Pro-Kontra RUU Permusikan, Kover Magazine Ajak Dialog Musisi Medan

RUU Permusikan menuai banyak kontra

Medan, IDN Times - Draf Rancangan Undang-undang (RUU) Permusikan menuai banyak penolakan pada kalangan musikus di Indonesia, khususnya kota Medan.

Pasalnya, substansi RUU tersebut dinilai tidak melindungi para musikus dalam berkreasi dengan adanya pasal karet. Apalagi ancaman pidana serta denda atas pelanggaran pasal-pasalnya, terbilang tak sedikit.

Nah, melihat fonomena ini, Kover Magazine mengadakan Kovertalk diskusi bersama mengenai RUU Permusikan.

Berlokasi di Jalan Iskandar Muda, No 133/24 J, acara tersebut tampak ramai dihadiri para musisi kota Medan. Berikut ulasannya!

1. Musik atau seni adalah ekspresi yang tidak bisa dibandingkan dengan unsur komunikasi lain

Pro-Kontra RUU Permusikan, Kover Magazine Ajak Dialog Musisi MedanIDN Times/ Masdalena Napitupulu

Rithaony Hutajulu, MA, musisi dan etnomusikolog, menanggapi adanya RUU Permusikan ini akan menghambat kreativitas musisi dan tidak bisa dibandingkan dengan unsur komunikasi lainnya.

"Seperti RUU pasal 5, yang memang terdengar ideal, tapi musik atau seni adalah ekspresi yang tidak bisa dibandingkan dengan unsur komunikasi lain seperti bahasa," ujarnya.

Ia melanjutkan, bahwa musik itu punya kekuatan untuk mengkritik dan menyampaikan apa saja yang secara verbal tidak bisa tersampaikan.

"Dalam tradisi dunia, musisi punya peran sebagai penjaga kesadaran. Sebenarnya, di situlah kemampuan seorang seniman membuat beberapa orang sadar dan tersinggung," katanya.

Selain itu, saya rasa tidak sehat juga kalau semuanya dilarang, ekspresi seni akan sangat sering terhambat jika sedikit-sedikit dilarang.

Baca Juga: Mulai Senin Depan, KPU Medan Akan Buka 172 Posko Pindah Memilih

2. Undang undang permusikan tidak perlu ada, apalagi pada RUU tersebut tercantum tentang sertifikasi kompetensi

Pro-Kontra RUU Permusikan, Kover Magazine Ajak Dialog Musisi MedanIDN Times/ Masdalena Napitupulu

Sementara, hal yang sama dituturkan oleh Elisantus Sitorus, selaku pemusik independen Kota Medan, ia menuturkan bahwa undang undang permusikan tidak perlu ada, apalagi pada RUU tersebut, tercantum tentang sertifikasi kompetensi.

“Musisi independen merasa bingung akan sertifikasi kompetensi yang dimaksud, karena dalam perkembangannya ada hal penting yang harusnya dibahas tapi tidak dibahas. Hal penting tersebut adalah wadah. Hal ini dalam dunia musik tidak hanya pelaku, namun juga ada wadah yang tidak bisa terpisahkan, ujarnya.

"Jangan lupakan penyelenggara kegiatan karena salah satu contoh wadah adalah penyelenggara kegiatan tersebut,” ungkapnya.

Ia meneruskan, keberadaan undang undang ini, kemungkinan akan menghambat kemajuan musik Indonesia.

3. Sertifikasi kompetensi ini akan memperberat musisi

Pro-Kontra RUU Permusikan, Kover Magazine Ajak Dialog Musisi MedanIDN Times/ Masdalena Napitupulu

DR Junita Batubara, musisi dan akademisi, mengatakan dengan adanya undang undang  seperti sertifikasi kompetensi ini akan memperberat musisi.

“Mengenai sertifikasi, secara akademisi memang sudah ada sertifikasi untuk dosen, mungkin hadir opini mengapa tidak ada sertifikasi untuk seniman. Bisa menurut saya, tapi harus dengan lebih teliti lagi," tegasnya.

4. Para seniman musik tidak bisa dibatasi terkait dunia kreativitas

Pro-Kontra RUU Permusikan, Kover Magazine Ajak Dialog Musisi MedanIDN Times/ Masdalena Napitupulu

Lalu, hadir pula Irwansyah Harahap sebagai Komposer musik dalam diskusi ini.

Ia menuturkan para seniman musik tidak bisa dibatasi terkait dunia kreativitas.

Sebetulnya kekhawatiran tidak terletak pada persoalan dunia permusikan. Intinya kreatifitas jangan disentuh undang-undang.

"Pemusik merasa takut, mau berkarya nanti karyanya SARA, karyanya beginilah atau karyanya begitulah," katanya.

5. Perlu banyak revisi, khususnya perlunya sudut pandang lebih yang mengapresiasi pelaku musik

Pro-Kontra RUU Permusikan, Kover Magazine Ajak Dialog Musisi MedanIDN Times/ Masdalena Napitupulu

Menurut Erucakra Mahameru selaku music publisher, munculnya RUU permusikan kemungkinan mengacu pada keadaan undang-undang perfilman karena musik adalah salah satu ekspresi dari dunia kesenian.

"Namun kalau kita melihat secara konseptualnya, RUU ini berniat baik, walau perlu banyak revisi, khususnya perlunya sudut pandang lebih yang mengapresiasi pelaku musik, dan bukan menghukum pelaku musik,” ucapnya.

6. Sudah pernah ditolak pada tahun 2015 dan kembali dibahas pada tahun ini

Pro-Kontra RUU Permusikan, Kover Magazine Ajak Dialog Musisi MedanIDN Times/ Masdalena Napitupulu

Sementara, menurut Boydo H K Panjaitan, Ketua Komisi C DPRD kota Medan, pembahasan RUU permusikan ini memang sedang dibahas DPR RI dan sebenarnya RUU permusikan sudah pernah ditolak pada tahun 2015 dan kembali dibahas pada tahun ini.

"Namun, dibahas lagi ke badan keahlian DPR, yang kemudian diberikan lagi kepada Program Legislatif Nasional. Nah, muncul lagi lah pada 2018 hingga saat ini. Jadi memang tak semua RUU disahkan, sejak 2017 dari ratusan RUU hanya 6 yang disetujui. “katanya.

Lanjutnya, ia secara pribadi kurang tertarik terhadap RUU permusikan tersebut.

"Saya paham kita sekarang justru merasa sulitnya musik ini dibirokrasi. Untuk itu, khusus di Kota Medan, terutama musisi apabila ada masalah atau tidak menyetujui RUU bisa menyampaikan langsung ke saya," ujarnya.

Baca Juga: Jika RUU Permusikan Disahkan, Kiamat bagi Penyanyi Dangdut?

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya