Hari HAM 2021, Kasus Pelanggaran di Sumut Kian Menggunung

Defisit penanganan, surplus jumlah kasus

Medan, IDN Times – 10 Desember menjadi momentum Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional sejak dideklarasikan pada 1948 dan dimulai pada 1950 silam. Tahun ini, Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mengangkat tema soal kesetaraan.

Di Sumatra Utara, hari HAM dirayakan dengan berunjuk rasa. Massa dari beberapa elemen seperti organisasi mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil menggelar unjuk rasa di Tugu Nol Kota Medan, Jumat (10/12/2021) petang.

Mimbar bebas digelar. Sejumlah massa menyampaikan orasi hingga membaca puisi. Massa juga membawa poster tanda protes terhadap kasus – kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Sumut. Yang paling menarik perhatian adalah, poster ‘Menolak Lupa’, yang dipajang. Poster ini adalah bentuk protes terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang sampai sekarang belum juga tuntas. Sebut saja kasus pembunuhan pegiat HAM dan pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Munir Said Thalib pada 2004 lalu. Sampai sekarang, keluarga Munir masih mencari keadilan atas kasus itu.

1. Pelanggaran HAM di Sumut: Defisit penyelesaian, surplus kasus

Hari HAM 2021, Kasus Pelanggaran di Sumut Kian MenggunungKoordinator Aksi Hari HAM Internasional 2021 di Sumut Dinda Azzahra. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Koordinator Aksi Dinda Azzahra mengtakan, Sumatra Utara masih menjadi sorotan dengan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi. Staff Informasi Dan Dokumentasi KontraS Sumut ini mengatakan, lembaganya sudah melakukan monitoring terhadap kasus-kasus yang ada. Jumlahnya tetap signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Penghimpunan jumlah kasus dilakukan dengan monitoring media massa, pengaduan korban dan lainnya.

“Kasus-kasus klasik seperti konflik agraria masih terus terjadi di Sumut dan mendominasi. Kemudian disusul kasus-kasus kekerasan dan penyiksaan yang diduga dilakukan oleh aparat penegak hukum. Defisit dalam konteks penyelesaian dan surplus dalam hal jumlah pelanggaran,” ujar Dinda disela aksi.

2. Ada peningkatan kasus pada konflik agraria

Hari HAM 2021, Kasus Pelanggaran di Sumut Kian MenggunungAksi peringatan Hari HAM Internasional 2021 di Kota Medan, Sumatra Utara, Jumat (10/12/2021). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Catatan KontraS pada konflik agraria belum menunjukkan ada perbaikan. Angkanya tidak berubah dari tahun sebelumnya.

Sepanjang 2021 terjadi 34 titik konflik di Sumatera Utara. Tidak jauh berbeda dari dua tahun sebelumnya, yakni 31 titik konflik pada 2020 dan 23 titik konflik pada 2019.

“Angka-angka tersebut menunjukan bahwa upaya penyelesaian konflik agraria di Sumatera utara masih jalan ditempat” ungkap Dinda.

Kasus yang paling menyita perhatian publik adalah Eks HGU PTPN II. Di lain pihak, saat ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Pemprov Sumut mengatakan akan menuntaskan lima kasus besar. Antara lain, Eks HGU PTPN II, HGU No 171/Simalingkar, HGU No 92/Sei Mencirim, Pembangunan Sport Center dan Konflik Tanah Sari Rejo.

“Namun bagi KontraS, konflik agraria di Sumatera Utara jauh lebih luas dan tidak sesederhana itu. Persoalan diatas lahan HGU PTPN II saja, menurut Kontras menghadirkan begitu banyak konflik dan saling klaim penguasaan. Sebut saja, HGU No 54,55 di Binjai Timur (Tunggurono), HGU No 113 di Kecamatan Batang Kuis (Bandar Klipa), HGU No 152 di Percut Sei Tuan (Sampali), HGU No 111 di Labuhan Deli (Helvetia) hingga HGU No 5 di Stabat (Kwala Bingei). Belum lagi ke depan, areal HGU aktif milik PTPN II tersebut akan digarap menjadi proyek Deli Megapolitan. Potensi Konflik tentu semakin tinggi dan membahayakan” ujar Adinda.

3. Pendekatan penyelesaian konflik agraria secara berkeadilan belum maksimal dilakukan pemerintah

Hari HAM 2021, Kasus Pelanggaran di Sumut Kian MenggunungAksi peringatan Hari HAM Internasional 2021 di Kota Medan, Sumatra Utara, Jumat (10/12/2021). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Secara garis besar, KontraS mengkategorikan akar persoalan konflik agraria di Sumatera Utara menjadi lima jenis. Pertama, konflik akibat tumpang tindih HGU. Kedua, Konflik diatas tanah eks HGU, Ketiga, konflik akibat masuknya pembangunan/industri skala besar. Keempat, konflik imbas belum direalisasinya kebun plasma dan Kelima, konflik dikawasan hutan.

“Masing-masing akar persoalan harusnya diselesaikan dengan menggunakan berbagai pendekatan berkeadilan, sehingga tidak lagi jadi penyumbang kasus tiap tahun,” kata Dinda.

Baca Juga: Surat untuk Jokowi: Upah Murah, Buruh Marah

4. Kasus kekerasan aparat masih menjadi sorotan

Hari HAM 2021, Kasus Pelanggaran di Sumut Kian MenggunungAksi peringatan Hari HAM Internasional 2021 di Kota Medan, Sumatra Utara, Jumat (10/12/2021). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Sektor lain yang selalu menyumbangkan angka signifikan dalam pelanggaran HAM di Sumut adalah kasus kekerasan dan penggunaan kekuatan berlebihan aparat keamanan. Dalam konteks ini, kepolisian masih menjadi aktor utama dalam pelanggaran.

Sepanjang 2021, KontraS mencatat kepolisian terlibat di dalam 91 kasus dugaan pelanggaran HAM. Kontras memberikan sorotan khusus terkait penggunaan senjata api oleh aparat kepolisian. Terdapat 69 kasus penggunaan senjata api yang mengakibatkan 78 orang terluka dan 11 orang meninggal. Semuanya dilakukan dengan dalih tindakan tegas terukur.

“Pada dasarnya, kami mendukung pada penegakan hukum. Namun ada begitu banyak kerancuan dalam tafsir tindakan tegas dan terukur. Padahal harusnya bisa diukur melalui prinsip nesesitas dan proporsionalitas sebagaimana dimandatkan dalam PERKAP Nomor 8 Tahun 2009,” katanya.

Di banyak kasus, kata Dinda, proses tembak mati para pelaku kejahatan ini justru dianggap sebagai sebuah prestasi. Padahal jika dikaji lebih jauh, penggunaan kekuatan berlebihan yang mengarah pada praktek extra judicial killing ini tidak berdampak signifikan dalam menurunkan angka kejahatan.

Dari mayoritas kasus yang disorot KontraS, keterlibatan TNI dalam dugaan pelanggaran HAM terkait dengan motif pengamanan juga menjadi polemik. Baik pengamanan atas bisnis illegal maupun dalam konteks pengamanan di arel konflik agraria. KontraS mencatat 9 kasus dugaan pelanggaran HAM yang melibatkan TNI.

“Kematian Mara Salem, jurnalis yang ditembak oknum TNI dan proses back up saat penggusuran rumah pensiunan PTPN II di Helvetia bisa jadi contoh,” tegasnya.

5. Kasus tahanan mati menambah citra buruk kepolisian

Hari HAM 2021, Kasus Pelanggaran di Sumut Kian MenggunungAksi peringatan Hari HAM Internasional 2021 di Kota Medan, Sumatra Utara, Jumat (10/12/2021). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Adinda menambahkan, persoalan tahanan mati di kantor polisi turut menyita perhatian publik. Dari data yang KontraS miliki, terjadi 7 kasus tahanan mati saat berada dalam sel kepolisian sepanjang 2021.

Di tahun lalu, KontraS juga mencatat 12 kasus tahan mati. Penyebab kematian kerap kali menghasilkan silang pendapat. Polisi beralasan, tahanan meninggal karena sakit. Sedangkan pihak keluarga menduga terjadi praktek kekerasan.

6. Angka kasus penyiksaan di Sumut juga masih tinggi

Hari HAM 2021, Kasus Pelanggaran di Sumut Kian MenggunungAksi peringatan Hari HAM Internasional 2021 di Kota Medan, Sumatra Utara, Jumat (10/12/2021). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Sebagai organisasi yang fokus dalam kajian dan advokasi isu-isu Penyiksaan, KontraS juga melampirkan data yang semakin menjukkan kasus-kasus pelanggaran HAM masih marak di Sumut.

Totalnya ada 11 kasus dugaan penyiksaan terjadi sepanjang 2021. Sepemantauan KontraS, ada empat orang meninggal karena penyiksaan. Angka ini tidak jauh berbeda dari tahun lalu dengan 13 kasus.

“Khusus penyiksaan, dari sisi aktor 7 kasus melibatkan kepolisian sebagai pelaku. 2 kasus melibatkan TNI, sisanya dilakukan sipir lapas dan sesama tahanan” jelas Dinda.

7. Ruang demokrasi yang kian sempit menambah surplus kasus pelanggaran HAM

Hari HAM 2021, Kasus Pelanggaran di Sumut Kian MenggunungAksi peringatan Hari HAM Internasional 2021 di Kota Medan, Sumatra Utara, Jumat (10/12/2021). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Faktor lain yang dalam pandangan KontraS menyebabkan surplusnya pelanggaran HAM ditenggarai makin sempitnya ruang berekspresi masyarakat sipil. Hal ini bisa dilihat dari semakin biasanya penggunaan UU ITE dalam menjerat mereka yang berbeda pendapat.

Pun demikian dalam hal penanganan aksi demonstrasi yang masih menggunakan cara-cara represif. Sempitnya ruang berekspresi itu juga bisa diukur dari kondisi kebebasan pers di Sumatera Utara. Kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis menjadi satu fenomena yang marak terjadi.

“KontraS mencatat, sepanjang 2021 total 13 kasus kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis mengakibatkan 1 orang meninggal dan 1 orang luka berat. Akar masalahnya berkaitan dengan pemberitaan yang dianggap menyerang pihak pelaku. Sebagai informasi, dari 13 kasus, 2 diantaranya menggunakan jerat Hukum UU ITE sebagai ancaman,” katanya.  

Dinda menegaskan, berbagai bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di Sumut adalah persoalan klasik. Harusnya bisa diminimalisir dengan berbagai evaluasi dan ketegasan penindakan pelanggarnya.

“Tapi pada kenyataan, soal-soal yang sama selalu terulang. Agak aneh melihat seabrek persoalan HAM di Sumatera Utara ini kok tidak menjadi prioritas dan cenderung diabaikan. Alhasil, jumlah pelanggaran semakin menumpuk dan upaya penyelesaian tidak pernah jelas,” pungkasnya.

Baca Juga: Oknum Polisi Arogan Marak, KontraS: Karena Minimnya Proses Hukum

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya