TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Janji DPRD Sumut Perjuangkan Hak Masyarakat Adat dari Konflik Agraria

Masyarakat adat butuh undang-undang yang memayungi haknya

Anggota DPRD Komisi D Yahdi Khoir Harahap janji jembatani aspirasi masyarakat adat wilayah Danau Toba (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Medan, IDN Times - Didatangi ratusan massa aksi dari masyarakat adat wilayah Danau Toba, kantor DPRD Sumatra Utara (Sumut) dilayangkan beragam protes. Masyarakat adat yang jauh-jauh datang dari Simalungun, Sipahutar, Sihaporas, dan lain-lain itu membawa 10 tuntutan kepada DPRD Sumut, salah satunya adalah pengesahan RUU Masyarakat Adat.

Menanggapi hal ini, anggota DPRD Komisi D dari Fraksi PAN Yahdi Khoir Harahap, menyambut kedatangan mereka. Di depan ratusan massa dirinya berjanji untuk membantu memperjuangkan hak-hak masyarakat adat yang mengalami konflik agraria dengan PT. Toba Pulp Lestari (TPL).

1. Hak masyarakat adat secara de facto diakui, namun belum ada undang-undang yang memayunginya

Massa aksi minta PT. Toba Pulp Lestari dicabut izin konsesinya (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Yahdi melihat persoalan yang dialami masyarakat adat wilayah Danau Toba harus diperjuangkan. Namun, dirinya melihat ada satu problem yang mengganjal hal tersebut.

"Inti dari perlindungan hak masyarakat hukum adat ini adalah aspek peraturan dan perundang-undangannya. Istilah lainnya adalah aspek de jurenya. Secara de facto memang kita mengakui itu (wilayah ulayat masyarakat adat), tapi secara de jure itu belum ada undang-undangnya dan peraturan di bawahnya, termasuk peraturan daerah," ujar Yahdi.

Dirinya mengatakan jika RUU tentang perlindungan hak masyarakat hukum adat sudah ada dalam prioritas DPR RI. Namun sampai saat ini belum juga disahkan.

"Nah kita akan mendesak itu supaya disegerakan. Agar undang-undangnya dikeluarkan dan disahkan," katanya.

Baca Juga: Penahanan Sorbatua Ditangguhkan, Massa Aksi Minta Pembebasan Murni

2. Yahdi berjanji menjembatani aspirasi masyarakat adat ke meja wakil rakyat

Anggota DPRD Sumut berinteraksi dengan massa aksi (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Yahdi mengklaim jika pihaknya (DPRD Sumut) dalam hal ini sudah berinisiatif duluan mengajukan perlindungan terhadap masyarakat adat. Namun belum juga berhasil karena belum ada Undang-undangnya.

"Sejak awal di tahun anggaran 2022 kita sudah memasukkan ini ke dalam program pembentukan peraturan daerah, yaitu tentang perlindungan hak masyarakat hukum adat. Tetapi ketika kita konsultasi ke Kementerian terkait namun katanya tunggu dulu undang-undangnya. Karena undang-undangnya atau RUU-nya sedang dibahas DPR RI," jelas Yahdi.

Yahdi berjanji jika masalah yang menimpa masyarakat adat akan pihaknya jembatani. Bahkan ia mengimbau kepada pemerintah untuk tidak semena-mena terhadap masyarakat adat.

"Artinya dalam hal ini pemerintah, penguasa, atau pengusaha tidak boleh juga semena-mena terhadap masyarakat. Mereka ini tuntutannya mungkin wajar-wajar saja. Tapi karena kurang direspon dan kurang disahuti dengan baik jadi akhirnya begitu kejadiannya. Tapi apapun ceritanya, ini akan kembali lagi pada peraturan perundang-undangan sebagai payung hukumnya," tambahnya.

Berita Terkini Lainnya