100 Hari Jokowi-Ma'ruf, Dosen Politik USU: Masih Menekankan Sensasi

Banyak menteri boleh rangkap jabatan di Parpol

Medan, IDN Times - Hari ini, Senin (27/1) tepat 100 hari Pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden RI, Joko'Jokowi' Widodo-Ma'ruf Amin.

Sejumlah gebrakan dilakukan Jokowi-Ma'ruf. Seperti pemindahan ibu kota negara dan pemilihan komposisi kabinet Indonesia Maju, penetapan staf khusus kepresidenan dari kaum millennial dan disabilitas, serta kebijakannya.

Para yang dipilihpun juga banyak membuat kejutan. Di antaranya Mendikbud Nadiem Makarim, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menteri Agama Fachrul Razi.

Apakah yang dilakukan Jokowi dan kabinetnya selama 100 hari pertama ini sudah efektif dan sesuai harapan masyarakat? Simak analisis dari Dosen Departemen Ilmu Politik FISIP USU, Fernanda Putra Adela, MA:

1. Harusnya persoalan di Garuda Indonesia bisa dituntaskan sejak periode pertama Jokowi

100 Hari Jokowi-Ma'ruf, Dosen Politik USU: Masih Menekankan SensasiIDN Times/Reynaldy Wiranata

Fernanda mencatat ada beberapa hal yang mendapat sorotan pada 100 hari pertama kabinet Jokowi-Ma'ruf. Pertama, soal Kementerian BUMN yang dikomandoi oleh Erick Thohir.

"Saya pikir Jokowi seolah membedakan dirinya di periode 2014-2019 dan periode 2019-2024. Misalnya, banyak persoalan di tubuh maskapai Garuda Indonesia, padahal kan 5 tahun belakangan presidennya juga Jokowi. Harusnya persoalan di tubuh Garuda bisa dibongkar sejak 2014 di masa Rini Sumarno, bukan di 2019 di Masa Erick Thohir. Artinya saya melihat terlalu banyak kebijakan di BUMN yang sifatnya sekadar sensasi," ungkap pria yang akrab disapa Tata ini.

Baca Juga: Jokowi: Masih Sulit Kirim Logistik untuk Mahasiswa Indonesia di Wuhan

2. Menteri Agama jangan fokus radikalisme semata. Namun bagaimana merekatkan perbedaan antar umat beragama

100 Hari Jokowi-Ma'ruf, Dosen Politik USU: Masih Menekankan SensasiMenteri Agama Fachrul Razi di Kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis 26 Desember 2019 (IDN Times/Teatrika Handiko Putri)

Kedua, menurut Tata, terkait pemilihan Fachrul Razi menjadi Menteri Agama juga hal yang sensasional. Pasalnya selama ini, Menteri-menteri Agama khususnya pasca reformasi selalu berasal dari kalangan NU. Tiba-tiba Jokowi memilih menteri agama seorang mantan militer.

"Saya berpendapat narasi yang dibangun Kemenag jangan lagi soal radikalisme semata. Namun bagaimana merekatkan toleransi antar umat beragama. Belum lagi soal pernyataan larangan bercadar dan bercelana cingkrang harusnya tidak perlu keluar dari mulut seorang menteri. Karena berpotensi menyebabkan kericuhan dalam diskursus politik di Indonesia," ungkapnya.

3. Menteri Nadiem melempar wacana tanpa basis riset akademik, sehingga membuat gaduh

100 Hari Jokowi-Ma'ruf, Dosen Politik USU: Masih Menekankan Sensasi(IDN Times/Kevin Handoko)

Ketiga, langkah Jokowi memilih Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) juga di luar dugaan.

Tata berharap agar mantan CEO Gojek ini bisa menelurkan kebijakan dan melempar wacana disertai basis riset akademik yang kuat. Agar lembaga-lembaga pendidikan, khususnya perguruan tinggi memahami apa tujuan dan konsekuensi dari kebijakan tersebut.

"Selama ini justru beda, wacana dulu kemudian riuh di media yang mengakibatkan kebingungan di masyarakat. Kebijakan Merdeka Belajar misalnya, apakah sudah memenuhi standar dan kemampuan SDM guru/dosen serta SDA kita. Kan belum dijelaskan dalam bentuk data dan riset akademik," terangnya.

4. Yasonna Laoly, Menteri Hukum dan HAM yang melawan KPK

100 Hari Jokowi-Ma'ruf, Dosen Politik USU: Masih Menekankan Sensasi(Menkum HAM Yasonna Laoly minta maaf soal ucapan yang menyinggung warga Tanjung Priok) ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Namun soal Penegakan Hukum dan HAM masih menjadi persoalan di kepemimpinan Jokowi pada periode ini dan 5 tahun sebelumnya. Tata menyayangkan sikap Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly justru ikut dalam tim hukum PDI Perjuangan melawan KPK.

"Inikan Anomali. Di satu sisi Pak Laoly adalah Menteri Hukum dan HAM, di sisi lain dia masih ikut main di tim Hukum PDIP," ungkapnya.

Pemilihan menteri dari parpol, baik itu Yasonna dan menteri-menteri lainnya, dinilai Tata ada yang berbeda sikap Jokowi dari periode sebelumnya.

"Sebelumnya kan tidak diperbolehkan Jokowi menterinya merangkap jabatan di partai, sekarang justru direstui. Ini persoalannya pada dualisme loyalitas kepada partai atau kepada presiden," jelas pria berkacamata ini.

5. Prabowo jadi Menhan, langkah yang baik dalam rangka rekonsiliasi nasional

100 Hari Jokowi-Ma'ruf, Dosen Politik USU: Masih Menekankan SensasiPresiden Jokowi dan Menhan Prabowo saat meninjau proyek kapal selam karya PT. PAL di Surabaya, Senin (27/1). Twitter.com/Jokowi

Soal pengangkatan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan, dianggap Tata, merupakan langkah yang baik dalam rangka rekonsiliasi nasional. Namun lagi-lagi persoalannya tetap pada rangkap jabatan menteri dan pengurus partai.

Terakhir di Kementerian Kelautan dan Perikanan yang jadi sorotan. Kebijakan ekspor benih lobster oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhi Prabowo juga sangat sensasional dan kontroversial.

"Artinya saya melihat dalam 100 hari pemerintahan Jokowi-Ma'ruf masih menekankan sensasi dan itu telah melampaui esensi," pungkasnya.

Baca Juga: 100 Hari Kerja, Menteri Pertanian Sampaikan 3 Capaian Ini

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya