TCWMF Berpotensi Jadi Festival Musik 'Woodstock' Indonesia

Musik harus jadi pembangkit geliat pariwisata

Toba Samosir, IDN Times - Toba Caldera World Music Festival (TCWMF) sukses menghentak kawasan Danau Toba selama 14-16 Juni 2019. Gelaran musik internasional di Bukit Singgolom, Desa Lintongnihuta, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasamosir itu sukses dengan menghadirkan musisi dari tiga negara.

TCWMF menyajikan kolaborasi musik etnis dengan aliran modern dan kontemporer. Sejumlah musisi seperti Suarasama besutan Irwansyah Harahap, Daniel Milan Cabrera-Deva Baumbach asal Meksiko, Jade Music School Feat Prof Xiaoxin Xiao dari Tiongkok dan Field Players dari Malaysia. Lalu ada Ensambel Gendabg Kampung dari Unimed, Komunal Primitif dari USU, Universitas Padang dan masih banyak lainnya.

Salah satu yang juuga ikut mengisi acara adalah Musisi kenamaan Indonesia Djaduk Ferianto dengan grup musiknya Kua Etnika. Bagi Djaduk, TCWMF memberi kesan tersendiri. Dia bahkan sudah menunggu momen ini sejak dua tahun terakhir.

“Memang ini yang sudah lama kita tunggu. Saya sudah dapat bocoran 2 tahun yang lalu ada festival ini. Saya sangat senang dengan kesederhanaan festival semacam ini. Akhirnya saya berkesempatan bisa hadir dan ikut dalam TCWMF 2019,” ujar Djaduk.

1. TCWMF berpotensi jadi Woodstock-nya Indonesia

TCWMF Berpotensi Jadi Festival Musik 'Woodstock' IndonesiaIDN Times/Prayugo Utomo

Sudah dua tahun terakhir TCWMF digelar. Tahun lalu, event ini digelar di TBSilalahi Centre, Balige. Konsepnya selalu diperbaharui. Begitu juga dengan kuantitas musisi dari luar negeri yang mengisi acara.

Djaduk mengatakan, TCWMF berpotensi menjadi festival sekelas Woodstock. Festival musik dunia yang rutin digelar sejak 1969 lalu hingga sekarang. Woodstock menghadirkan musisi berkelas dunia.

“ini salah satu usaha menurut saya paling menarik ketika kita berbicara tentang musik apalagi untuk musik dunia dan dimulai dari sini untuk dikabarkan. Tidak hanya indonesia saja. Tapi juga ke seluruh dunia, bahwa ada satu kekayaan yang kita punya yang harus kita ekpolre dan kabarkan diluar indonesia,” ujarnya.

Baca Juga: BPODT: TCWMF Harus Memberikan Manfaat Ekonomi untuk Masyarakat

2. Toba Caldera World Music Festival Harus digarap lebih serius

TCWMF Berpotensi Jadi Festival Musik 'Woodstock' IndonesiaIDN Times/Prayugo Utomo

Laki-laki bernama lengkap Gregorius Djaduk Ferianto itu juga mengatakan, TCWMF harus digarap lebih serius lagi. Utamanya adalah dengan bantuan pemerintah pusat hingga daerah.

“Kemarin waktu saya ngobrol dengan pak bupati juga tahun depan mungkin akan lebih serius lagi, lebih gede lagi dan akan mengundang musisi tidak hanya dari indonesia yang memang basisnya pada musik tradisional,” ujar laki-laki kelahiran 1964 itu.

3. Musik etnik Indonesia mulai dilirik Internasional

TCWMF Berpotensi Jadi Festival Musik 'Woodstock' IndonesiaIDN Times/Prayugo Utomo

Bagi Djaduk, saat ini musik etnik Indonesia dengan kekayaannya mulai dilirik dunia internasional. Sehingga, kepercayaan supaya TCWMF terus berkibar di mata dunia semakin besar.

Dia juga menyindir para musisi yang bangga sudah Go Internasional. Karena kata dia Indonesia adalah bagian dari Internasional itu. Sudah banyak musisi etnik yang terkenal di dunia Internasional.

“Bahkan ada semacam ketidakpercayaan diri pada musisi Indonesia. Apalagi yah teman-teman yang berangkat dari kultur pop selalu mengatakan go internasional. Kenapa harus go internasional? wong kita saja bagian dari internasional. Itu kan kelihatan mentalitas sebagai dunia jajahan Inlander. Kita harus percaya diri. Nah, apalagi yang memang berbasis pada musik tradisi. Banyak yang sudah main di luar indonesia, diundang di forum-forum festival internasional,” ujarnya.

4. Musik etnik harus jadi pendongkrak pariwisata

TCWMF Berpotensi Jadi Festival Musik 'Woodstock' IndonesiaIDN Times/Prayugo Utomo

Djaduk juga ingin musik etnik menjadi media untuk terus meningkatkan pariwisata di Indonesia. Lihat saja Danau Toba. Dengan kekayaan musiknya, harusnya bisa mendatangkan wisatawan mancanegara lebih banyak lagi.

Pemerintah pun, kata Djaduk, sudah mulai melirik musik etnik untuk perkembangan pariwisata. Festival demi festival pun sudah digelar.

“Jangan hanya sekali saja. Apalagi nanti dimasukan pada dunia pariwista. Sekaligus kita ini sebagai medium proses pembelajaran utama. Maka saya pun berharap kalo pun ada kekurangan, justru kekurangan itu lah yang menjadi cambuk kita untuk belajar lebih baik lagi. Saya berharap tidak berhenti tahun ini saja. Semoga bisa bertahan sampai  lebih dari sepuluh tahun,” ungkapnya.

5. Milenial harus terus lestarikan musik etnis

TCWMF Berpotensi Jadi Festival Musik 'Woodstock' IndonesiaIDN Times/Prayugo Utomo

Saat ini, kebanyakan generasi milenial lebih menggandrungi musik dari budaya lain dan lupa akan musik dari kebudayaannya sendiri. Sebuah dilema memang, ketika ingin melestarikan kebudayaan di Indonesia.

Komunal Primitiv, salah satu penampil di TCWMF 2019 pun mengingatkan generasi milenial untuk bangga akan tradisinya sendiri. Jangan sampai, milenial malah mengetahui musik budayanya dari orang luar negeri.

“Pedulilah kepada budaya sendiri dulu. Untuk membangun nusantara ini kita harus bijaksana. Kita tidak bisa membangunnya langusng besar. Kita harus pro dulu kepada kebudayaan kita. Cintailah sukunya sendiri. Baru pelajari yang lainnya. Karena suku sendiri itu adalah identitas. Baru nanti mengembangkan yang lain,” pungkas Benny Tambak salah seorang pentolan Komunal Primitiv.

Baca Juga: Musisi Asal Meksiko Puji Keindahan Danau Toba

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya