Koperasi Petani Gayo Raih Omset Rp165 Miliar dari Ekspor Kopi ke Eropa

Sinergi dengan pemerintah bikin petani kopi makmur

Aceh Tengah, IDN Times - Langit di Kabupaten Bener Meriah, Aceh sangat cerah, Senin (23/9).

Matahari pagi menerangi gunung, pepohonan, hingga kebun kopi yang berada di halaman rumah Pak Hasibuan, tempat rombongan petani kopi asal Sipirok, Tapanulis Selatan Sumatera Utara menginap.

Hari ini rombongan petani dan pengolah kopi yang berjumlah 38 orang akan melakukan studi banding ke koperasi kelompok petani kopi ke Bener Meriah.

Pukul 08.30 WIB dua bus yang membawa rombongan bersama-sama bergerak menuju Dinas Pertanian Aceh Tengah terlebih dahulu untuk menjalin silaturahmi.

Kedatangan rombongan langsung disambut Plt Kepala Dinas Pertanian Aceh Tengah, Juanda.

"Kabupaten Aceh Tengah ini dijuluki Kota Kopi karena memang Kopi Gayo ini sudah terkenal hingga ke mancanegara. Untuk ladang kopi 49 ribu hektare, varietas Gayo 1 dan Gayo 2, ada pula Ateng (Aceh Tengah). Sedangkan varietas baru yang akan diluncurkan adalah Ateng Super (Gayo 3)," jelas Juanda.

Untuk penanganan pengolahan di Aceh Tengah di antaranya berkat adanya koperasi petani kopi, kafe, dan mobil kafe. Koperasi petani kopi yang besar di Aceh Tengah ada enam.

"Saat ini kelompok petani kopi ada sebanyak 1.500 yang disahkan oleh Bupati. Sebelum disahkan bupati, akan dianggap sebagai kelompok petani kopi ilegal. Sehingga tidak akan dapat. Jumlah penyuluh yang ada di Aceh Tengah sebanyak 145 orang," tambah Juanda.

 

Koperasi Petani Gayo Raih Omset Rp165 Miliar dari Ekspor Kopi ke EropaIDN Times/Arifin Al Alamudi

Ekspor 110 kontainer biji kopi ke Amerika Serikat dan Eropa setiap tahun

Dari pertemuan ini, Plt Kepala Dinas Pertanian Aceh Tengah, Juanda mengarahkan agar rombongan dibagi dua tim.

Satu rombongan ke Kampung kopi Tebes Lues untuk mempelajari pengolahan kopi hingga ke tahap ekspor.

Satu rombongan lagi ke Koperasi Petani Kopi Baitul Qiradh Baburrayyan untuk belajar tentang pengembangan indikasi geografis dan pengolahan kopi.

Tiba di koperasi, rombongan disambut oleh Ketua Koperasi Ridwan Husein, Manajer Pabrik Koperasi, Haris dan Humas Koperasi, Iwan Tosah.

Rombongan langsung dibawa melihat ke pabrik pengolahan kopi.

Menurut Iwan Tosah, koperasi menerima greenbean dari petani, lalu akan ditimbang, diuji kualitas baru negosiasi harga.

Koperasi menerima greenbean dari kolektor. Kolektor yang mengumpulkan gabah dari petani dan mengolahnya menjadi greenbean.

"Jadi standar kualitas sudah diajarkan dari level petani hingga kolektor. Misalnya biji kopi yang dijemur diaspal itu tidak akan laku dijual karena memengaruhi kualitas biji kopi," ujar Iwan.

Haris menjelaskan koperasi kopi ini sudah berdiri sejak 2005 dengan anggota hanya 500 orang.

"Sekarang anggotanya sebanyak 5.500 petani yang tergabung dalam 100 kelompok tani atau kolektor. Sedangkan karyawan koperasi berjumlah 100 orang," terangnya.

Semua kopi yang diproses pabrik koperasi adalah milik koperasi petani. Koperasi Baburrayyan mempunyai mesin Huller sebanyak 11 unit disebar ke sejumlah titik agar mudah dijangkau kelompok tani.

Sebanyak 90 persen kebun kopi yang ada di Gayo sudah ada organik. Sisanya masih belajar organik.

"Di sini kami memproses kopi dengan metode semiwash. Proses sampai pengemasan harus sangat teliti karena untuk diekspor. Biji yang terlalu kecil atau pecah akan dijual lokal atau juga ke Medan," jelasnya.

Jumlah ekspor yang dilakukan koperasi ke Amerika Serikat dan Eropa sebanyak 110 kontainer per tahun. Harga satu kontainer mencapai Rp 1,5 Miliar. Artinya koperasi ini memiliki omset hingga Rp165 miliar per tahun dari ekspor kopi saja.

Belum termasuk lagi kopi-kopi yang tidak layak di ekspor namun dijual pada pembeli lokal.

Ridwal Husein selaku Ketua Koperasi Baburrayyan juga penggagas MPIG Gayo bercerita pada 2002 dulunya hanya koperasi simpan pinjam. Tapi tidak bisa bersaing dengan bank.

Tahun 2004-2005 mulai berevolusi melirik koperasi petani kopi karena Amerika Serikat dan Eropa sangat berminat dengan kopi organik. Sehingga kita mencoba beralih ke kopi.

"MPIG Gayo berdiri belakangan, sekitar tahun 2010 berdasarkan peraturan pemerintah. Fungsi MPIG adalah untuk melindungi hak paten kopi di daerah. Sehingga tidak bisa diklaim oleh pihak lain," ujarnya.

MPIG tidak boleh memiliki usaha hanya wadah bagi para petani kopi.

Ia berharap koperasi petani kopi dan MPIG di Sipirok akan segera bisa berdiri dan berjalan lancar untuk membantu kesejahteraan petani kopi.

Koperasi Petani Gayo Raih Omset Rp165 Miliar dari Ekspor Kopi ke EropaIDN Times/Arifin Al Alamudi

Belajar pengelolaan kopi dari petani Kampung Bale Rdelong

Setelah ke Koperasi Baburrayyan, petani dan pengolah Kopi dari Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara menuju ke Koperasi Petani Kopi Petri Pintu di Kampung Bale Rdelong Kecamatan Bukit Bener Meriah, Kabupaten Bener Meriah, Aceh.

Di tempat ini, sebanyak 38 orang anggota rombongan akan belajar tentang mengelola tanaman kopi dan koperasi kopi.

Misruran selaku pengurus Koperasi Petri Pintu Bener Meriah menyambut kedatangan rombongan. "Kami sudah menjalani bisnis kopi selama 20 tahun. Sekarang kilang kopi kami bisa memproses minimal dua ton kopi per hari," ujarnya memulai pembicaraan.

Iapun membawa rombongan ke kilang yang bekerjasama dengan koperasi. Jaraknya hanya sekitar 500 meter dari kantor koperasi.

Menurutnya kopi hasil petikan saat sudah menjadi cheri langsung diproses pulper yakni memisahkan kulit cheri dengan biji. Cheri yang sudah dipetik sebaiknya jangan dibiarkan bermalam.

Kemudian gabah difermentasi selama 12 jam kemudian dicuci.
"Itulah mengapa namanya disebut fullwash," ungkapnya

Setelah dicuci kemudian dijemur. Lama penjemuran tergantung matahari. Kalau cerah, jemur pagi, sore bisa langsung di-huller untuk menjadi greenbean.

Kalau matahari lagi ga cerah penjemuran harus dua hari. Kemudian di-huller dan disortir untuk memisahkan biji yang besar dan kecil.

"Petani di sini jarang sekali menggunakan pestisida. Jadi produksi kami di sini adalah kopi organik dan sudah bersertifikat," jelasnya.

Untuk melayani semua hasil panen petani kopi, kilang yang bekerjasama dengan Koperasi Petri Pintu ini memiliki mesin dengan harga berkisar Rp 110 juta - Rp 120 Juta.

Dengan kemampuan memproses biji kopi per jam sebanyak satu ton lebih. Operator sebanyak empat orang.

"Rata-rata per hari bisa memproses dua ton biji kopi per hari. Bahkan pernah mencapai delapan ton saat musim panen raya," ungkapnya.

Erwinsyah Siregar selaku kepala rombongan Petani Kopi Sipirok mengatakan saat ini di Sipirok belum memiliki alat memproses kopi sebesar ini.

Ia berharap ke depannya petani kopi dan koperasi kopi di Sipirok bisa punya alat seperti ini. Sehingga bisa mempercepat proses dari cheri menjadi gabah lalu menjadi greenbean.

Baca Juga: Raline Shah Buka Kedai Kopi Baru, Kira-kira Ada Apa Saja Ya?

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya