Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen, Pengamat: Jokowi Keliru!

Harusnya ada solusi lain

Medan, IDN Times - Kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menuai polemik. Kebijakan yang diterbitkan Presiden Jokowi, belum lama usai pelantikan periode keduanya.

Pengamat Kebijakan Politik Dadang Darmawan mengatakan, kebijakan itu harus dievaluasi kembali. Karena dinilai membebani masyarakat.

1. Kenaikan iuran jadi beban masyarakat

Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen, Pengamat: Jokowi Keliru!(Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta) ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Dadang Darmawan menjelaskan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan sangat merugikan masyarakat. Harusnya, jika alasannya karena defisit, pemerintah tidak seharusnya membebankannya kepada masyarakat.

“Kenaikan 100 persen sangat merugikan masyarakat. Seolah-olah penyelesaian tunggakan BPJS itu dibebankan kepada masyarakat. Tidak pantas jika dititikberatkan kepada masyarakat. Karena kita tahu BPJS ini harusnya peran pemerintah,” kata Dadang, Senin (4/11).

2. Pemerintah harusnya meningkatkan pelayanan masyarakat, bukan malah menaikkan iuran

Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen, Pengamat: Jokowi Keliru!ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Harusnya, kata Dadang, pemerintah meningkatkan pelayanan kesehatan daripada menaikkan iuran.

Karena saat ini, masyarakat banyak yang tidak puas dengan pelayanan kesehatan di Indonesia. “Mestinya ada terobosan lain di luar upaya menaikkan iuran BPJS,” ungkapnya.

Sebuah keanehan jika pemerintah malah menaikkan iuran BPJS. Karena harusnya biaya pelayanan masyarakat itu harusnya semakin murah.

3. Menaikkan iuran BPJS bukan solusi tutupi defisit

Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen, Pengamat: Jokowi Keliru!ilustrasi/ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Dadang sepakat dengan berbagai penolakan kenaikan iuran dari berbagai kalangan. Pemerintah dituntut mengambil langkah-langkah yang lebih bijak.

“Kita berharap pemerintah mengambil langkah langkah yang lebih adil supaya tidak menyamaratakan kenaikan ini. Khususnya masyarakat kelas bawah. Harapannya kenaikan ini tidak perlu,” ucapnya.

Jika alasan pemerintah kenaikan BPJS untuk menutupi defisit, cara ini dianggap bukan penyelesaiaan. Pemerintah bisa menutupi defisit dengan efisiensi dan pengawasan cara kerja BPJS dan di rumah sakit.

Baca Juga: Dikritik karena Naikkan BPJS, Jokowi: 96 Juta Rakyat Sudah Digratiskan

4. Kenaikan iuran BPJS harus ditinjau kembali

Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen, Pengamat: Jokowi Keliru!IDN Times / Auriga Agustina

Dengan banyaknya penolakan itu, Jokowi harus meninjau kembali kenaikan iuran BPJS. Yang paling penting dilakukan adalah peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

“Kenaikan iuran ini saya anggap cara mudah pemerintah dengan membebankan kepada masyarakat. Perpres itu harus ditinjau kembali, karena Presiden Jokowi keliru jika harus menaikkan iuran” ungkapnya.

5. Perpres BPJS dikeluarkan pasca beberapa hari pelantikan Jokowi

Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen, Pengamat: Jokowi Keliru!IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Sebelumnya, Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo resmi menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja sebesar 100 persen.

Klausul kenaikan iuran BPJS itu dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres itu diteken Jokowi Meskipun baru dimulai tahun depan, kebijakan itu sudah ditolak sejak dalam pembahasan.

"Bahwa untuk meningkatkan kualitas dan kesinambungan program jaminan kesehatan perlu dilakukan penyesuaian beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan," tulis Perpres tersebut.

Dalam Perpres 75/2019 menetapkan penyesuaian iuran peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional seperti yang direkomendasikan Kementerian Keuangan, seperti yang disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada rapat bersama Komisi IX DPR RI Agustus lalu.

Di Pasal 34 Perpres 75/2019, tarif iuran kelas Mandiri III dengan manfaat pelayanan di ruang kelas perawatan kelas III naik Rp16.500 dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per peserta per bulan.

Sementara, iuran kelas mandiri II dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu per peserta per bulan. Untuk iuran kepesertaan BPJS Kesehatan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I juga melonjak dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per peserta per bulan. Besaran iuran tersebut akan berlaku pada 1 Januari 2020.

Sementara besaran iuran untuk peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) baik ASN, TNI-Polri, pegawai BUMN, dan karyawan swasta yaitu 5 persen dari upah per bulan, dengan batas maksimal upah sebesar Rp12 juta. Ketentuan 5 persen tersebut yakni 4 persen dibayarkan oleh pemberi kerja, dan 1 persen dibayarkan oleh peserta melalui pemotongan gaji.

Ketentuan besaran iuran untuk peserta PPU ASN, TNI-Polri, pegawai BUMN, mulai berlaku pada 1 Oktober 2019. Sementara untuk PPU dari badan usaha swasta mulai berlaku per 1 Januari 2020.

Baca Juga: RESMI! Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen, Segini Tarif Barunya

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya