LBH Medan: Restitusi Korban Kerangkeng Tak Menghapus Pidana

LBH: Jika tuntutannya ringan akan mencederai keadilan 

Langkat, IDN Times - Sidang kekerasan yang terjadi di kerangkeng manusia Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin, hari ini diwacanakan memasuki agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Langkat Jalan Proklamasi, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, Rabu (9/11/2022).

Permohonan restitusi keluarga yang diajukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melalui Kejaksaan Negeri Langkat, dikabulkan empat terdakwa yang salah satu merupakan anak Terbit Rencana Perangin Angin.

Para terdakwa yakni Dewa Perangin Angin dengan Hendra Surbakti dan Hermanto Sitepu dengan Iskandar Sembiring. Mereka didakwa atas kematian penghuni kerangkeng manusia bernama Sarianto Ginting, dan Abdul Sidik Isnur alias Bedul.

1. Tidak menghapus pidana, restitusi salah satu alasan pertimbangan untuk meringankan hukuman

LBH Medan: Restitusi Korban Kerangkeng Tak Menghapus PidanaSidang lanjutan kerangkeng manusia milik bupati langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin (IDN Times/ Bambang Suhandoko)

Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan  kepada korban atau keluarganya oleh pelaku tindak pidana atau pihak ketiga senilai Rp530 juta. Langkah ini dinilai guna pemulihan atau tunjangan kematian terhadap ahli waris para korban.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan angkat bicara terkait dikabulkan restitusi. Mereka menilai pemberian restitusi terhadap ahli waris sesungguhnya tidak menghapus pidana yang dilakukan para terdakwa.

"Restitusi tersebut merupakan salah satu alasan Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun hakim untuk mempertimbangkan keringanan hukuman terhadap para terdakwa," kata melalui Wakil Direktur LBH Medan, Irvan Saputra. 

Dikatakan Irvan, dalam kasus ini LBH Medan sebagai lembaga yang concern terhadap penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) mengecam keras tindak kekerasan atau penyiksaan yang diduga dilakukan para terdakwa.

Baca Juga: Restitusi Rp530 Juta Diserahkan, Keluarga Maafkan Terdakwa Kerangkeng

2. JPU diminta dalam penanganan perkara tidak terpaku pada restitusi

LBH Medan: Restitusi Korban Kerangkeng Tak Menghapus PidanaSidang kerangkeng manusia bupati langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin (IDN Times/ Bambang Suhandoko)

Secara tegas LBH meminta kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan hakim yang menangani perkara A Quo, tidak terpaku pada restitusi yang telah dilakukan para terdakwa. Terkhusus kepada JPU Kejaksaan Negeri Langkat, yang diketahui dalam agenda sidang 9 November 2022 akan menyampaikan tuntutannya kepada majelis hakim.

Irvan menambahkan, LBH Medan meminta agar JPU tidak ujuk-ujuk menuntut para terdakwa dengan tuntutan yang ringan atau diskon hukuman. Meskipun telah dilakukannya restitusi.

"LBH Medan meminta JPU untuk tetap objektif dalam melakukan penuntutan, karena jika tuntutannya itu ringan atau bahkan sangat ringan, maka secara tidak langsung telah mencederai keadilan bagi masyarakat yang notabenenya mengetahui perkara a quo, dan akan berdampak kepada kepercayaan publik terhadap Kejaksaan Negeri Langkat dalam melakukan penegakan hukum," jelas Irvan.

3. Putusan pengadilan harus mengedepankan keadilan bagi masyarakat

LBH Medan: Restitusi Korban Kerangkeng Tak Menghapus PidanaSidang lanjutan kerangkeng manusia Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Perangin angin (IDN Times/ Bambang Suhandoko)

Sedangkan itu menurut Irvan, tuntutan yang objektif dari JPU dapat memberikan efek jera kepada para terdakwa dan menunjukkan komitmen atau keseriusan negara dalam menindak tegas para pelaku tindak pidana kekerasan/ penyiksaan di Indoneseia. Karena ia menilai, sesungguhnya praktik-praktik kekerasaan atau penyiksaan dikecam seluruh lapisan masyarakat dunia.

Serta begitu juga nantinya putusan pengadilan harus mengedepankan keadilan di masyarakat. "Sesuai pasal yang didakwakan sesuai pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP atau 351 ayat (3) KUHP, meskinya ancaman hukuman penjara selama-lamanya 12 Tahun atau selama-lamnya 7 tahun penjara," terang dia.

"LBH Medan menduga tindak pidana kekerasan atau penyiksaan yang terjadi di kerangkeng manusia milik bupati langkat non aktif TRP telah melanggar undang-undang dasar RI tahun 1945 dan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia sebagaimana dijelaskan pada Pasal 28A UUD 1945 Jo Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Jo Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang hak-hak sipil dan politik," tegas Irvan.

Baca Juga: LPSK Ajukan Restitusi untuk Korban Kerangkeng Rp265 Juta

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya