Ditemukan Warga di Jalan, Seekor Tenggiling Dipulangkan ke TNGL
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Langkat, IDN Times – Seekor tenggiling atau biasa disebut trenggiling dilepasliarkan ke Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Jumat (15/7/2022). Satwa bernama latin manis javanica itu, sebelumnya ditemukan oleh warga bernama Edison di Dusun Ujung Langkat, Desa Telagah, Kecamatan Sei Bingei, Kabupaten Langkat.
Satwa berkulit keras itu ditemukan Edison saat dirinya hendak pulang dari ladangnya, sekitar pukul 11.00 WIB.
“Tenggiling itu ditemukan di jalan. Lalu Pak Edison membawa trenggiling itu ke rumah,” kata Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) V TNGL Palber Turnip, Jumat malam.
1. Masyarakat menghubungi BBTNGL karena mengetahui tenggiling adalah satwa dilindungi
Edison mengetahui jika tenggiling merupakan satwa dilindungi. Dia kemudian menghubungi petugas BBTNGL. Satwa itu kemudian diserahkan pada Rabu petang.
“Rabu petang, petugas kita bersama mitra dari Sumeco Eco Project (SUMECO) langsung ke rumah Edison. Satwa itu kemudian diserahkan kepada kita,” ungkapnya.
Satwa kemudian dibawa ke Bukit Lawang untuk diperiksa kesehatannya dan perilaku liarnya. “Kita cek dan kita lihat, kesehatan tenggiling cukup baik dan kita putuskan untuk dilepasliarkan,” ujarnya.
Tenggiling kemudian dilepasliarkan ke dalam kawasan TNGL pada Jumat pagi. Pihak BBTNGL juga sudah berkoordinasi dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut.
Baca Juga: Vaksin PMK Disebar, Hewan Ternak di Langkat Mulai Disuntik
2. Tenggiling punya peranan penting dalam ekosistem
Palber mengapresiasi Edison yang sudah memiliki kesadaran tentang pelestarian hutan. Khususnya terhadap satwa yang menjadi bagian di dalamnya. Sehingga upaya perlindungan terhadap hutan semakin masif.
Palber menegaskan, trenggiling memiliki peran penting bagi kelangsungan ekosistem. Tenggiling adalah pengendali populasi rayap di habitatnya. Melansir Mongabay, seekor tenggiling bisa memakan sampai 20 ribu ekor rayap dalam sehari.
“Bisa terbayang jika populasi trenggiling hilang. Maka populasi rayap akan menjadi over. Ini adalah ancaman bagi tanaman. Bahkan bangunan untuk pemukiman,” katanya.
Satunya-satunya ancaman besar bagi keberlangsungan trenggiling adalah manusia. Tingkat perburuan terhadap trenggiling masih masif terjadi. Baik perdagangan trenggiling hidup, hingga sisik dan dagingnya. Dalam daftar International Union for Conservation of Nature (IUCN) tenggiling atau trenggiling dalam status kritis (critically endangered).
“Campur tangan manusia, harusnya bisa menjaga kelestariannya. Bukan malah melakukan perburuan yang bisa berdampak buruk pada rantai makanan dan ekosistem. Manusia, harus memastikan unsur biodiversitas harus tetap ada. Karena dampaknya juga akan dirasakan oleh manusia,” ungkapnya.
3. Kolaborasi dengan masyarakat terus digalakkan untuk jaga ekosistem
Kata Palber, dalam upaya perlindungan terhadap ekosistem pihaknya sangat bergantung kepada masyarakat. Di wilayah Palber bertugas, dirinya mencoba membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya kawasan TNGL.
“Dengan wilayah TNGL yang cukup luas, tidak bisa kita lakukan sendiri. Sehingga, kita membangun kolaborasi dengan masyarakat. Saat ini kita lihat, kolaborasi ini cukup efektif,” ujarnya.
Palber optimis, jika kawasan TNGL terjaga, maka akan berdampak positif kepada masyarakat di sekitarnya. Dengan menjaga, masyarakat akan mendapatkan manfaat ekonomi dan ekologi.
“Kami juga sangat terbantu. Ketika ada satwa ke luar dari dalam hutan, kelompok-kelompok yang kita bentuk langsung melaporkannya. Sehingga ada tindakan mitigasi yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir konflik satwa dengan manusia,” pungkasnya.
Baca Juga: Selama 2022, 17 Terdakwa Narkoba Divonis Hukuman Mati di Banda Aceh