WALHI Sumut: Hutan Tele Harus Diselamatkan dari Kerusakan

TPL bantah soal tudingan perusak lingkungan

Medan, IDN Times – Wacana untuk menutup PT Toba Pulp Lestari (TPL) terus menggema  dalam beberapa waktu terakhir. Penyerunya adalah Aliansi Gerak Tutup TPL. Di dalamnya tergabung sejumlah lembaga masyarakat sipil yang terus menyoroti perusahaan tersebut.

PT TPL dituding menjadi penyebab kerusakan hutan di kawasan Danau Toba karena konsesi lahannya yang cukup luas. Meskipun status TPL memang sebagai Hutan Tanaman Industri (HTI). TPL juga dituding sebagai perampas tanah milik masyarakat dengan klaim lahan adat. Namun hal itu langsung dibantah oleh pihak TPL. 

Seperti apa tuduhan WALHI dan bantahan dari TPL? Yuk simak:

1. WALHI suarakan penyelamatan hutan Tele dari konsesi PT TPL

WALHI Sumut: Hutan Tele Harus Diselamatkan dari KerusakanDirektur WALHI Sumut Doni Latuperisa dalam konferensi pers menyoal polemik PT Toba Pulp Lestari, Kamis (1/7/2021). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatra Utara terus memberikan kritik pedas terhadap perusahaan yang dulunya bernama PT Inti Indorayon Utama itu. Penolakan masyarakat terhadap PT TPL sudah terjadi sejak era 1990-an (Dokumen Analisis Sosial Masalah Pertanahan yang disusun WIM dan AKATIGA, 1993).

Data dari WALHI Sumut menyebutkan, saat ini PT TPL memiliki konsesi seluas 269.060 hektar, dan tersebar di 11 Kabupaten, Simalungun, Asahan, Toba, Samosir, Dairi, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Pakpakbharat, Padanglawas Utara dan Humbang Hasundutan. Perusahaan ini mengantongi izin SK MENHUT No. SK.493/Kpts/II/1992 dengan periode izin mula tanggal 1 Juni 1992 hingga 31 Mei 2035 (43tahun).

SK tersebut kemudian di addendum dengan SK. 351/Menhut/II/2004 sehubungan dengan adanya perubahan nama pada tanggal 24 September 2004; SK 58/Menhut-II/2011 TANGGAL 28 Februari 2011 tentang perubahan ke empat atas keputusan Menteri Kehutanan No. 493/Kpts-II/1992; Keputusan Menteri Kehutanan No 109/VI/BHt/2010 tentang persetujuan Revisi Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Tanaman Industri (RKUPHHK-HTI) dalam jangka waktu 10 tahun, periode 2010-2019 PT. TPL di Provinsi Sumatera Utara; Pemegang Sertifikat PHPL (Pengelola Hutan Produksi Lestari) berdasarkan sertifikat Nomor PHPL 00001 tanggal 25 Oktober 2010; pemilik izin self approval  dari Direktorat Bina Usaha Kehutanan (S.693/BUHT-3/2011 tanggal 22 Desember 2011).

Dari luasan konsesi TPL, WALHI menyoroti kondisi bentang alam Tele. Lanskap ini memiliki fungsi ekologis yang sangat penting untuk kawasan Danau Toba. Kawasan ini terancam dengan konsesi PT TPL yang mencapai luas sekitar 68 ribu hektare.

“Bentang Tele merupakan kawasan hutan terakhir yang masih mungkin untuk diselamatkan, hal ini penting dilakukan untuk memastikan keberlanjutan stabilisasi iklim dan kontrol debit air Danau Toba,” ujar Direktur WALHI Sumut Doni Latuperisa dalam konferensi pers yang digelas Kamis (1/7/2021).

Kemudian, kata Doni, bentang alam Tele juga memiliki peran penting untuk keselamatan desa-desa yang ada di pinggiran Danau Toba. Desa-desa di lembah Samosir menggantungkan hidup dari kelestarian hutan di sana.

Saat ini, pada bentang alam Tele, PT TPL belum melakukan pengelolaan lahan. Sehingga WALHI mendesak pemerintah untuk membatalkan konsesi itu demi keberlangsungan lingkungan.

“Hutan Tele harus diselamatkan dari PT TPL. Kerusakan pada bentang alam Tele akan berpotensi membuat bencana ekologis,” ujar Doni.

2. PT TPL disebut menjadi penyebab konflik masyarakat di kawasan Danau Toba

WALHI Sumut: Hutan Tele Harus Diselamatkan dari KerusakanIDN Times/Arifin Al Alamudi

Menurut WALHI, selain kerusakan lingkungan, PT TPL juga sudah menyebabkan begitu banyak konflik di tengah masyarakat. Kata Doni, dalam dua tahun terakhir, tidak sedikit masyarakat yang dipidana, dampak dari konflik dengan PT TPL.

