Trump Terancam Bisa Diusir Keluar dari Gedung Putih Tahun Depan

Trump hingga kini masih ogah mengaku kalah pemilu

Jakarta, IDN Times - Presiden ke-45 Amerika Serikat Donald J Trump terancam akan diusir dari Gedung Putih tahun depan, bila tak segera angkat kaki. Hal itu lantaran proses masa peralihan ke presiden baru terus berjalan, meski Trump masih menolak hasil Pilpres 3 November. 

Stasiun berita Al Jazeera, Senin, 10 November 2020 melaporkan Presiden AS terpilih, Joe Biden hanya melakukan hal yang menjadi bagian dari kewenangannya. Hal itu termasuk mengusir orang yang dianggap melewati teritorinya tanpa izin. 

"Seperti yang sudah kami katakan pada 19 Juli lalu, warga Amerika akan memutuskan melalui pemilu. Pemerintah AS sangat mampu untuk mengawal orang yang menerobos, ke luar dari Gedung Putih," ungkap juru bicara kampanye Biden, Andrew Bates. 

Joe Biden dan Kamala Harris dinyatakan memenangkan pemilu usai meraih 273 suara elektoral. Sedangkan, untuk bisa melenggang ke Gedung Putih membutuhkan 270 suara elektoral.

Proyeksi suara elektoral yang dilaporkan oleh media, kini Biden dan Harris mengantongi 290 suara elektoral. Trump dan Pence memperoleh 214 suara elektoral. 

Sedangkan, sejak awal Trump sudah enggan akan berbesar hati mengakui kekalahan bila gagal mempertahankan kekuasaannya. Bagaimana proses transisi nantinya akan berlangsung dari Trump kepada Biden?

1. Trump masih menolak proses peralihan kekuasaan ke Joe Biden

Trump Terancam Bisa Diusir Keluar dari Gedung Putih Tahun DepanCawapres di pemilu AS tahun 2020, Joe Biden dan Donald Trump (Star Tribune)

Sementara, hingga kini pemerintahan Trump menolak untuk memulai proses peralihan kekuasaan ke Joe Biden. Di sisi lain, Trump masih terus berkoar-koar menuduh tanpa bukti bahwa hasil pemilu telah dicurangi. 

Kepala administrasi umum (GSA) yang ditunjuk Trump, Emily W Murphy, hingga kini belum meneken sebuah surat yang menandakan dimulainya proses transisi. Dengan adanya surat itu, maka tim kampanye Biden akan memperoleh dana untuk membantu terealisasinya peralihan kekuasaan itu. 

Stasiun berita CNN melaporkan Murphy diduga belum meneken surat itu lantaran dapat bermakna pada akhirnya Trump mengakui kemenangan Biden dan kalah pemilu. Sedangkan, tim hukumnya tengah memproses untuk mengajukan gugatan hasil pemilu ke pengadilan. 

Juru bicara GSA menolak memberikan informasi kapan proses peralihan akan terjadi. Ini merupakan sinyal yang jelas bahwa GSA tidak akan mendahului Trump yang hingga kini belum mengakui kekalahannya di pemilu. 

"Proses peralihan belum dilakukan," kata juru bicara GSA, Pamela Pennington. 

Baca Juga: Belum Resmi Menang, Joe Biden Sudah Mulai Bahas Isu Terkini AS

2. Tidak ada dalam sejarah pilpres AS, kandidat yang kalah menolak mengakui

Trump Terancam Bisa Diusir Keluar dari Gedung Putih Tahun DepanPresiden AS Donald Trump (ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Barria)

Trump menjadi Presiden AS pertama yang menolak mengakui kekalahannya dalam pilpres. Laman National Geographic melaporkan mengakui kekalahan bukan bagian dari prosedur resmi di pemilu. Tidak ada pula dampak hukum bagi kandidat bila mereka menolak mengakui kekalahannya. 

Kandidat yang menolak mengakui hasil pemilu biasanya akan melakukan gugatan hukum. Tetapi, biasanya kandidat pada akhirnya akan mengakui kekalahan bila gugatan hukumnya mengenai hasil pemilu tidak terbukti. Bila Trump sudah menempuh jalur hukum dan tetap dinyatakan kalah, lalu menolak mengakui kekalahannya, hal itu akan menjadi catatan sejarah. 

Salah satu peristiwa bersejarah yang diingat publik AS yakni ketika capres dari Partai Demokrat, Al Gore, mengaku kalah kepada rivalnya George W Bush dari Partai Republik beberapa jam pada malam pemilu. Namun, ketika hasil penghitungan suara ketat, Al Gore kembali menghubungi Bush dan menarik kembali pernyataan kekalahannya. 

Pada akhirnya, Gore tetap kalah dari Bush. Di telepon, Gore melontarkan pernyataan yang dikenang oleh publik "Anda tidak perlu sombong mengenai hasil (pemilu) ini."

Namun, dalam pandangan Dekan Ilmu Politik di Middle Tennessee State University John R Vile, pengakuan kekalahan dari salah satu kandidat tetap penting meski tak mengikat secara hukum. Menurut Vile, dengan mematuhi norma-norma pemilu yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu, justru membantu melestarikan demokrasi di AS. 

"Ketika menyangkut hal tersebut, bukan militer atau Angkatan Laut yang membuat AS bersatu. Melainkan gagasan bahwa kita terikat oleh prinsip yang sama. Kesamaan itu jauh lebih kita dibandingkan perbedaan yang ada," tutur Vile. 

3. Joe Biden dan Kamala Harris diprediksi akan dilantik pada 20 Januari 2021

Trump Terancam Bisa Diusir Keluar dari Gedung Putih Tahun DepanMantan wakil presiden Joe Biden berbicara dengan Senator Kamala Harris setelah penutupan debat bakal calon presiden Amerika Serikat 2020 dari Demokrat di Houston, Texas, Amerika Serikat, 12 September 2019 (ANTARA FOTO/REUTERS/Mike Blake)

Stasiun berita BBC melaporkan meski Joe Biden dan Kamala Harris sudah diproyeksi akan menjadi pemimpin AS selanjutnya, bukan berarti mereka langsung bisa pindah ke Gedung Putih. Suara-suara yang masuk akan disertifikasi lebih dulu di semua negara bagian. Proses itu biasanya memakan waktu beberapa pekan ke depan. 

Di dalam konstitusi AS, tertulis, periode pemerintahan yang baru dimulai pada 20 Januari 2021 siang hari pukul 12.00. Seremoni pelantikan akan dilakukan di ibu kota Washington DC. 

Presiden dan wapres yang baru akan diambil sumpahnya di depan Ketua Hakim MA. Sehingga, keduanya diprediksi baru dilantik pada Januari 2021. 

Baca Juga: [BREAKING] Biden Menang Pemilu AS, Trump: Belum Sepenuhnya Usai

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya