Sidang Pabrik Korek Gas, Saksi: Gaji Rp700 Ribu, Kerja Seperti Budak

Kebakaran pabrik korek gas Langkat tewaskan 30 orang

Binjai, IDN Times - Kasus kebakaran pabrik mancis di Desa Sambi Rejo, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat, yang menewaskan 30 orang memasuki tahap persidangan. Dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Binjai tiga terdakwa Indramawan selaku Durut PT Kiat Unggul, Burhan selaku Manajer dan Lismawarni menjabat Supervisor, terlihat duduk dikursi pesakitan ruang Cakra PN Binjai, Kamis (19/9).

Dalam dakwaannya, ketiga terdakwa dinilai telah bersalah dan dikenakan pasal berlapis.Sidang dipimpin langsung dipimpin ketua Pengadilan Negeri Fauzul Hamdi sekaligus, didampingi hakim Dedi dan Tri. Sementara dalam persidangan, Kasi Pidum Fahmi Jalil menjadi Jaksa Penuntut Umum didampingi dua anggotanya yakni Linda Sembiring dan Hamidah.

1. Gudang disewa sejak tahun 2011

Sidang Pabrik Korek Gas, Saksi: Gaji Rp700 Ribu, Kerja Seperti BudakIDN Times/Handoko

Sebanyak 14 saksi didudukan sekaligus untuk memberi keterangan setelah diambil sumpah. "Itu tempat kejadian apa hubungan dengan saudara? Sejak kapan jadi tempat industri?" tanya hakim ketua kepada saksi Sri Maya. 

"Sejak 2011 itu sewa Pak. Yang menyewa Lisma. Nyewa kepada orang tua, saya yang bertanggungjawab. Saya tinggal di belakang pabrik. Sewa Rp4 juta setahun, terus naik jadi Rp5 juta setahun," jawab Maya, salah satu saksi.

Kata Maya, aktivitas pabrik selama sembilan tahun merakit bagian kepala korek gas saja. Selama ini, Sri Maya juga pernah melihat langsung aktivitas perakitan korek gas, meski diketahuinya bahwa penyewaan rumah statusnya untuk hunian. "Saya pernah lihat dan memang selama ini posisi rumah disewa mereka," katanya. 

Tampak ketiga terdakwa didampingi 3 penasehat hukumnya. Melalui PH mereka, ketiganya tidak ada memberikan eksepsi atas dakwaan jaksa.  

2. Ayu, saksi dari karyawan sebut karyawan hanya digaji Rp700 ribu plus beberapa bonus

Sidang Pabrik Korek Gas, Saksi: Gaji Rp700 Ribu, Kerja Seperti BudakIDN Times/Handoko

Sejumlah saksi membeberkan sistem kerja yang mirip sistem budak, mereka digaji rendah tanpa jaminan kerja dan jaminan keselamatan. Lima saksi memberi keterangan bertahap, dimulai lima orang saksi dari pihak keluarga korban, karyawan. 

Hakim Dedy menanyai lima saksi awal tahap pertama untuk menyebut 30 nama korban yang meninggal tragis, jumlah gaji, status pekerja, fasilitas keselamatan kerja, dan jumlah santunan yang diterima keluarga korban. Alhasil, empat saksi pertama meneteskan derai air mata tak kuasa mengenang para korban. 

Saksi berstatus karyawan, Ayu mengungkapkan bahwa ada beberapa kali kejadian mancis atau korek gas meledak sebelumnya. Diakuinya tidak ada pelatihan khusus merakit korek gas, atau soal izin resmi perusahan mau pun SK resmi sebagai karyawan PT Kiat Unggul. 

"Ada juga kami diajari memasang merakit mancis, kami diajari mandor. Gak ada pelatihan khusus merakit. Di pabrik itu, ada meja, tumpukan korek gas, racun api. Saya sebagai karyawan PT Kiat Unggul. Gak pernah ada SK PT Kiat Unggul. Lurah tahu, camat tahu ada pabrik, tapi izinnya saya gak tahu, Gajinya satu bulan Rp700 ribu, ada juga kerajinan Rp80 ribu dan insentif Rp100 ribu kalau lebih 25 tapak (pieces)," kata Ayu. 

"Korban meninggal semua, saya gak sanggup melihat mereka dikubur, Pak. Masih ingat nama-nama mereka 30 orang, termasuk lima anak-anak," kata Ayu sambil berderai air mata saat hakim Dedy memintanya menyebut 30 nama korban temannya yang meninggal tragis terpanggang. 

3. Selama bekerja, pintu selalu ditutup dan dikunci dari luar

Sidang Pabrik Korek Gas, Saksi: Gaji Rp700 Ribu, Kerja Seperti BudakIDN Times/Handoko

Diungkap Ayu, selama bekerja di pabrik mancis, pintu utama selalu ditutup dan dikunci, karena takut ada orang luar masuk. Katanya, hanya mandor (satu di antara 30 korban meninggal dunia) yang tahu alasan ditutup. 

"Saya cuma karyawan, Pak. Alasan pintu utama dikunci hanya mandor yang tahu, mandor meninggal dunia. Ada yang nerima santunan Rp 25 juta, ada yang enggak. Alasannya saya gak tahu. Kami gak ada BPJS sebagai karyawan, cuma mandor aja yang ada BPJS Ketenagakerjaan. Saya karyawan borongan saja Pak," katanya. 

Baca Juga: 30 Orang Tewas Terbakar, Bos Pabrik Korek Gas Kena Pasal Berlapis

4. Saksi bernama Pipit sebut kerja menerapkan sistem perbudakan, gas kerap meledak karena bocor

Sidang Pabrik Korek Gas, Saksi: Gaji Rp700 Ribu, Kerja Seperti BudakIDN Times/Handoko

Saksi lain, Arya, bilang jam kerja dari pukul 08.00 sampai 16.30 WIB. Dia mengaku bekerja setiap hari sistem borongan, dan ibarat sistem perbudakan, lantaran tidak ada jaminan kerja, jaminan keselamatan kerja. 

"Yang saya kerjakan, kadang 25 tapak. Gaji rata rata Rp 700-800 ribu, kalau gak capai target dipotong, kalau ada gak masuk gaji kami bisa dipotong. Tidak ada jaminan kerja dan jaminan keselamatan. Saya masuk kerja dari mandor, gak ada buat surat lamaran, cuma lisan saja dan dicatat di buku mandor. Kami semua 28 orang pekerja," katanya. 

Pipit saksi, membeberkan bahwa sering terjadi korek gas meledak, kadang-kadang bocor, dan yang terakhir ini menyambar gas dan cepat membakar pabrik rumahan.

5. Tiga terdakwa mencium tangan Sri Kusmawati yang kehilangan anaknya saat kebakaran

Sidang Pabrik Korek Gas, Saksi: Gaji Rp700 Ribu, Kerja Seperti BudakIDN Times/Handoko

Sri Kusmawati yang paling terpukul dan berderai air mata, wanita paruh baya ini kehilangan anaknya. Dia membeberkan, tidak ada musyawarah dengan pihak pabrik korek gas dalam memberikan santunan hilangnya nyawa senilai Rp 25 juta, dan hanya bisa pasrah menerima santunan tanpa ada musyawarah terkait penentuan jumlah angka santunan. 

"Mau bilang apa lagi pak. Kami pasrah, dan gak tahu mau gimana lagi. Soal santunan itu Bapak-bapak pabrik ini yang datang ke kami, dengan jumlah Rp25 juta itu, gak ada musyawarah sebelumnya soal angkanya. Saya kalau mau nuntut , maunya anak saya hidup lagi tapi itu tak mungkin kan. Saya sudah terima mau gimana lagi," katanya sambil mengusap matanya. 

Majelis hakim pun mengarahkan tiga terdakwa memohon maaf kepada Sri Kusmawati. Tiga terdakwa pun memohon maaf dengan mencium tangan Sri Kusmawati.

6. Terdakwa diganjar pasal berlapis Ketiga tersangka dikenakan Pasal berlapis.

Sidang Pabrik Korek Gas, Saksi: Gaji Rp700 Ribu, Kerja Seperti BudakIDN Times/Handoko

Direktur Utama PT Kiat Unggul, Indramawan disangka melanggar 359 KHUP (kelalaian mengakibatkan matinya orang lain), lalu Pasal 188 KUHP (kelalaian yang menyebabkan kebakaran yang menyebabkan matinya orang lain), Pasal 61, Pasal 62 Nomor 26 Tahun 2017 tentang penataan ruang, Pasal 109 UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Perlindungan Anak Pasal 76 H, dan 76 I Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU No 23 tahun 2002, Pasal 90 (1), 185 Ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 

Manajer pabrik, Burhan dikenakan Pasal 359 KHUP (kelalaian mengaakibatkan matinya orang lain), lalu Pasal 188 KUHP (kelalaian yang menyebabkan kebakaran yang menyebabkan matinya orang lain), UU No 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, UU Perlindungan Anak Pasal 76 H, dan 76 I Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU No 23 tahun 2002.

Supervisi pabrik, Lismawarni disangka melanggar 359 KHUP (kelalaian mengaakibatkan matinya orang lain), lalu Pasal 188 KUHP (kelalaian yang menyebabkan kebakaran yang menyebabkan matinya orang lain), Pasal 74 Huruf D dan Pasal 183 UU tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 

Baca Juga: Kebakaran Pabrik Korek Api Gas, Gubernur Edy Bakal Evaluasi Perizinan

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya