Cerita Irwansyah Sarumaha, Pejuang Literasi Anak-anak Nias Selatan
Bentuk TBM Lentera Ono Niha untuk anak-anak Nisel belajar
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times - Tak harus jadi hebat untuk bermanfaat. Tak harus jadi kaya untuk berguna bagi orang lain. Prinsip itulah yang diusung Irwansyah Sarumaha. Pegiat buku berusia 23 tahun asal Nias Selatan yang peduli pendidikan anak-anak di daerahnya. Ia membentuk yayasan pendidikan bernama TBM Lentera Ono Niha.
IDN Times berkesempatan mengulas kisah Irwansyah berjuang membantu pendidikan anak-anak saat menemuinya di Medan.
"Sebenarnya berawal dari kegiatan belajar gratis yang saya adakan kepada masyarakat di desa baik anak-anak maupun pemuda-pemudi yang memang gerakannya sudah saya mulai sejak SMA. Kalau misalnya ada anak-anak yang ikut belajar di rumah baik sekedar mengerjakan PR ataupun yang belajar dengan bimbingan saya, akan dibantu," kata Irwansyah.
Sejak tahun 2018 dirinya membentuk kelompok belajar kepada anak-anak dan pemuda-pemudi, dengan perhitungan 2 kali seminggu untuk dikumpulkan.
"Sekian lama kegiatan belajar itu berjalan, saya berpikir bagaimana kalau bukan hanya kegiatan belajar saja. Tetapi juga membantu masyarakat terutama anak-anak dalam hal minat baca dan penyediaan buku-buku maka saya bentuklah TBM Lentera Ono Niha ini pada tanggal 2 juli 2018, tepat ketika saya ulang tahun," tambahnya.
1. Irwansyah akui sejak kecil telah minat baca buku, diawali dari sobekan kertas di halaman rumah
Filosofi atau pemaknaan dalam pemakaian lentera mengartikan keterbatasan bukan jadi penghalang untuk karya bagi bangsa. Artinya, meskipun terbatas namun harus mampu bermanfaat bagi sesama. Laksana lentera yang berukuran kecil tetapi mampu menerangi banyak.
"Saya suka membaca sejak kecil tetapi bukan membaca buku, karena memang buku di sana (Nias Selatan) sulit. Jadi misalnya kalau ada semacam sobekan kertas yang saya dapat di halaman rumah atau di manapun kami anak-anak kampung itu penasaran lalu kami buka, kami baca apa isinya. Tapi bukan buku, karena buku di sana sulit. Jadi dari kecil saya suka membaca," ungkapnya.
Hingga saat ini masih banyak donasi buku yang bersukarela mengirimkan, agar dapat dibaca oleh para anak-anak yang berada di Nias Selatan.
"Puji Tuhan, bukunya udah lumayan banyak. Cuma saya tidak pernah mendata langsung karena kita tidak punya komputer. Belum sampai ribuan (buku), sepertinya baru ratusan. Sebab ada beberapa buku yang sama judulnya," ungkapnya.
"Tentunya masyarakat sangat senang sekali dengan kegiatan yang saya adakan, mereka sangat bersyukur ada kegiatan yang seperti saya lakukan kesediaan buku-buku untuk mereka baca. Karena yang identik anak-anak membaca dengan kegiatan itu mampu memberikan dampak positif bagi mereka," tambah Irwansyah.