TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Medan Plus Merasa Dinas Sosial Acuh Tak Acuh pada Kasus HIV/AIDS

Diharapkan para medis bisa belajar untuk melayani ODHA ramah

ilustrasi pita HIV (freepik.com/jcomp)

Medan, IDN Times - Direktur Medan Plus, Eban Totonta Kaban merasa bahwa pihak Pemerintah Kota Medan terkhusus Dinas Sosial seperti acuh tak acuh terhadap kasus HIV/Aids.

Padahal, menurut Toton dengan hadirnya Medan Plus seharusnya pihak Dinas tersebut telah terbantu.

“Dinas Sosial yang acuh tak acuh, kalau ditegur pimpinan baru, jadi selama ini ngapain. Selama ini seakan-akan kita yang harus duduk sama mereka, seharusnya mereka terbantu dengan adanya Medan Plus masalah sosial APBD gak dianggarkan tapi yaudah,” ucapnya.

Berbeda dengan Dinas Kesehatan, ia menilai sudah mulai harmonis menjalin kerjasama untuk program HIV/Aids.

1. Masih banyak layanan yang tidak memberikan data untuk ODHA didampingi dalam minum obat ARV

ilustrasi HIV (newsroom.uw.edu)

Mengenai ketersediaan obat, Eban mengatakan sejauh ini masih aman. Meskipun, ada beberapa Kabupaten Kota yang masih pada keterlambatan stok obat.

“Memang ada beberapa Kabupaten Kota yang melaporkan keterlambatan stok asupan kesediaan ARV. Tapi, semakin hari semakin membaik, jadi koordinasi antar layanan dengan Dinas Kesehatan Provinsi akhirnya memang cukup tegas, tidak ada laporan tidak ada pengiriman obat jadi dipastikan obat yang didistrusikan itu betul-betul sampai kepada ODHA (Orang Dengan Hiv/Aids),” jelasnya.

Menurut Toton, sebelumnya masih terjadi layanan yang tidak mau memberikan data untuk didampingi oleh Medan Plus. Sehingga, menjadi tanda tanya bahwa obat ARV diberikan kepada siapa.

“Obat itu kepada siapa, jadi coba bayangi obat yang diberi bantuan secara gratis nasional atau melalui APBN yang sampai ke tangan ODHA itu gratis masih ada layanan yang tidak bersedia memberikan data kepada ODHA siapa saja,” katanya.

Hal tersebut menimbulkan desakan untuk setiap layanan melakukan perapian data, yang dilakukan dengan dorongan Kemenkes.

“Dan Medan Plus memberikan bantuan ke petugas namanya data officer sama dari Kemenkes dan beberapa Yayasan lainnya untuk merapikan data itu. Jadi kalau layanan baik yang sifatnya swasta maupun pemerintah tidak mau memberikan data ODHA yang mereka berikan ARV itu, maka kemungkinan tidak dikasih otorisasi lagi untuk subsidi ARV. Dahulu masih ada beberapa rumah sakit yang terhitung ratusan tidak lagi dapat subsidi ARV,” lanjutnya.

2. Miris, para oknum medis pernah kutip biaya pengobatan ARV pada ODHA

ilustrasi seorang pria menggunakan pita merah, simbol solidaritas untuk para pengidap HIV/AIDS (pexels.com/Anna Shvets)

Mirisnya lagi, dikatakan Toton bahwa selama ini ada beberapa oknum medis disejumlah pihak layanan yang mengutip biaya kepada ODHA untuk mengambil obat ARV.

“ARV itu siapa orangnya, yang lebih menggelitik lagi ada juga pengutipan biaya yang obat itu harusnya gratis tapi bisa sampai ke tangan ODHA itu bayar. Padahal itu, obat pemerintah bayar, mereka oknum medis," terangnya.

Namun, saat ini sudah  ditertibkan berdasarkan dari beberapa pertemuan langsung dari Dinas Kesehatan maupun masukan dari Medan Plus. Sehingga, sekarang, kata Toton tidak ada lagi yang seperti itu.

3. Diharapkan para medis bisa belajar untuk melayani ODHA secara ramah

yale.edu

Toton menjelaskan bahwa saat ini yang menajdi kendala dalam pendampingan adalah masih tidak rata pengetahuan HIV/Aids pada layanan medis. Sehingga, diharapkan para medis disetiap Kabupaten/Kota bisa belajar lagi untuk melayani ODHA secara ramah sesuai kapasitas dan kompetensi.

“Kalau bisa berani membuka layanan yang lebih jauh lagi sesuai dibutuhkan. Contohnya, kehamilan dalam proses melahirkan orang HIV. Sehingga, tidak perlu untuk dirujuk ke RS Adam Malik. Kemudian ODHA yang mengalami kecelakaan harus dilakukan operasi bedah, seharusnya bisa dilakukan di rs terdekat. Jadi semua ini tentang pemerataan kompetensi petugas medis di setiap daerah-daerah,” jelas Toton.

“Akhirnya ODHA ini menempuh berapa kilometer untuk ke Medan dengan kondisinya. Ini menjadi beban juga. Seharusnya ada kebijakan dari Kepala Daerah masing-masing. Yang bisa menggerakkan itu ya Gubernur. Masalah HIV/Aids ini masalah kita bersama, jangan menumpuk di Medan,” tambahnya.

4. Stigma di Kota Medan diakui sudah relatif berkurang

ilustrasi AIDS (IDN Times/Mardya Shakti)

Terkait stigma, Toton menjelaskan untuk Kota Medan sudah relatif berkurang. Namun, untuk didaerah diprediksi masih tinggi.

“Kenapa ODHA tidak mau mengakses layanan didaerahnya bisa jadi stigmanya masih tinggi. Makanya, mereka rela jauh-jauh ke Medan untuk mengambil obat padahal didaerahnya ada layana HIV, karena layanan itu belum bebas stigma, layanan itu belum cukup ramah pada komunitas,” ucapnya.

Dia mengatakan, hal yang paling mendasar untuk bisa bebas dari stigma didaerah-daerah tersebut adalah mengirim pihak medis Puskesmas agar bisa belajar melayani ODHA dan ramah terhadap komunitas.

Berita Terkini Lainnya