Beda Sikap Prabowo Terima Kemenangan Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019  

Akankah Prabowo dan Jokowi rekonsiliasi?

Jakarta, IDN Times - Prabowo Subianto dua kali kalah melawan Joko “Jokowi” Widodo di ajang pemilihan presiden (pilpres). Dari data yang dikumpulkan IDN Times, Sikap Prabowo pada Pilpres 2019, seperti mengulang cerita yang terjadi saat Pilpres 2014 lalu, di mana kala itu dia berpasangan dengan Hatta Rajasa. Dalam menolak hasil pilpres, ia berniat mengirim bukti kecurangan sebanyak 10 kontainer.

Tidak hanya itu, ia juga menyampaikan narasi yang sama di pidatonya. Dalam pidato yang terekam di YouTube pribadinya pada 25 Juli 2014, Prabowo menyatakan prihatin pada kondisi bangsa Indonesia. Dia juga menolak hasil pilpres saat itu dan kemudian menempuh jalur hukum.

“Sejarah mencatat semua” sepertinya melengkapi jalan cerita Prabowo Subianto,. Bedanya, di Pilpres 2019 setidaknya ia legowo dengan menghormati putusan MK.

Lalu seperti apa beda sikap Prabowo dalam menerima kekalahan saat Pilpres 2014 dan Pilpres 2019?

Baca Juga: Ucapkan Selamat ke Jokowi, Acara Relawan Prabowo-Sandi Berakhir Ricuh

1. Prabowo cenderung tenang dalam pidato kekalahan Pilpres 2019

Beda Sikap Prabowo Terima Kemenangan Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019  IDN Times/Irfan Fathurohman

Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menolak seluruh gugatan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dalam sidang sengketa Pilpres, Kamis 27 Juni lalu. 

Menanggapi keputusan ini, Ketua Umum Partai Gerindra itu langsung menggelar jumpa pers ditemani elite partai pengusungnya. Dalam kesempatan itu, Prabowo menyatakan menghormati putusan MK.

Saat itu ia ditemani Sandiaga Uno, Sekjen Partai Berkarya Priyo Budi Santoso, SekjenPartai Demokrat Hinca Pandjaitan, Sekjen PAN Eddy Soeparno, dan Ketua Umum PKS Sohibul Iman.

Reaksi Prabowo cenderung tenang setelah mengetahui hasil sidang putusan MK pada Kamis lalu. Saat menyampaikan pidato pun, Prabowo tidak menunjukkan ekspresi yang berlebihan. Dalam pidatonya, Prabowo mengatakan, pihaknya menghormati putusan MK terkait sidang sengketa Pilpres 2019.

“Walaupun kami mengerti bahwa keputusan tersebut sangat mengecewakan para pendukung Prabowo-Sandi, partai Koalisi Indonesia Adil Makmur, dan mengecewakan kami sendiri, serta seluruh tim pemenangan kita, namun kita semua sepakat akan tetap patuh dan mengikuti jalur konstitusi kita, yaitu UUD RI 1945 dan sistem perundang-undangan. Maka dengan ini kami menghormati hasil keputusan Mahkamah Konstitusi,” demikian pidato Prabowo.

Ini berbeda dengan situasi pada Pilpres 2014, lima tahun lalu. Dalam sidang putusan MK, 21 Agustus 2014, majelis hakim yang saat itu dipimpin Hamdan Zoelva juga menolak seluruh gugatan yang diajukan kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa atas perolehan suara paslon Jokowi-Jusuf Kalla.

2. Kalah Pilpres 2014, Prabowo absen pidato kekalahan tapi hadir saat pelantikan Jokowi

Beda Sikap Prabowo Terima Kemenangan Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019  ANTARA FOTO

Koalisi Merah Putih, nama koalisi parpol pendukung Prabowo-Hatta saat itu, menggelar konferensi pers untuk menyikapi putusan MK. Namun, Prabowo justru tidak hadir. Usut punya usut, Prabowo dikabarkan murka karena tidak terima dengan pidato yang dibuat para elite politik partai politik pengusungnya, yang isinya antara lain menerima keputusan MK sekaligus mengakui kemenangan Jokowi-JK.

Para tokoh Koalisi Merah Putih pun terpaksa menggelar konferensi pers tanpa kehadiran sang capres. Pada akhirnya, Prabowo ternyata menunjukkan sikap yang berbeda. Ia menghadiri pelantikan Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI di Gedung Nusantara, Kompleks Senayan, Jakarta, pada 20 Oktober 2014.

3. Wacana rekonsiliasi, perlukah?

Beda Sikap Prabowo Terima Kemenangan Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019  IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Meski telah menerima keputusan MK, Prabowo sampai saat ini belum mengucapkan selamat kepada Jokowi sebagai presiden terpilih 2019. Sikap Prabowo ini berbeda dengan sikapnya pada Pilpres 2014.

Untuk menetralkan suasana, wacana rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo pun berembus beberapa saat sebelum sidang putusan MK.

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, rekonsiliasi berarti upaya memulihkan hubungan persahabatan ke keadaan semula.

Tapi hingga kini, belum ada sinyal kapan rekonsiliasi antara Prabowo dan Jokowi akan digelar, dan siapa yang memulai?

“Padahal rekonsiliasi itu sangat penting, dan menurut saya hendaknya Jokowi yang menghampiri Prabowo. Tidak etis terlihat kalau Prabowo yang menghampiri, pasti mengundang persepsi 'minta kursi' nantinya,” kata pengamat politik Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin, Selasa (2/7).

Wakil Presiden terpilih, KH Ma'ruf Amin, dalam peringatan haul Syeikh Nawawi Al Bantani ke-126 di Serang, Banten, Jumat (28/6), mengatakan akan segera menggagendakan pertemuannya dengan Prabowo-Sandiaga guna membahas rekonsiliasi pascapilpres, serta mempersatukan kembali para pendukung kedua kubu yang bertarung di Pilpres 2019.

"Saya kira pembicaraan awal sudah, tinggal menunggu kapan pertemuan formalnya. Tapi deal-deal atau komunikasi tidak langsung sudah. Sedang mencari waktu yang tepat," kata Ma'ruf dikutip dari Antara, Selasa.

Sementara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga melalui juru bicaranya, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan rekonsiliasi tidak diperlukan karena hubungan antara Jokowi dan Prabowo baik-baik saja.

"Rekonsiliasi, memang ada apa? Sejak awal kan keterangan saya tidak perlu ada rekonsiliasi karena tidak ada yang konflik," kata Dahnil, di Jalan Kertanegara, Jakarta, Kamis (27/6).

4. Seperti apa hubungan Jokowi-Prabowo?

Beda Sikap Prabowo Terima Kemenangan Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019  ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Seperti diketahui, hubungan antara Jokowi dan Prabowo sempat akrab, karena Partai Gerindra yang dipimpin Prabowo pernah mengusung Jokowi di kontestasi Pilkada DKI Jakarta pada 2012 lalu.

Dukungan Prabowo kepada Jokowi, yang saat itu berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, juga diperkuat Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri.

Mereka bahkan terlihat cukup sering melakukan kegiatan bersama di muka publik.

Bahkan sebelumnya, pada 2009, ikatan antara Megawati dan Prabowo sangat erat karena mereka berdua mengajukan diri sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2009 (koalisi PDIP dan Gerindra), bersaing dengan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono yang diusung koalisi Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan PKB, dan pasangan Wiranto-Jusuf Kalla yang diusung Partai Golkar-Partai Hanura.

Partai Gerindra sebagai pendatang baru, cukup mendapat posisi penting saat itu. Tapi, sejak Pilpres 2014, "kemesraan" itu mulai terlihat longgar karena kontestasi politik di antara Prabowo Subianto-Jokowi.

Gugatan kecurangan Pilpres 2014 juga dilayangkan kepada MK. Putusan MK saat itu pun sama yaitu menolak semua gugatan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Baca Juga: Prabowo Ingin Gerindra Tetap Oposisi, Begini Alasannya

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya