TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kecewa, Satwa Dilindungi Tidak Menjadi Isu Strategis Debat Cawapres

Butuh kebijakan konkret untuk perlindungan satwa terancam

BBKSDA Sumut memusnahkan barang bukti awetan satwa hasil perdagangan ilegal dan penyerahan masyarakat, Kamis (10/8/2023). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Medan, IDN Times – Lingkungan menjadi salah satu isu panas yang dibahas di dalam debat tiga Calon Wakil Presiden (Cawapres), Minggu (22/1/2024). Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka dan Mahfud MD beradu argumen dalam topik lingkungan.

Sayangnya, dari begitu banyak argumen, tidak satu pun dari cawapres menyinggung soal satwa dilindungi. Kondisi ini memantik kekecewaan para pegiat lingkungan. Salah satunya Regina Septiarini Safri yang selama ini aktif terlibat di dalam isu satwa dilindungi.

1. Kepunahan di depan mata, butuh kebijakan konkret untuk perlindungannya

Pegiat satwa dilindungi Regina Septiarini Safri. (Dok: Pribadi)

Menurut perempuan yang akrab disapa Rere ini, satwa dilindungi harusnya menjadi topik yang penting dibahas. Karena saat ini, begitu banyak satwa dilindungi yang sudah terancam kepunahan.

“Kecewa memang. Laju kepunahan terus terjadi, tetapi dari debat tadi malam, kita tidak mendengar kebijakan tentang upaya perlindungan satwa dari para Cawapres,” ujar Rere, Senin (23/1/2024).

Kata Rere, saat ini keanekaragaman hayati Indonesia dihadapkan dengan berbagai tindakan yang mempercepat laju kepunahan. Satwa dilindungi kehilangan habitat karena deforestasi yang terjadi. Belum lagi konflik satwa dengan manusia hingga perdagangan satwa yang masih masif terjadi.

“Memang dalam perlindungan keanekaragaman hayati, khususnya pada satwa liar tidak bisa dengan solusi tunggal. Perlu sinergi lintas sektor. Sehingga kita butuh solusi konkret seperti apa yang ditawarkan oleh para calon pemimpin Indonesia,” tukasnya.

Baca Juga: Perdagangan Satwa Dilindungi di Sumut Rugikan Negara Ratusan Miliar

2. Kerugian negara karena kehilangan satwa dari habitat begitu besar

Pengungkapan dan penangkapan kasus jual beli kulit serta tulang belulang Harimau Sumatera di Kabupaten Aceh Timur, Aceh. (IDN Times/Mhd Saifullah)

Upaya penyelamatan dan perlindungan satwa, kata Rere, darurat untuk dilakukan. Karena kehilangan satu satwa dilindungi saja dari habitatnya, berdampak sistemik pada ekosistem. Saat ini, jumlah populasi satwa terancam punah, semakin berkurang di alam.

“Bisa dibayangkan, satu orangutan hilang dari habitatnya akan memberikan dampak serius. Kita akan kehilangan satu petani hutan. Karena orangutan adalah satwa pemencar biji dari buah hutan yang dimakannya,” katanya.

Belum lagi kerugian keuangan negara yang disebabkan oleh perburuan dan perdagangan satwa. Kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) ini, memberikan kontribusi negatif pada kerugian keuangan negara. Itungan para ahli menunjukkan, pada satu gajah yang diburu dan diambil gadingnya, akan berakibat pada hilangnya keuangan negara sebesar Rp3,5 miliar.

Pada diskusi Voice of Forest di Medan beberapa waktu lalu terungkap nilai kerugian yang fantastis dalam kasus perburuan dan perdagangan satwa dilindungi sejak 2016 hingga 2023. Total kerugiannya mencapai Rp288, 3 miliar (data YOSL-OIC). Satwa yang menjadi korban di antaranya, Gajah, harimau, orangutan, badak dan lainnya.

Sebagai ilustrasi, jika Rp288 miliar, dikonversikan kepada harga satu bibit pohon hutan dengan nilai Rp20 ribu, maka bibit itu bisa untuk menghutankan kembali lahan yang setara dengan luas 12.133 lapangan sepakbola berstandar FIFA.

Wildlife Justice Commisions mencatat, perdagangan satwa menjadi kejahatan global paling menguntungkan keempat saat ini. setelah perdagangan narkoba, manusia, dan senjata api.

Berita Terkini Lainnya