Kisah di Balik Hilangnya Tujuh Kata pada Teks Pembukaan UUD 1945

Kala itu, kemerdekaan bangsa menjadi prioritas utama

Jakarta, IDN Times – Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 74 tahun lalu, dilakukan saat bulan puasa Ramadan. Dalam buku "Mohammad Hatta: Memoir", diceritakan bahwa perumusan teks Proklamasi yang dilakukan di rumah Laksamana Maeda, rampung dini hari sekitar pukul 03.00 WIB.

Bung Hatta, yang mendiktekan kata-kata dalam teks Proklamasi itu, makan sahur dengan roti, telur, dan ikan sarden. Bung Hatta lalu pulang dibonceng Sukarno. Sekitar pukul 10.00 pagi di hari yang sama, Bung Karno didampingi Bung Hatta membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. 

Tapi ternyata, setelah itu timbul masalah. Teks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 digugat dan inilah cikal bakal dihapusnya tujuh kata dari Piagam Jakarta. Begini kisahnya, sebagaimana diceritakan Bung Hatta dalam bukunya.

1. Awalnya keberatan atas tujuh kata soal Syariat Islam datang dari perwira Angkatan Laut Jepang

Kisah di Balik Hilangnya Tujuh Kata pada Teks Pembukaan UUD 1945Foto hasil repro dari buku Istri-Istri Soekarno) IDN Times/Irfan Fathurohman

“Pada sore harinya, aku menerima telepon dari Tuan Nishijama, pembantu Laksamana Maeda, yang menanyakan dapatkah aku menerima seorang Kaigun (Angkatan Laut) karena ia mau mengemukakan suatu hal yang sangat penting bagi Indonesia. Nishijama sendiri akan menjadi juru bahasanya. Aku persilakan mereka datang. Perwira itu, aku lupa namanya, datang sebagai wakil Protestan dan Katolik, yang dikuasai Angkatan Laut Jepang, berkeberatan sangat terhadap bagian kalimat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, ‘Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.' Mereka mengakui bahwa bagian kalimat itu tidak mengikat mereka, hanya mengenai rakyat yang beragama Islam. Tetapi, tercantumnya ketetapan seperti itu di dalam suatu dasar yang menjadi pokok Undang-Undang Dasar, berarti mengadakan diskriminasi terhadap mereka golongan minoritas. Jika diskriminasi itu ditetapkan juga, mereka lebih suka berdiri di luar Republik Indonesia,” tutur Bung Hatta di dalam bukunya.

Terhadap keberatan itu, Bung Hatta mengatakan, “Bahwa itu bukan suatu diskriminasi, sebab penetapan itu hanya mengenai rakyat yang beragama Islam. Waktu merumuskan Pembukaan Undang-Undang Dasar itu, Tuan Maramis yang ikut serta dalam Panitia Sembilan, tidak mempunyai keberatan apa-apa dan pada tanggal 22 Juni 1945 dia ikut menandatanganinya. Perwira tadi mengatakan bahwa itu adalah pendirian dan perasaan pemimpin-pemimpin Protestan dan Katolik dalam daerah pendudukan Kaigun. Mungkin waktu itu, A.A. Maramis cuma memikirkan bahwa bagian kalimat itu hanya untuk rakyat Islam yang 90 persen jumlahnya dan tidak mengikat rakyat Indonesia yang beragama lain.  Ia tidak merasakan bahwa penetapan itu adalah suatu diskriminasi," lanjut Bung Hatta lagi.

Baca Juga: 74 Tahun Merdeka, Apakah Makna Toleransi Masih Erat dengan Agama?

2. Kalau tujuh kata tidak dihapuskan, kelompok Protestan dan Katolik memilih ada di luar Republik Indonesia

Kisah di Balik Hilangnya Tujuh Kata pada Teks Pembukaan UUD 1945Dok. Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat Indonesia

Perwira Kaigun menanggapi Bung Hatta dengan menyampaikan, “Pembukaan Undang-Undang Dasar adalah pokok daripada pokok, sebab itu harus teruntuk bagi seluruh bangsa Indonesia dengan tiada kecualinya. Kalau sebagian dari dasar pokok itu hanya mengikat sebagian dari rakyat Indonesia, sekali pun yang terbesar, itu dirasakan oleh golongan minoritas sebagai diskriminasi. Sebab itu kalau diteruskan juga Pembukaan yang mengandung diskriminasi itu, mereka golongan Protestan dan Katolik lebih suka berdiri di luar Republik.”

Bung Hatta menceritakan, “Karena perwira Angkatan Laut itu sungguh-sungguh menyukai Indonesia merdeka yang bersatu sambil mengingatkan pula kepada semboyan yang selama ini didengung-dengungkan, 'Bersatu kita teguh dan berpecah kita jatuh', perkataannya itu berpengaruh juga atas pandanganku," kenang Bung Hatta.

"Tergambar di mukaku, perjuanganku yang lebih dari 25 tahun lamanya, dengan melalui bui dan pembuangan, untuk mencapai Indonesia bersatu dan tidak terbagi-bagi. Apakah Indonesia merdeka yang baru saja dibentuk akan pecah kembali dan mungkin terjajah lagi karena suatu hal yang dapat diatasi? Kalau Indonesia pecah, pasti daerah di luar Jawa dan Sumatra akan dikuasai kembali oleh Belanda dengan menjalankan kembali politik divide et impera, politik memecah dan menguasai. Setelah itu aku terdiam sebentar, kukatakan kepadanya, bahwa esok hari dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan akan kukemukakan masalah yang sangat penting itu. Aku minta ia menyabarkan sementara pemimpin-pemimpin Kristen yang berhati panas dan berkepala panas itu,supaya mereka jangan terpengaruh oleh propaganda Belanda," lanjut Bung Hatta.

3. Bung Hatta mengajak lima tokoh Islam membahas permintaan hapus tujuh kata

Kisah di Balik Hilangnya Tujuh Kata pada Teks Pembukaan UUD 1945IDN Times/Uni Lubis

“Karena begitu serius rupanya, esok paginya tanggal 18 Agustus 1945, sebelum sidang Panitia Persiapan bermula, aku ajak Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Tuan Kasman Singodimedjo, dan Tuan Teuku  Hasan dari Sumatra, mengadakan suatu rapat pendahuluan untuk membicarakan masalah itu. Supaya kita jangan pecah belah sebagai bangsa, kami mufakat untuk menghilangkan bagian kalimat yang menusuk hati kaum Kristen itu dan menggantinya dengan 'Ketuhanan Yang Maha Esa'. Apabila suatu masalah yang serius dan bisa membahayakan keutuhan negara dapat diatasi dengan sidang kecil yang lamanya kurang dari 15 menit, itu adalah suatu tanda bahwa pemimpin-pemimpin tersebut di waktu itu benar-benar mementingkan nasib dan persatuan bangsa,” kenang Bung Hatta mengingat begitu pentingnya kemerdekaan bangsa di atas apa pun.

Bung Hatta lalu melanjutkan, “Pada waktu itu, kami dapat menginsafi bahwa semangat Piagam Jakarta tidak lenyap dengan menghilangkan perkataan, 'Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' dan menggantinya dengan 'Ketuhanan Yang Maha Esa'," tutup Bung Hatta.

Baca Juga: 7 Fakta Tentang Bung Hatta yang Jarang Diketahui Banyak Orang

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya