Penyerobotan Kawasan Lindung Karang Gading, Kebun Sawit Akuang Disita
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Langkat, IDN Times – Kasus dugaan korupsi alih fungsi kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading – Langkat Timur Laut (SM KGLTL) terus berlanjut. Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara melakukan penyitaan lahan perkebunan sawit milik Alexander Halim alias Akuang yang masuk ke dalam kawasan SM Karang Gading.
Penyitaan itu dilakukan di Desa Tapakkuda, Kecamatan Tanjungpura, Kabupaten Langkat, Selasa (8/11/2022). Tim Penyidik Pidana Khusus Kejati Sumut bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut, kepolisian dan TNI melakukan pemasangan plang tanda objek disita.
“Penyitaan lahan tersebut dan telah mendapatkan penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri Medan Kelas IA yang pada pokoknya memberikan ijin kepada Penyidik dari Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara untuk melakukan penyitaan terhadap tanah tersebut,” ujar Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara Yosgernold A Tarigan, Rabu (9/11/2022).
1. Luas lahan yang disita 105,952 Hektare
Dalam kasus ini, ada 210 hektare lahan SM KGLTL yang dikuasai Alexander. Jika dikonversikan, lahan seluas itu bisa digunakan untuk membuat 194 lapangan bola berstandar FIFA. Total luas satu lapangan sepak bola yakni 10.800 meter persegi atau 1,08 hektare.
Penelusuran IDN Times sebelumnya, ada 60 sertifikat yang terbit di atas lahan itu. Penyitaan dilakukan setelah terbitnya Surat Penetapan Pengadilan Negeri Medan No: 39/SIT/PID.SUS/TPK/2022/PN.MDN.
Tidak seluruh lahan yang dikuasai Akuang disita. Kata Yosgernold, penyitaan dilakukan terhadap 105,952 hektare. “Sisanya tidak dilakukan penyitaan. Karena yang pasti dikuasainya berdasarkan sertifikat hak milik adalah 105,952 hektare. Sisanya secara langsung memang kendali BBKSDA Sumut,” kata Yos.
Hingga saat ini, Kejati Sumut masih menunggu hasil kajian ahli ekonomi dan lingkungan untuk menghitung berapa kerugian negara karena alih fungsi lahan yang dilakukan.
"Tim ahli lingkungannya berasal dari IPB dan ahli keuangan/ekonomi dari UGM. Untuk perkembangan selanjutnya akan disampaikan secepatnya, " kata Yos.
Baca Juga: Sulap Sertifikat Lahan Mangrove Hutan Langkat
2. Kuasai lahan pakai modus koperasi serba usaha
Dalam kasus ini, Akuang menggunakan Koperasi Serba Usaha (KSU) Sinar Tani Makmur untuk menguasai lahan. Sertifikat lahan yang terbit awalnya atas nama perorangan. Sebelumnya, Yos-sapaan akrabnya- menjelaskan gambaran mulai dari jual beli lahan hingga penerbitan sertifikat. Akuang mulai membeli lahan yang dikuasainya pada rangkaian 2009 hingga 2012. Namun dalam akta jual beli, dia menggunakan nama-nama karyawannya.
Dalam rentang waktu itu satu per satu sertifikat terbit. Termasuk nama Akuang sendiri. Kejati Sumut mensinyalir ada keterlibatan perangkat desa dalam alih fungsi kawasan ini.
Temuan Kejati Sumut menunjukkan, pada 2013, sertifikat yang masih menggunakan identitas orang lain dibaliknamakan oleh Akuang. Kini sebagian besar dari 60 sertifikat yang terbit sudah atas nama dirinya.
3. Sudah 40 saksi diperiksa, belum ada penetapan tersangka
Kasus penyerobotan kawasan lindung ini sudah bergulir hampir setahun di Kejaksaan. Belum ada satupun yang ditetapkan menjadi tersangka. Kabar teranyar, tidak kurang dari 40 saksi yang sudah diperiksa.
Di antara saksi, ada sejumlah nama mantan pejabat di antaranya; DH (Kepala BPN Langkat 2002-2004), SMT (Kepala BPN Langkat 2012), Nurhayati (Kepala BPN Langkat 2009 - 2012), Saut Ganda Tampubolon (Kepala BPN Langkat 2013). Kasten Situmorang (KS) (Kepala BPN Langkat 2015), dan RM selaku mantan Kepala Seksi Penetapan Lahan pada Kantor BPN Langkat.
Kejaksaan juga sudah memeriksa Alexander Halim alias Akuang (AK) yang merupakan pemilik lahan. Kemudian R alias A (mantan karyawan perusahaan yang mengelola perkebunan kelapa sawit), R (Ketua Koperasi STM), Kepala Desa Tapak Kuda Imran. Termasuk Camat dan lainnya yang terlibat dalam koperasi.
Kejati Sumut sudah melakukan penggeledahan di dua lokasi. Kantor Pertanahan Langkat dan Kantor Wilayah Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sumut. Tim membawa banyak dokumen dan data dari dua tempat yang digeledah untuk melengkapi barang bukti.
Deforestasi SM KG-LTL menyumbang angka dalam hilangnya 60 persen hutan mangrove Pantai Timur 30 tahun terakhir. Riset Pakar Kehutanan USU Onrizal menunjukkan kondisi SM KG-LTL pada 1989 memiliki mangrove 11.179,09 hektare. Dalam tiga dekade, bakau yang hilang mencapai 25 persen atau 2.871 hektare. Pada 2018, hutan mangrove yang tersisa tinggal 8.303,35 hektare.
“Hilangnya kawasan disebabkan perluasan perkebunan sawit serta tambak. Kondisi ini membuat nelayan kehilangan 40 persen pendapatannya,” jelasnya.
Musnahnya 100 hektare mangrove berakibat pada hilangnya lebih kurang 1,2 ton udang. Karena udang bergantung pada ekosistem mangrove yang sehat. Hasil riset lainnya menunjukkan dua per tiga biota laut menghuni hutan mangrove yang baik.
Sebelum ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa lewat SK Menhut Nomor 579/2014, Langkat Timur Laut dan Karang Gading adalah kawasan hutan dengan Zelfbestuur Besluit (ZB) atau surat keputusan masing - masing pada 1932 dan 1935 yang disahkan dengan Besluit (ketetapan) Seripadoeka Toean Besar Goeverneur dari Pesisir Timoer Poela Pertja. Luas hutan di Karang Gading adalah 6.425 hektare dan Langkat Timur Laut 9.520 hektare.
Kemudian dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 811/Kpts/Um/11/1980 tanggal 5 November 1980, kedua kawasan tersebut ditunjuk sebagai Suaka Alam Cq. Suaka Marga Satwa. Secara administratif, SM KG-LTL terletak di Kecamatan Hamparan Perak dan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang serta di Kecamatan Secanggang dan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat dengan total luas 15.765 hektare.
Baca Juga: Banjir di Langkat Kian Meluas, Warga Keluhkan Bantuan Minim