Dia mencontohkan, dampak konflik itu adalah pemidanaan dua masyarakat Sihaporas pada 2020 lalu. Kemudian bentrok di Desa Natumingka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba dengan petugas keamanan PT TPL pada Mei 2021 lalu. Bentrokan ini berujung pada belasan masyarakat yang menjadi korban.

“Pemerintah harusnya mengambil sikap atas polemik yang ada. Mengusut tuntas segala persoalan yang diakibatkan oleh PT TPL,” ujar Doni.

3. TPL membuat ancaman bencana ekologis semakin besar di kawasan Danau Toba

WALHI Sumut: Hutan Tele Harus Diselamatkan dari KerusakanLongsor dan banjir menerjang kawasan wisata Parapat, Danau Toba, Kabupaten Simalungun pada Kamis (13/5/2021). (Istimewa)

Salah satu yang diduga kuat adalah bencana banjir bandang di kawasan Parapat, Kabupaten Simalungun beberapa waktu lalu.

Hasil investigasi WALHI Sumut menunjukkan  dugaan kuat soal kontribusi PT TPL dalam bencana itu. Konsesi PT TPL yang ada di atas bukit membuat kualitas resapan tanah menjadi menurun.

“Jika izin terus diberikan, maka ancaman ekologis semakin besar. Selain TPL, minimnya komitmen pemerintah dalam pemulihan lingkungan hidup menjadi salah satu faktor tingginya potensi bencana ekologis di kawasan Danau Toba,” ujar Doni.

4. Konsolidasi tutup PT TPL terus menguat hingga tingkat nasional

WALHI Sumut: Hutan Tele Harus Diselamatkan dari KerusakanKonferensi pers WALHI Sumut menyoal polemik PT Toba Pulp Lestari, Kamis (1/7/2021). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Doni juga mengatakan, saat ini konsolidasi gerakan tutup PT TPL semakin menguat hingga tingkat nasional. Para lembaga yang terhimpun sepakat mengatakan, TPL sudah membuat laju deforestasi huta semkain tinggi. Belum lagi kerugian negara atas luasan konsesi yang ada.

“Kemudian soal hasil investigasi salah satu media nasional yang menyebut PT TPL sudah menyebabkan kerugian negara dengan transaksi fiktif ekspor bubur kayu,” ujarnya.

Dukungan terhadap gerakan tutup TPL ini juga semakin menguat. Pada unjuk rasa masyarakat di Kabupaten Toba beberapa waktu lalu, Bupati Toba Poltak Sitorus telah mengirimkan surat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Isinya terkait rekomendasi penutupan dan penghentian aktifitas PT TPL. Surat itu tertanggal 30 Juni 2021.

“Sikap WALHI tetap mendukung supaya PT TPL ditutup karena dianggap menjadi akar masalah dari banyaknya konfllik struktural, bencana ekologis, dan deforestasi kawasan hutan yang berada di wilayah konsesinya,” pungkas Doni.

5. TPL bantah tudingan yang dilontar koalisi masyarakat sipil

WALHI Sumut: Hutan Tele Harus Diselamatkan dari KerusakanBibit pohon eucalyptus di Pabrik PT Toba Pulp Lestari, Kabupaten Toba, Sumut (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

PT TPL yang dikonfirmasi membantah semua tudingan yang dilontarkan oleh kelompok masyarakat sipil. Menurut mereka, tuduhan itu hanya isu belaka.

“Itu hanya isu. Karena perusahaan ini memiliki regulasi dan diawasi oleh pemerintah maupun dari auditor eksternal. Pencemaran apa yang dituduhkan kepada kita, itu semua tidak sesuai dengan fakta,” ujar Kordinator Corporate Communication TPL Medan Dedy Armaya, Kamis petang.

Dedy juga mengatakan, setiap tahunnya PT TPL selalu mendapat sertifikasi Green Industri dari Kementerian LHK di Jakarta.

“Jadi, aneh rasanya ketika kita tergolong perusahaan green industri dan perusahaan pemegang objek vital nasional dituduhkan dengan hal-hal sesuai dengan fakta. Kalau memang ada bukti di mana, saya siapmembawa kawan-kawan media ke lokasi. Kalau yang ditunjukkan aalah HTI kita nampak rusak dari foto dan video, berarti itu baru dipanen. Berarti sedang melakuan peremajaan tanah,” tukasnya.

Baca Juga: Isu Tutup TPL Terus Berembus, Karyawan Mengaku Resah

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya