Cerita Siti Khadijah, Peduli Masalah Perempuan lewat Hapsari

Sosialisasi dan berdayakan perempuan di tengah pandemik

Medan, IDN Times- Urusan perempuan bukan hanya dapur, kasur dan sumur. Hal itu disadari Siti Khadijah sejak bergabung dalam keanggotaan Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (Hapsari). Ia mengaku menjadi sosok yang lebih peduli untuk urusan perempuan. 

Namun, ia menyadari, akses yang terbatas di desa membuat perempuan tidak dapat menerima informasi dengan cepat. 

"Kita di sini, orang-orang desa yang gak punya sekolahan. Terutama perempuan desa, karena kan perempuan desa gak punya akses, mereka gak punya waktu untuk belajar karena urusan ekonomi dan keluarga. Bagaimana mereka bisa belajar lebih baik," ujar Siti yang menjabat Wakil Ketua Pelaksana Harian Hapsari itu kepada IDN Times, Sabtu (28/8/2021). 

1. Peduli terhadap masalah-masalah yang dihadapi perempuan

Cerita Siti Khadijah, Peduli Masalah Perempuan lewat HapsariIlustrasi perempuan Indonesia (IDN Times/Arief Rahmat)

Berangkat dari permasalahan itu, Siti berkeinginan untuk membantu kepentingan perempuan dan peduli terhadap masalah-masalah yang dihadapi perempuan. Hingga pada akhirnya, ia fokus pada Hapsari sejak 2009. 

"Jadi memang, bergabung di Hapsari, terbangun kepeduliannya. Gak bisa melihat orang yang mengalami kekerasan. Di sini, muncul keinginan untuk bantu perempuan lain yang terbatas kemampuannya, gak punya kapasitas. Kalau saya cuma di rumah aja gimana kita mau bantu mereka," katanya.

2. Organisasi perempuan basis akar rumput ini memiliki 200 orang anggota

Cerita Siti Khadijah, Peduli Masalah Perempuan lewat Hapsariunsplash.com/Kylie Lugo

Siti menuturkan, organisasi perempuan basis akar rumput ini memiliki 200 orang anggota saat ini. Mereka yang tergabung, terdiri dari serikat-serikat atau perkumpulan perempuan di tingkat desa. 

Hapsari didirikan 14 Maret 1990 di Desa Sukasari Kecamatan Perbaungan Sumatera Utara. Pada awalnya, dimulai dengan mendirikan Sanggar Belajar Anak bernama “Harapan Desa Sukasari”.

Hingga kemudian, pada 1997, Hapsari menjadi lembaga berbadan hukum dalam bentuk yayasan. Sejak itu, Hapsari memperluas wilayah pengorganisasian dengan strategi membangun organisasi sebagai media untuk penguatan perempuan. 

Baca Juga: Dian Sastro: Menjadi Perempuan Produktif di Era Digital

3. Hapsari dalam kegiatannya, fokus pada pendampingan korban kekerasan seksual

Cerita Siti Khadijah, Peduli Masalah Perempuan lewat Hapsariilustrasi pelecehan seksual. IDN Times/ istimewa

Hingga kini, Hapsari dalam kegiatannya, fokus pada pendampingan korban kekerasan seksual. Kemudian, ikut dalam advokasi penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta berdayakan perempuan di tingkat desa.

Siti mengatakan, saat ini Hapsari mengalami kendala dalam pendampingan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak karena pandemik COVID-19.

"Bagaimana kita mau buat kegiatan pakai zoom? Kan gak bisa. Bagaimana mereka mau buat laporan dan pengaduan lewat telpon. Banyak yang gak bisa. Akhirnya kita membuat layanan perempuan yang mengalami kekerasan, tapi kita batasi," ujarnya

4. Ambil peran dengan membangun layanan berbasis komunitas untuk merespon dampak pandemik COVID-19

Cerita Siti Khadijah, Peduli Masalah Perempuan lewat HapsariGERAK Perempuan lakukan aksi di Monas untuk memeringati hari International Women’s Day, di halaman Monas, Minggu (8/3) (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Baru-baru ini, mereka juga mengambil peran dengan membangun Layanan Berbasis Komunitas (LBK) di desa-desa, untuk merespon dampak pandemik COVID-19. 

Di tengah pandemik, kata Siti, mereka juga aktif melakukan sosialisai penanganan pandemik COVID-19. "Kalau kita sih, lebih mengedukasi ke kelompok. Misalnya dalam satu pertemuan, kita mengumpulkan 10 orang dalam satu kelompok," ucapnya. 

5. Coba membantu perjuangkan kurangnya informasi pencegahan pandemik COVID-19 di tingkat desa

Cerita Siti Khadijah, Peduli Masalah Perempuan lewat HapsariIlustrasi pandemik COVID-19. (ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat)

Kata Siti, masalah yang muncul saat pandemik adalah ketika kurangnya informasi pencegahan pandemik COVID-19 di tingkat desa. "Sebetulnya mereka gak sadar kena pandemik COVID-19. Padahal faktanya di wilayah pendampingan kami, setiap hari itu ada 3-4 orang yang meninggal setiap hari. Orang sakit bisa tiga orang dalam serumah," ucap Siti.  

"Sejak dari awal COVID-19 itu, Lely Zailani, Ketua Hapsari, belajar di Relawan Pejuang COVID-19. Di sana belajar bagaimana membuat produk minuman Samilakor (Sari Minuman Rempah Asli Lawan Korona) yang berbahan rempah-rempah oleh Dr Tifauzia Tyassumma M.Sc, seorang dokter, Akademisi, Peneliti dalam Nutrional Epydemiologi dan Integrative Health," tambahnya.

Siti mengaku, saat ini masih banyak warga yang belum dapat bantuan dari pemerintah. Ia bahkan sudah beberapa kali mendata anggota di tingkat desa, namun belum ada kejelasan sampai saat ini.

"Ada kita catat ratusan orang, sudah didata dan daftarkan tapi sampai sekarang belum merata. Bahkan yang kita dampingi itu, sedihnya, para ibu-ibu gak bisa cek sendiri bantuan mereka. Harus ditemani ke bank," ucap Siti.

"Bahkan mereka juga gak tahu kapan bantuan sudah masuk, katanya pemerintah akan kirim notifikasi lewat SMS, tapi ternyata gak ada. Ya, jadi kita cek langsung sendiri. Kita gak tahu siapa aja yang dapat," sambung perempuan yang jadi relawan sosial sejak 1998 ini. 

Baca Juga: 5 Cara Mendukung Perempuan untuk Terus Berkarya, Gak Sulit!

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya