Polemik Bumper Sibolangit, Warga Bertahan Karena Punya Alas Hak

Pemprov Sumut beri batas waktu hingga 16 November 2022

Deli Serdang, IDN Times – Unjuk rasa menolak penertiban pemukim di Bumi Perkemahan (Bumper) Sibolangit sempat membuat kemacetan jalur lintas Sumatra di Desa Bandar Baru, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Rabu (9/11/2022). Massa sempat melakukan aksi pemblokiran jalan dan membakar ban bekas.

Massa yang berdemo menolak penggusuran yang akan dilakukan Pemprov Sumut di Bumi Perkemahan Sibolangit. Mereka menolak karena juga mengklaim memiliki alas hak. Massa dihadapkan dengan pasukan Satpol PP hingga kepolisian.

Masyarakat diberikan tenggat waktu hingga 16 November 2022 mendatang untuk meninggalkan Bumi Perkemahan Sibolangit.

Baca Juga: Baru Menjabat 166 Hari, Pj Bupati Tapteng Akan Segera Diganti

1. Bumper Sibolangit sudah dihuni masyarakat sejak sebelum kemerdekaan RI

Polemik Bumper Sibolangit, Warga Bertahan Karena Punya Alas HakUnjuk rasa masyarakat menolakan penertiban di Bumi Perkemahan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, Rabu (9/11/2022). (Istimewa)

Unjuk rasa itu berlangsung damai. Massyarakat menolak penertiban karena mereka sudah turun temurun tinggal di sana. Bahkan sebelum kemerdekaa Republik Indonesia, lahan itu sudah ditempatioleh leluhur mereka. Ini dibuktikan dengan sejumlah makam bertarikh 1939 dan 1944.

“Kami bukan menyerobot tanah orang lain. Kita mempertahankan hak. Dari leluhur kita sebelum Indonesia merdeka. Kita bisa menunjukkan bukti yang sah,”  ujar Darmawan, salah seorang warga yang ikut berunjuk rasa.

Ada sekitar 200 hektare lahan yang berpolemik. Di atasnya sudah bermukim sekitar 300 kepala keluarga.

2. Warga pernah dianggap sebagai PKI karena tidak mau hengkang dari lahan

Polemik Bumper Sibolangit, Warga Bertahan Karena Punya Alas HakUnjuk rasa masyarakat menolakan penertiban di Bumi Perkemahan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, Rabu (9/11/2022). (Istimewa)

Darmawan juga mengatakan, warga sudah memiliki alas  hak sejak era Soekarno sebagai presiden. Saat itu, mereka diberikan surat kepemilikan tanah dengan dasar Undang – undang Darurat 1954.

Polemik terjadi pada 1970. Saat itu, Pemerintah Daerah (Pemda) Deliserdang mengambil lahan dari warga secara paksa.

“Masyarakat yang tidak mau meninggalkan lahan ini disebut PKI pada masa itu,” kata Darmawan.

Pemda Deli Serdang kemudian menggunakan lahan itu sebagai lokasi perhelatan Jambore Nasional Pramuka pada 1977. Pemda Deli Serdang menerbitkan surat pinjam pakai kepada masyarakat. Namun, sampai saat ini, kata Darmawan, lahan itu tidak dikembalikan.

“Masyarakat telah ditipu oleh panitia Jambore Pemda Deli Serdang dan Pemprov Sumut,” ungkap Darmawan.

Kemudian, pada 1988 Gubernur Sumatra Utara menerbitkan Surat Keputusan Hak Pakai untuk  Kwartir Daerah Pramuka Sumatra Utara. Surat ini terbit tanpa diketahui oleh masyarakat Desa Bandar Baru, Kecamatan Sibolangit.

Belakangan polemik itu muncul lagi. Pemerintah Provinsi Sumut membentuk tim terpadu untuk menertibkan pemukim di sana. Mereka kemudian menerbitkan surat peringatan pertama dan kedua.

“Pembentukan tim ini tanpa melibatkan masyarakat Bandar Baru. Dengan ini kami menolak SP1 dan SP2 tersebut tempat terkecuali tak ada tawar-menawar,” tegas Darmawan.

Warga tetap bertahan di lahan tersebut. Mereka bersikukuh memiliki alas hak. “Mohon bantuan kepada Presiden Indonesia Joko Widodo untuk membantu masyarakat Bandar Baru dalam menyelesaikan permasalahan tanah ini,” ungkapnya.

3. Ada 5 Warga dilaporkan ke Polda Sumut

Polemik Bumper Sibolangit, Warga Bertahan Karena Punya Alas HakPenasehat hukum masyarakat Tommy Sinulingga. (Instagram @tommysinulingga)

Perjalanan polemik diwarnai dugaan kriminalisasi terhadap warga. Ada lima warga yang dilaporkan oleh Kwartir Daerah Pramuka Sumatra Utara ke polisi. Termasuk Darmawan. Mereka dianggap sudah menguasai lahan tanpa hak. Lima orang yang dilaporkan adalah orang yang dianggap vokal selama ini memperjuangkan hak masyarakat.

“Dalam hal ini yang dilaporkan hanya lima orang. Sedangkan wilayah hak pakai itu 200 hektare dan 300 KK. Pidana  kan tidak mengenal keterwakilan. Jadi jika mau dikriminalisasi dibenturkan dengan hukum, kenapa tidak 300 KK itu saja yang dijadikan tersangka,” ujar Kuasa Hukum Masyarakat  Tommy Sinulingga, Kamis (10/11/2022).

Tommy juga mempertanyakan soal urgensi penertiban yang dilakukan Pemprov Sumut. Karena selama ini lahan itu juga ditelantarkan dan sudah dihuni masyarakat. Upaya penertiban yang dilakukan juga dinilai berlebihan. Karena ada ratusan aparat gabungan yang diturunkan ke lokasi.

“Kalau mereka digusur mau dipindahkan ke mana? Mawas (orangutan) saja mau dipindahkan, itu ditangkarkan dulu. Ini mau digusur 300 KK, mau dibawa ke mana. Dan Pemprov juga tidak melakukan ganti rugi,” kata Tommy.

Ke depan, masyarakat akan melakukan gugatan hukum ke pada Pemprov Sumut. Mereka akan bersurat ke sejumlah lembaga negara ihwal konflik ini.

4. Gubernur Edy: Apa hak mereka melakukan pembangkangan?

Polemik Bumper Sibolangit, Warga Bertahan Karena Punya Alas HakGubernur Sumut Edy Rahmayadi (IDN Times/Prayugo Utomo)

Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi mengatakan, penertiban itu dilakukan untuk mengembalikan fungsi Bumi Perkemahan Sibolangit. Dia mengatakan penertiban tetap dilaksanakan dengan pendekatan preventif kepada masyarakat yang memiliki bangunan di Bumper.

"Sudah bertahun ya, tanah tanahnya Pramuka. Apa hak mereka untuk melakukan pembangkangan," sebut Gubernur Edy, Rabu (9/11/2022).

Pihaknya sudah menyampaikan kepada masyarakat untuk melakukan pengosongan. "Kita masih toleransi dan kita masih peringatkan sekali, dua kali, dan tiga kali. Kalau tidak bisa, kita harus tegas," ucap mantan Pangkostrad itu.

Edy bersikukuh jika lahan itu milik Pramuka Sehingga mereka akan mempertahankannya. "Negara tidak boleh kalah, sama orang-orang berbuat salah. Itu milik Pramuka, kalau itu diambil orang. Terus Pramuka mau kemana kedepan?," kata Edy.

5. Edy minta masyarakat tunjukkan alas hak

Polemik Bumper Sibolangit, Warga Bertahan Karena Punya Alas HakGubernur Sumut Edy Rahmayadi didampingi Kepala Dinas Kominfo Sumut Irman Oemar menjawab pertanyaan wartawan, di Rumah Dinas Gubernur Jalan Jenderal Sudirman Nomor 41 Medan (Istimewa/IDN Times)

Edy mempersilahkan masyarakat jika hendak menempuh jalur hukum. Apalagi jika memiliki alas hak yang jelas dan legal.

"(surat sertifikat tanah) Mana?, tunjukkan aja dokumennya, kalau dia punya dokumen kita kasih kan. Karena Pramuka dia punya sertifikat," ucap Gubernur Edy.

Pemprov Sumut tidak akan memberikan ganti rugi pembongkaran bangunan kelak. Pihaknya akan melakukan penjagaan di kawasan itu. 

Baca Juga: [BREAKING] Massa Demo di Sibolangit, Jalur Medan-Berastagi Macet Total

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya