Panut Hadisiswoyo: Pemerintah Harus Kerja Keras Mempertahankan Hutan

“Jaga hutan, maka hutan menjaga kita”

Medan, IDN Times – Memeringati Hari Hutan Sedunia yang jatuh pada 21 Maret 2022, founder Yayasan Orangutan Sumatra Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) Panut Hadisiswoyo memberi sejumlah catatan penting. Khususnya pada kondisi hutan di Sumatra Utara.

Laki-laki yang kini menjabat sebagai Dewan Kehutanan Daerah (DKD) Sumut itu mengatakan, saat ini kondisi hutan di Sumut sudah kritis. Deforestasi masih terus terjadi saban tahun.

“Saya sangat meyakini Kalau kita menjaga hutan, pasti hutan akan  menjaga kita,” ujar Panut dalam dialog interaktif peringatan Hari Hutan Sedunia dan Hari Air Sedunia yang diselenggarakan atas inisiatif komunitas Kampung Sendiri Lestari dan sejumlah lembaga pegiat lingkungan di Kota Medan, Selasa (22/3/2022).

1. Pemerintah hanya berfokus pada penanganan masalah di hilir

Panut Hadisiswoyo: Pemerintah Harus Kerja Keras Mempertahankan HutanPanut Hadisiswoyo didapuk menjadi Dewan Kehutanan Daerah Sumut Periode 2021 - 2026. (Regina Safri for IDN Times)

Kerusakan kawasan hutan berakibat pada bencana ekologis yang kerap  terjadi di Sumut dalam beberapa tahun terakhir. Tanah longsor, banjir bandang dan banjir di perkotaan terus terjadi sepanjang tahun.

Kata Panut, saat ini pemerintah seakan hanya berfokus pada penanganan bencana yang merupakan hilir masalah. Sedangkan pada hulu masalah, terkesan belum menjadi prioritas.

“Jadi kalau kita terlena dan hanya berfokus pada penanganan bencana, saya khawatir kita akan sibuk dengan penanganan bencana, tapi kita kurang fokus bagaimana menekankan pengelolaan di hulu,” ujar Panut.

Harusnya, jika pemerintah memberikan prioritas lebih, kata Panut dampaknya akan menjadi investasi panjang. Bahkan bisa menjadi warisan penting bagi generasi selanjutnya.

Baca Juga: Perjuangan Panut Hadisiswoyo, 20 Tahun Menjaga Ekosistem Hutan

2. Luas hutan di Sumut masih cukup, namun kondisi tutupannya tergerus

Panut Hadisiswoyo: Pemerintah Harus Kerja Keras Mempertahankan HutanIlustrasi Korindo melakukan penebangan lahan hutan untuk membuka kebun sawit (Dokumentasi Greenpeace)

Dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 579/Menhut-II/2014 luas kawasan hutan di Sumut berkisar 3.010.160,89 Ha. Luas ini sekitar 41,25 persen dari total luas Sumut yang mencapai 7,3 Ha. Kawasan ini terdiri dari; Hutan Konservasi seluas ± 424.476,01 Ha; Hutan Lindung seluas ± 1.197.174,58 Ha; Hutan Produksi Terbatas seluas ± 634.521,04 Ha, Hutan Produksi Tetap seluas ± 675.345,69 dan Hutan Produksi Konversi seluas ± 78.643,58 Ha.

Total luasan ini menyusut sekitar 700 ribu Ha dari ketetapan sebelumnya  pada SK.44/Menhut-II/2005 seluas sekitar 3.742.120 Ha.

Kata Panut, luas kawasan hutan itu masih ideal. Namun tidak dengan kondisi tegakan yang ada di dalamnya.

“Bukan berarti kondisi hutan yang cukup baik tutupannya, Di dalamnya, masih ada juga tumpang tindih. Ada perkebunan, ada pemukiman dan faktor lainnya. Masih begitu banyak desa ada di kawasan hutan. Saat ini, kita masih perlu merumuskan standing poin luas hutan kita sebenarnya berapa?” ungkapnya.

3. Pemerintah harus kerja lebih keras lagi untuk menjaga kawasan hutan tidak berkurang

Panut Hadisiswoyo: Pemerintah Harus Kerja Keras Mempertahankan HutanPotret perkebunan milik warga berbatasan langsung Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). (Saddam Husein for IDN Times)

Panut mendorong pemerintah untuk bekerja keras mempertahankan hutan. Jangan sampai, jumlah kawasan hutan terus menurun setiap tahunnya. Jika upaya ini terus dilakukan dengan melibatkan lintas sektor, maka potensi bencana ekologis juga akan terus  berkurang. Salah satu solusi terbaik adalah konservasi hutan yang tersisa di Sumut.

“Ini harusnya menjadi rencana jangka panjang dari Kehutanan di Sumut. Kalau ini belum dituntaskan, maka ini mengambang ketika nanti akan melakukan rencana pengelolaan. Penanganan kehutanan, sudah sangat darurat. Hutan yang tersisa harus dipertahankan. Jika tidak akan ada bencana terus menerus,” tukasnya.

“Masih ada ketidakmampuan pemerintah ketika ada perambahan, mafia lahan, yang kemudian menggerus kawasan hutan. Kebijakan sebenarnya sudah  ada. Tapi pelaksanaannya yang belum bisa mengintegrasikan semua aspek. Kalau kita fokus pada perlindungan kawasan, ini bisa menjadi investasi yang terus diperluas,” pungkasnya.

Baca Juga: Hari Hutan Sedunia 2022: Yuk Jaga Rimba, Perangi Perubahan Iklim!

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya