Gelar Aksi Teatrikal, GEMSU Desak RUU PKS Disahkan

Korban kekerasan seksual di Sumut didominasi anak-anak

Medan, IDN Times - Langit berubah gelap dan rintik mulai jatuh. Tapi, tak membuat puluhan orang yang didominasi kaum hawa bergerak dari duduknya. Petikan gitar akustik dan aksi teatrikal yang dipersembahkan remaja putri semakin membuat massa terpaku membentuk lingkaran di Tugu Kantor Pos Pusat, Medan, Sabtu (21/9) petang.

Massa juga berorasi sambil membentang poster dan spanduk berisi desakan agar DPR RI segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Penampilan mereka berhasil menyedot perhatian pengendara yang sedang melintas. Tertibnya massa tidak membuat polisi yang berjaga kesulitan mengatur arus lalu lintas saat aksi berlangsung.

1. GEMSU desak DPR RI segera mengesahkan RUU PKS

Gelar Aksi Teatrikal, GEMSU Desak RUU PKS DisahkanIDN Times/Fadli Syahputra

Ketua Dewan Pengurus Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (HAPSARI), Lely Zailani menyebutkan massa aksi tergabung dalam Gerakan Masyarakat Sipil Sumut Untuk Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (GEMSU). Aksi damai ini dilakukan untuk mendesak DPR RI segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

"RUU PKS ini kan inisiatif dari DPR sendiri yang sudah masuk dalam rancangan Prolegnas di 2016. Tapi, kenapa sampai hari ini belum juga disahkan," kata Lely disela-sela aksi berlangsung.

Baca Juga: [BREAKING] Awalnya Kejang-kejang, Pendaki Gunung Sibayak Meninggal

2. Korban terus berjatuhan, sementara Indonesia belum ada payung hukum penanganan kekerasan seksual

Gelar Aksi Teatrikal, GEMSU Desak RUU PKS DisahkanIDN Times/Fadli Syahputra

Menurut Lely, sampai saat ini Indonesia belum punya payung hukum khusus penanganan kekerasan seksual. Sementara, terhitung dari 2016 sampai 2019 RUU PKS belum juga disahkan, ribuan korban terus berjatuhan.

"Masalah kita di situ, jadi yang namanya korban kekerasan seksual enggak ada perlindungan hukumanya," ujarnya.

Ketika disinggug apa alasan DPR belum juga mengesahkannya, Lely mengaku tidak mengetahuinya. Padahal ia dan perwakilan forum pengada layanan HAPSARI di Jakarta sudah melakukan audiensi dan bertemu dengan DPR RI khusunya panitia kerja RUU PKS Komisi VIII. Pemerintah pun sudah setuju untuk memasukkan apa yang diusulkan.

"Kita juga heran kenapa sampai saat ini belum disahkan. Malah DPR secara diam-diam mengesahkan revisi UU KPK. Dan sekarang sibuk membahas RUKUHP, malah RUU PKS yang dari dulu gak disinggung-singgung. Kayak gak punya nurani padahal korban terus berjatuhan," kesal Lely.

3. Jika tak disahkan berarti negara tidak peduli terhadap korban kekerasan seksual

Gelar Aksi Teatrikal, GEMSU Desak RUU PKS DisahkanIDN Times/Fadli Syahputra

Melalui aksi ini, sambung Lely, GEMSU mendesak DPR RI untuk menggunakan hati nurani. Berilah masyarakat hasil karya yang berguna di penghujung masa jabatan.

"Masa kerja mereka berakhir di 30 September. Tolong sempatkan karena masih ada waktu mengetuk palu untuk mengesahkan RUU PKS ini," imbaunya.

Jika sampai berakhir masa jabatan DPR belum juga mengesahkan RUU PKS, maka ribuan korban di Indonesia berarti sama sekali tidak dilindungi oleh negara.

"Kalau belum disahkan, berarti negara gak hadir kepada rakyat kecil, kepada korban kekerasan seksual, dan keluarga korban. Itu artinya negara tidak peduli," tegas Lely.

4. Korban kekerasan seksual di Sumut paling banyak anak-anak

Gelar Aksi Teatrikal, GEMSU Desak RUU PKS DisahkanIDN Times/Fadli Syahputra

Lely menambahkan, disahkan atau tidak, pihaknya akan terus melakukan konsolidasi, menyuarakan dan ada di samping korban untuk mencari cara lain. Termasuk bicara kepada DPR RI periode yang baru.

"Untuk Sumut aja, korban kekerasan seksual yang ditangani HAPSARI dari 2017-2019 berjumlah 150 kasus. Sialnya, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak. Mereka-kan harus dilindungi dan diselamatkan. Kalaupun korbannya bukan anak-anak, negara juga harus melindungi karena ini soal martabat kemanusiaan," jelasnya.

Kebanyakan para korban kekerasan seksual tidak bisa berbuat apa-apa. Alasannya, kasus ini sulit untuk diselesaikan karena tidak memiliki payung hukum.

"Nanti kenanya pasal pencabulan dan hukumnya cuma empat bulan, karena tidak ada pasal tentang kekerasan seksual. Terus, kasus perkosaan yang ada di KUHP baru bisa hukum kalau perkosaan dalam bentuk penetrasi. Jika tidak penetrasi, itu tidak dianggap kekerasan seksual, jadi pelakunya banyak yang lolos," pungkas Lely.

Baca Juga: Meninggal di Danau Toba, Putri Pernah Tulis tentang Kematian di Sosmed

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya