Polisi Brutal saat Ricuh DPRD Sumut, KontraS: Itu Pelanggaran HAM 

KontraS bersama elemen lainnya siap dampingi korban

Medan, IDN Times - Kebrutalan aparat kepolisian saat penanganan unjuk rasa di DPRD Sumut, Selasa (24/9) memantik komentar pedas dari pegiat Hak Asasi Manusia (HAM). Komisi untuk orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara menyesalkan aksi brutal itu.

Sebelumnya dalam unjuk rasa itu, 55 orang ditangkap. Di antaranya dikabarkan sempat dibawa ke rumah sakit karena terluka.

Menurut KontraS, ricuh aksi penolakan beberapa undang-undang berpolemik itu adalah satu bukti kegagalan kepolisian dalam mengendalikan massa yang termaktub dalam Peraturan Kapolri nomor 16 Tahun 2006. Di dalam Pasal 7 Perkap itu, ada larangan kepada petugas untuk bertindak arogan dan terpancing perilaku massa, mengucapkan kata-kata kotor dan lainnya.

Namun bukti di lapangan menunjukkan itu dilanggar. Misalnya saja, saat ditangkap, massa mendapatkan tindakan penganiayaan dari petugas. Baik dari yang berseragam atau yang berpakaian sipil. Bagi KontraS arogansi dan represifitas aparat kepada massa adalah pelanggaran HAM.

“Seharusnya kepolisian itu mematuhi prosedur yang berlaku. ada standar implementasi soal HAM. Asa standar prosedur soal kerja-kerja kepolisian yang harusnya mampu melindungi aspek HAM bagi setiap massa aksi,” ungkap Koordinator Badan Pekerja KontraS Sumut Amin Multazam, Rabu (25/9).

KontraS sudah mengumpulkan bukti-bukti pelanggaran yang dilakukan kepolisian. Khususnya kebrutalan dan penganiayaan yang dilakukan polisi.

“Saya pikir ini tindakan yang berlebih-lebihan,” tukasnya.

Apa yang dilakukan kepolisian, kata Amin, adalah bentuk pelanggaran prinsip HAM. “Harus ada penegakan hukum yang adil bagi situasi ini. Karena di satu sisi polisi menyatakan bahwa massa yang ditangkap adalah terduga pelaku tindak pidana. Tapi di sisi lain kita juga harus melihat bahwa tindakan kepolisian terhadap massa aksi juga kita duga itu adalah satu pelanggaran hukum yang sangat berat,” pungkasnya.

KontraS Sumut bersama sejumlah pegiat HAM lainnya pun sudah menyatakan siap mengawal kasus ini. Mereka akan memberikan bantuan hukum kepada massa yang ditangkap dan dianiaya petugas.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Sumut Kombes Tatan Dirsan Atmaja menyatakan, pihaknya sedang melakukan pendalaman terhadap oknum polisi yang melakukan penganiayaan. Pihaknya sudah memeriksa sejumlah saksi. Bahkan ada beberapa personel yang diduga menjadi pelaku penganiayaan.

“Ada pertanyaan dari rekan rekan media apakah itu sudah sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP). Itu tidak sesuai SOP. Jadi setiap kita melakukan pengamanan itu ada arahan. Tidak boleh membawa senpi, tidak melakukan pemukulan, yang diluar perundang-undangan,” ungkap Tatan di Mapolda Sumut, Rabu (25/9).

Dari video-video yang viral di media sosial Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sumut melakukan penyelidikan. Dari hasil pemeriksaan video penganiayaan terhadap mahasiswa, dua petugas diamankan.

Mereka adalah Bripda MH dan Bripda FM dari Direktorat Samapta. Termasuk Bripda FPS yang diduga melakukan penganiayaan terhadap anggota DPRD Sumut di tengah kericuhan.

Baca Juga: Demo Berujung Ricuh, Anies Minta Kepala Sekolah Pantau Muridnya

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya