Biografi Zainul Arifin, Tertembak saat Salat Berjamaah Bersama Sukarno

Zainul Arifin, politisi NU pertama keturunan Raja Barus

Medan, IDN Times - Tercatat ada sebelas pahlawan, yang berasal dari wilayah Sumatera Utara, yakni Sisingamangaraja XXI, T. Amir Hamzah, Adam Malik, Djamin Ginting, T.B Simatupang, Abdul Haris Nasution, Dr. Ferdinand Lumbantobing, KH. Zainul Arifin, Mayjen. D. I. Pandjaitan, Prof. Drs. Lafran Pane dan Kiras Bangun.

Salah satu pahlawan yang berasal dari Sumatera Utara, yakni K. H Zainul Arifin Pohan lahir pada 2 September 1909 di Barus, Tapanuli Tengah Sumatera Utara.

“Umat Islam yang mempunyai jiwa yang hidup, harus menuntut dan mempertahankan Kemerdekaan. Jika perlu dengan jiwa raganya”

Zainul Arifin sangat dikenal sebagai ulama, politisi, dan pejuang 45. Ia juga merupakan Panglima Hizbullah, dan ketua DPR-GR pada tahun 1960 hingga 1963.

K.H Zainul Arifin ternyata merupakan anak tunggal dari pasangan keturunan raja Barus, ayahnya bernama Sultan Ramali bin Tuangku Raja Barus Sultan Sahi Alam Pohan dan ibunya berasal dari bangsawan daerah Kotanopan, Mandailing Natal, Siti Baiyah Nasution.

1. Perdalam pengetahuan agama di madrasah dan surau saat jalani pelatihan bela diri

Biografi Zainul Arifin, Tertembak saat Salat Berjamaah Bersama SukarnoK. H Zainul Arifin (sumber nu.or.id)

Asal muasalnya, saat ia masih balita kedua orang tua Zainul Arifin bercerai sehingga ia dibawa pindah oleh ibunda ke Kotanopan, setelah itu berpindah ke Kerinci, Jambi.

Saat disana ia menyelesaikan Hollands Indische School (HIS) dan sekolah menengah calon guru, Normal School.

Kemudian, Zainul Arifin memperdalam pengetahuan agama di madrasah dan surau saat menjalani pelatihan seni bela diri pencak silat.

2. Zainul Arifin aktif dalam kegiatan seni musikal Melayu

Biografi Zainul Arifin, Tertembak saat Salat Berjamaah Bersama SukarnoK. H Zainul Arifin (sumber nu.or.id)

Tak hanya itu, Ia juga seorang pecinta kesenian yang aktif dalam kegiatan seni sandiwara musikal Melayu, Stambul Bangsawan yang sebagai penyanyi dan pemain biola. Stambul Bangsawan merupakan awal perkembangan seni panggung sandiwara modern Indonesia.

Saat usianya 16 tahun, Zainul Arifin memulai perjalanan jauh yakni merantau ke Batavia (Jakarta).

Hanya berbekal ijazah HIS dirinya diterima bekerja di pemerintahan kotapraja kolonial (Gemeente) sebagai pegawai di Perusahaan Air Minum (PAM) di Pejompongan, Jakarta Pusat, selama lima tahun.

Baca Juga: Mengenal Dua Lokasi Pengasingan Sukarno di Sumatera Utara

3. Seorang pengacara tanpa latar belakang pendidikan hukum yang kuasai bahasa belanda

Biografi Zainul Arifin, Tertembak saat Salat Berjamaah Bersama SukarnoK. H Zainul Arifin (sumber nu.or.id)

Usai dari situ, ia memilih perjalanan hidupnya bekerja sebagai guru Sekolah Dasar sembari mendirikan pula balai pendidikan untuk orang dewasa, Perguruan Rakyat, di kawasan Meester Cornelis (Jatinegara).

Di samping itu, dirinya juga sering memberi bantuan hukum bagi masyarakat Betawi yang membutuhkan sebagai tenaga Pokrol Bambu, pengacara tanpa latar belakang pendidikan Hukum namun menguasai Bahasa Belanda. 

Kemudian, Ia aktif kembali dalam kegiatan seni sandiwara musikal tradisional Betawi yang berasal dari tradisi Melayu, Samrah dan mendirikan kelompok tersebut bernama Tonil Zainul.

Dari kegiatannya, Zainul berkenalan dan selanjutnya sangat akrab bersahabat dengan tokoh perfilman nasional, Djamaluddin Malik. Sehingga keduanya bergabung dengan Gerakan Pemuda Ansor.

4. Di tembak saat salat berjamaah bersama Sukarno dan A.H Nasution

Biografi Zainul Arifin, Tertembak saat Salat Berjamaah Bersama SukarnoK. H Zainul Arifin (sumber nu.or.id)

Suatu hari, para pejabat dan orang-orang penting lainnya bersama-sama hadir di kompleks Istana Negara Jakarta, termasuk Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) Zainul Arifin.

Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Idham Chalid sebagai imam. Khatib dalam ibadah solat tersebut adalah A.H. Nasution yang saat itu menjabat sebagai Wakil Menteri Pertama Bidang Pertahanan dan Keamanan/KSAD.

Saat itu, Zainul Arifin tepat menempati baris paling depan, pada sisi kanan Jenderal Nasution yang bersebelahan dengan Presiden Sukarno. Sementara itu, di samping kiri Zainul Arifin ada Menteri Agama K.H. Saifuddin Zuhri.

5. Kematiannya karena kondisi kesehatan menurun akibat penembakan

Biografi Zainul Arifin, Tertembak saat Salat Berjamaah Bersama SukarnoK. H Zainul Arifin (sumber nu.or.id)

Setelah rukuk pada rakaat kedua, dan tiba-tiba terdengar pekik takbir dari arah belakang saf pertama. Tepat pada barisan keempat yang berjarak kurang dari 6 meter, disusul beberapa kali suara letusan pistol yang memecah kekhidmatan sekaligus menimbulkan kepanikan.

Namun, dari barisan terdepan yakni Zainul Arifin telah terkulai di atas sajadah dengan bahu berlumuran darah. “Saya kena," ucapnya lirih sembari terus melafalkan zikir.

Peluru tersebut, hanya menyerempet bahu kirinya, sedikit lagi jantungnya bisa saja kena. Nyawa Zainul Arifin dapat diselamatkan kendati kejadian tersebut ternyata meninggalkan luka hebat sehingga mengakibatkan kondisi kesehatannya memburuk.

Zainul Arifin meninggal dunia 2 Maret 1963 saat usia 53 berselang dalam sepuluh bulan dari kejadian penembakan tersebut.

Memperingati HUT ke-75 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, IDN Times meluncurkan kampanye #MenjagaIndonesia. Kampanye ini didasarkan atas pengalaman unik dan bersejarah bahwa sebagai bangsa, kita merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI dalam situasi pandemik COVID-19, di saat mana kita bersama-sama harus membentengi diri dari serangan virus berbahaya. Di saat yang sama, banyak hal yang perlu kita jaga sebagai warga bangsa, agar tujuan proklamasi kemerdekaan RI, bisa dicapai.

Baca Juga: 5 Fakta Kiras Bangun, Galang Kerja Sama Lintas Agama Melawan Penjajah

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya