Sumatra Terang Laporkan PLTU Pangkalansusu ke Komisi Tinggi HAM PBB
Agar tak dicap pembual, STuEB minta pihak PBB cek sendiri
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times - Konsorsium Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) membuat laporan dugaan pelanggaran HAM atas aktivitas tiga Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara di Pulau Sumatra yakni Aceh, Sumatera Utara, dan Bengkulu, yang disokong pendanaannya dari badan usaha dan pemerintah China, termasuk PLTU yang ada di Pangkalansusu, Langkat.
Laporan ini disampaikan melalui mekanisme yang ada di Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berjalan dalam siklus empat tahunan yaitu Universal Periodic Review (UPR) China atau Peninjauan Berkala Universal China.
Laporan Konsorsium Sumatera Terang atas dugaan pelanggaran hak hidup dan kesehatan, hak atas lingkungan, serta hak atas mata pencaharian komunitas yang tinggal di sekitar proyek PLTU Pangkalansusu akan dibahas oleh PBB hari ini, Selasa (23/01/2024) di Markas PBB.
1. Sebanyak 659 nelayan tradisional telah beralih profesi diakibatkan hadirnya PLTU Pangkalansusu
Direktur Eksekutif Yayasan Srikandi Lestari, Mimi Surbakti, saat STuEB mengadakan konferensi pers, membawa permasalahan yang terjadi di Pangkalansusu. Dirinya menyebutkan bahwa kehadiran PLTU Pangkalansusu sejak beroperasi tahun 2015 memberi dampak buruk bagi masyarakat di sekitaranya.
"Dalam catatan kami, sekitar 659 nelayan tradisional sudah beralih profesi. Sebagian menjadi pekerja migran, sebagian lagi menjadi buruh harian kasar, ada yang merantau ke Aceh, dan lain sebagainya. Ini dikarenakan laut tidak menghasilkan lagi. Jangankan menghasilkan, ketika mereka melakukan aktivitas nelayan sehari-hari ketika melintas di area depan PLTU saja, itu akan diusir," kata Mimi.
Pengusiran yang dialami nelayan tradisional Pangkalansusu membuat Mimi merasa miris. Dirinya mengatakan bahwa sejak jaman penjajahan, para nelayan itu telah mencari ikan di sekitar pantai dekat PLTU.
"Di samping masalah yang dihadapi nelayan, sektor pertanian juga mengalami masalah. Para petani merasakan tingginya ongkos operasional tanamannya, seperti obat-obat yang mahal. Karena memang harus disupport obat-obatan, kalau tidak maka terancam gagal panen, karena sangat sering terjadi hujan asam di sana. Kita menduga PLTU Pangkalansusu itu sangat jarang menggunakan filter penyaringan," sebutnya.