Tiga Wali Kota Terjerat Korupsi, Bukti Pemimpin Belum Transformatif

Penanganan COVID-19 di Medan masih melempem

Medan, IDN Times - Dalam beberapa tahun terakhir, masalah nyaris terjadi di segala sektor di Kota Medan. Di antaranya kebocoran anggaran dan pendapatan selalu terjadi, banjir, kemacetan, kriminalitas tinggi dan masalah-masalah lainnya.

Yang paling parah tiga Wali Kota Medan terjerat kasus korupsi saat menjabat. Yakni Abdillah, Rahudman Harahap, dan Dzulmi Eldin. Serta Wakil Wali Kota Medan, Ramli juga dipenjara karena kasus korupsi.

Pengamat Kebijakan Publik, Tunggul Sihombing mengatakan, masalah-masalah ini tak lepas dari sosok pimpinan yang memimpin kota ini yang masih konservatif dan transaksional.

"Sampai sekarang kita belum punya pimpinan atau wali kota yang transformatif," kata Tunggul kepada IDN Times, Jumat (16/10/2020).

Dia menyebut hal itu bukan tanpa alasan. Kata Tunggul, pemimpin yang transformatif setidaknya bisa menekan masalah-masalah yang ada di Kota Medan. Tapi kenyataannya, saat ini justru masalah itu semakin besar. Ini menandakan tata kelola pemerintahan dan kebijakan oleh Walikota Medan belum dilakukan dengan baik.

1. Kesadaran masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan masih rendah

Tiga Wali Kota Terjerat Korupsi, Bukti Pemimpin Belum TransformatifTim Monitoring Peningkatan Disiplin Protokol Kesehatan Medan Binjai Deli Serdang (Mebidang) memberikan sanksi kepada warga yang tidak memakai masker saat berlangsungnya razia masker di kawasan Kecamatan Marelan, Kota Medan, Sabtu (19/9/2020) malam. (Humas Sumut/Fahmi Aulia)

Masalah kebocoran pendapatan masih terjadi di mana-mana, penerimaan dari sektor retribusi, pajak reklame, IMB, pajak restoran dan pos pendapatan lainnya masih sering bocor. Masalah parkir tepi jalan, yang seharusnya hanya masalah kecil, justru sampai sekarang tak kunjung selesai. Masih banyak trotoar yang dijadikan lahan parkir.

"Ini menandakan kalau pemimpin atau walikota kita belum transformatif," katanya.

Dia mengambil contoh satu lagi. Pada masa pandemik COVID-19 seperti saat ini, masyarakat Kota Medan sedang dirundung ketakutan. Masyarakat butuh pemimpin yang bisa dipercaya, yang diyakini bisa mengeluarkan mereka dari suasana ketakutan, berkharisma dan bisa memahami kebutuhan rakyatnya.

Namun yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini justru sebaliknya. Masyarakat semakin dirundung ketakutan. Kebijakan untuk mengatasi masalah pandemi seolah-olah hanya meng-copy kebijakan dari tingkat yang lebih tinggi. Belum ada kebijakan yang betul-betul dikeluarkan Pemko Medan yang sesuai dengan karakteristik warga dalam mengatasi masalah pandemi ini.

Hal ini dibuktikan dengan fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Kesadaran masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan masih rendah. Padahal razia protokol kesehatan nyaris tiap hari dilakukan. Masih banyak warga kurang mampu yang belum tersentuh bantuan. Parahnya lagi, informasi mengenai rapid atau swab test masih membingungkan masyarakat.

Baca Juga: Sah! KPU Tetapkan DPT Pilkada Medan 1.601.001 Jiwa  

2. Ada dua Peraturan Wali Kota dalam upaya penanganan COVID-19, tetapi implementasinya di lapangan malah melempem

Tiga Wali Kota Terjerat Korupsi, Bukti Pemimpin Belum TransformatifTim Satgas COVID-19 lakukan razia masker di sejumlah titik kota Medan (Dok. Istimewa)

Pemko Medan juga telah mengeluarkan dua Peraturan Walik Kota dalam upaya penanganan COVID-19, tetapi implementasinya di lapangan malah melempem.

"Ini menandakan bahwa pemimpin kita belum didengar. Kita tidak bisa menyalahkan warganya, tetapi bagaimana seorang pemimpin bisa dikagumi, dipercaya bisa mengeluarkan kebijakan yang baik, benar-benar sigap bertindak," kata Kaprodi Administrasi Publik FISIP USU ini.

Selama ini, pemimpin Kota Medan juga dinilai lebih mendahulukan kepentingan pribadi dan kelompok. Beberapa walikota yang tersandung korupsi jadi contohnya. Kebijakan-kebijakan yang selama ini dikeluarkan pun tak sepenuhnya mendapat tempat di masyarakat.

Ke depan, kata dia, masalah pandemi Covid-19 masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemimpin Kota Medan. Sosok pimpinan yang transformatif yang diperlukan.

3. Pemimpin Kota Medan masih transaksional

Tiga Wali Kota Terjerat Korupsi, Bukti Pemimpin Belum TransformatifWali Kota Medan Nonaktif Tengku Dzulmi Eldin saat menjalani persidangan kasus korupsi yang menjerat dirinya, Kamis (9/1) lalu. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Kota Medan butuh pemimpin yang cerdas, bisa memajukan bawahannya dan bisa menelurkan kebijakan-kebijakan yang cerdas. Pempimpin yang transformatif benar-benar turun ke bawah, mendengar langsung keluhan bawahan dan yang paling utama keluhan dari masyarakat.

"Sampai sekarang ini belum ada pemimpin Kota Medan yang transformatif. Tapi masih transaksional, ada reward dan punishment, itu saja. Makanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tak berkualitas," tegasnya.

Visi misi dari pemimpin Kota Medan juga harus jelas dan terukur. Sehingga capaian-capaian yang diperoleh bisa diukur dengan indikator yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Sebab, dalam menjalankan visi dan misi, Pemko Medan menggunakan anggaran yang bersumber dari pajak yang dibayar masyarakat.

Dia mengusulkan untuk membentuk tim independen yang terdiri dari para ahli kebijakan publik, untuk menilai visi pemimpin Kota Medan. Menurut dia, sangat perlu dibentuk tim independen yang khusus untuk mengevaluasi visi misi yang telah diimplementasikan oleh Walikota Medan terpilih dalam lima tahun ke depan.

"Tim ini nantinya akan menilai, apakah kinerja Pemko Medan bisa naik dari nilai C ke nilai yang lebih tinggi atau tidak. Penilaian kinerja ini juga tentu harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel kepada masyarakat selaku pembiaya program pemerintah dari membayar pajak," pungkasnya.

Baca Juga: Chat WA Ketua KAMI Medan Dibuka, Ada Perintah Melempari Polisi dan DPR

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya