanwu atau Festival Peh Cun yang jatuh pada tanggal 5 bulan 5 menurut kalender lunar Tionghoa.

Berita Terkini Lainnya