SOS Children’s Village Medan, Coba Mengasuh Selayaknya Anak Kandung
Ada 88 anak di Medan dalam proses pengasuhan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times - Pola pengasuhan berbasis keluarga, dan membentuk keluarga pengganti bagi anak-anak akan merasa memiliki keluarga untuk menjalin selayaknya keluarga kandung atau family like care. Hal ini yang dilakukan oleh SOS Children's Villages telah 50 tahun berdiri merupakan organisasi sosial non-profit memberikan pengasuhan alternatif berkualitas, dan penguatan keluarga bagi anak-anak yang telah atau berisiko kehilangan pengasuhan orang tua.
Sehingga, menurut National Director SOS Children’s Villages Gregor Hadi Nitihardjo, peran seperti ini menjadi catatan penting untuk tetap selalu dijaga.
“Pengasuh anak berbasis keluarga ini sehingga kebutuhan anak terpenuhi,” ungkap Hadi Nitihardjo.
Mengulik sedikit ke belakang, ternyata sejak tahun 1949 di Innsbruck, Austria, SOS Children's Villages didirikan dan kini hadir di 136 negara termasuk Indonesia.
Di Indonesia sudah 50 tahun, SOS Children’s Villages mengasuh dan mendampingi lebih dari 7.200 anak yang berada di 11 kota di Indonesia, yaitu, Lembang, Jakarta, Bogor, Semarang, Yogyakarta, Bali, Flores, Banda Aceh, Meulaboh, Medan, dan Palu.
Dengan total 940 anak yang kehilangan pengasuhan orang tua dibesarkan di 8 lokasi SOS Children’s Villages di Indonesia. Selain itu, SOS juga memiliki program penguatan keluarga bagi keluarga rentan di 10 kota di Indonesia.
Hal ini pula yang mengenang terjadinya peristiwa gempa bumi besar yang berpusat di Aceh, mengakibatkan tsunami yang menyapu daerah pesisir Laut India pada 26 Desember 2004 yang lalu. Tragedi tsunami ini menelan korban lebih dari 130.000 orang, puluhan ribu orang kehilangan rumah dan ribuan anak terpisah dari orang tua mereka.
Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara, terkena dampak tsunami lebih ringan dibandingkan kota lain seperti Banda Aceh dan Meulabouh. Namun setelah bencana ini terjadi, banyak warga Aceh yang hijrah ke Medan. Sampai saat ini, banyak keluarga miskin dan anak-anak yang kehilangan asuhan orang tuanya.
IDN Times berkesempatan mengunjungi dan berkeliling ke lokasi SOS Children’s Village Medan berlokasi di Jalan Seroja Raya No.150, Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tutungan.
Baca Juga: Karyawan XL Axiata Mengajar di 5 Sekolah Kawasan Danau Toba
1. Ada 88 anak tinggal di SOS Children’s Village Medan dalam program pengasuhan berbasis keluarga
SOS Children’s Village Medan yang berdiri pada tahun 2005 sebagai respons dari bencana tsunami tersebut terletak 7 km barat daya dari pusat kota, di sebuah daerah bernama Medan Permai, yang terdiri dari 15 rumah keluarga, sebuah rumah pimpinan desa.
Saat mengelilingi lokasi SOS Children’s Village Medan terlihat ada sebuah kantor (ruangan untuk administrasi dan medis), pusat kegiatan (lab komputer, perpustakaan, alat musik dan tempat menari), sebuah aula multifungsi dan beberapa rumah staff.
SOS Children’s Village Medan memberikan rumah baru bagi lebih dari 150 anak yang telah kehilangan pengasuhan orang tua.
Untuk saat ini tercatat per Mei 2022 jumlah anak yang diasuh di SOS Children’s Village Medan yaitu sebagai berikut, 88 orang anak tinggal di SOS Children’s Village Medan dalam program pengasuhan berbasis keluarga, sedangkan untuk remaja berjumlah remaja laki-laki 27 orang dan remaja perempuan 10 orang, anak binaan program penguatan keluarga sebanyak 491 orang dengan jumlah laki-laki 243 Anak dan perempuan 248, data anak mandiriwan berjumlah 163 Orang.
Salah satunya di rumah Anggrek yang diisi dengan 7 anak bersama seorang ibu bernama Rahmadani Singarimbun. Ia mengatakan sudah hampir 7 tahun telah menikmati profesi ini, untuk memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya.
"Anak-anak saya baik-baik sekali. Banyak yang nanya, 'Ibu gak stres?' Saya bilang enggak. Karena memang saya senang. Seperti apa mamak saya mendidik saya, begitulah saya buat di sini," dalam ceritanya.
Hal sama juga dirasakan oleh seorang ibu Klementina Tampubolon (48), yang sudah 10 tahun bersama anak-anak di rumah Bougenville. "Saya merasa jauh lebih beruntung di sini. Sampai se-izinnya Tuhan sajalah (di sini)" ujar Klementina sebagai bentuk menjiwai profesinya di sini.
Meskipun sebelumnya, ia sempat ingin menjadi guru dan pendeta. Ternyata jawaban tersebut dirasakannya ada di rumah ini.
Baca Juga: [WANSUS] Ujiana Sianturi: Isu Prioritas W20 Melekat dengan UMKM Sumut