Ditahan Selama 21 Jam, Akhirnya CEO Rappler Maria Ressa Dibebaskan

Maria bebas setelah membayar uang tebusan Rp 27 juta

Jakarta, IDN Times - CEO Rappler Filipina, Maria Ressa sempat ditahan di kantor Biro Nasional Investigasi (NBI) selama 21 jam sejak Rabu (13/2).

Akhirnya ia bisa menghirup udara bebas pada Kamis (14/2).

Maria dibebaskan usai membayar uang jaminan senilai 100 ribu Peso atau setara Rp 27 juta. 

Kuasa hukum Maria, JJ Disini, langsung berangkat menuju ke Pengadilan Regional Manila (RTC) begitu mereka membuka kantornya pada hari ini untuk membayar uang jaminan yang telah ditetapkan oleh Hakim Rainelda Estacio Montesa.

Maria tiba di pengadilan sekitar pukul 11:30 waktu setempat untuk menghadap hakim. 

Semula, proses penangguhan penahanan diproses oleh Hakim Rainelda. Tetapi, ia sedang bertugas di pengadilan lain. Alhasil, proses penangguhan diurus oleh Hakim Maria. 

Lalu, apa yang disampaikan oleh Maria begitu ia akhirnya berhasil keluar dari ruang tahanan kantor BNI? Yang pasti begitu ia dibebaskan, perempuan yang masuk ke dalam jajaran Persons of the Year 2018 versi Majalah Times itu, memutuskan langsung bekerja. 

1. Ini merupakan kali keenam Maria Ressa membayar uang jaminan agar terhindar dari bui

Ditahan Selama 21 Jam, Akhirnya CEO Rappler Maria Ressa DibebaskanInstagram/@maria_ressa

Dalam keterangannya kepada media pada siang tadi waktu setempat, Maria menyebut ini merupakan kali keenam ia harus membayar uang jaminan supaya tidak dibui. Di antara enam proses penjaminan yang harus ia bayar, penahanan terakhir lah yang dibayar dengan harga paling mahal. 

"Ini merupakan kali keenam saya membayar uang jaminan dalam waktu dua bulan. Uang jaminan kali ini hanya untuk satu tuduhan dan nilainya 100 ribu Peso (atau setara Rp27 juta). Ini merupakan nominal uang jaminan terbesar yang pernah saya bayarkan," kata Maria dalam video yang direkam oleh Rappler pada siang tadi. 

Ia pun mengaku baru kali pertama menjalani proses penahanan. Begitu ia dibebaskan, Maria langsung kembali ke kantor Rappler. Tiba di ruang redaksi, seluruh kru Rappler menyambutnya dengan tepuk tangan meriah. 

Baca Juga: CEO Media Filipina Rappler Ditahan karena Tuduhan Pencemaran Nama Baik

2. Maria Ressa menilai pemerintahan Duterte menggunakan aturan hukum yang ada untuk membungkam kritik

Ditahan Selama 21 Jam, Akhirnya CEO Rappler Maria Ressa Dibebaskan(CEO Rappler Maria Ressa) www.pbs.org

Maria juga menggaris bawahi dua poin penting begitu ia keluar dari tahanan. Pertama, penyalahgunaan kekuasaan dan kedua, menggunakan hukum sebagai senjata bagi pihak lain. 

"Apa yang kini kita saksikan adalah kematian oleh ribuan tusukan ke sistem demokrasi kita," kata Maria dengan ekspresi emosional seperti dikutip dari laman Al Jazeera edisi Kamis (14/2). 

Menurut pemimpin redaksi berusia 55 tahun itu, kelompok pembela HAM dan kebebasan pers telah ditahan di bawah kepemimpinan rezim Presiden Rodrigo Duterte sebagai bentuk intimidasi. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk membungkam dan tidak lagi mengkritik kebijakan Duterte yang banyak dinilai telah melanggar HAM. 

3. Pemerintahan Duterte membantah ikut campur agar polisi menahan Maria Ressa

Ditahan Selama 21 Jam, Akhirnya CEO Rappler Maria Ressa DibebaskanANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

Sementara, juru bicara Presiden Rodrigo Duterte, Salvador Panelo membantah dengan tegas tudingan adanya upaya kriminalisasi terhadap Maria dan media yang ia pimpin, Rappler. Salvador bahkan menyebut pemerintahan saat ini justru mendorong untuk memberikan masukan dan kritik. 

"Ibu Ressa sebagai seorang praktisi media dan pejabat tinggi di media yang kerap mengkritik kebijakan pemerintahan saat ini sama sekali tidak terkait atau menyebabkan ia berada dalam situasi saat ini," ujar Salvador seperti dikutip dari laman Al Jazeera

Ia menambahkan proses penahanan Maria oleh petugas NBI sama sekali tidak terkait dengan kebebasan berekspresi atau kritis terhadap pemerintahan Duterte. 

4. Penahanan Maria Ressa dikecam oleh kelompok pembela HAM dan jurnalis

Ditahan Selama 21 Jam, Akhirnya CEO Rappler Maria Ressa Dibebaskan(Ilustrasi ditahan) IDN Times/Sukma Shakti

Penahanan Maria sempat diproses oleh banyak pihak. Salah satunya Komisi HAM Antar-Pemerintah ASEAN (AICHR) Yuyun Wahyuningrum.

Dia menyatakan ketidaksetujuan dan keprihatinan atas penangkapan Maria Ressa, pemimpin redaksi Rappler--situs berita yang kritis terhadap pemerintah Filipina.

"Tindakan tersebut bertentangan dengan Pasal 23 Deklarasi HAM ASEAN yang menjamin kebebasan bependapat dan berekspresi," ujar Yuyun Wahyuningrum saat dihubungi Antara di Jakarta, Rabu malam.

Filipina adalah salah satu yang menandatangani Deklarasi HAM ASEAN. Saat itu, Presiden Filipina Benigno S. Aquino III menandatangani deklarasi tersebut. Dengan demikian, lanjut Yuyun, penangkapan Maria Ressa melanggar komitmen yang disepakati sendiri oleh Filipina.

Sementara, Ketua Umum Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Uni Lubis menyesalkan tindakan kriminalisasi atas Maria Ressa. Dalam keterangan tertulisnya pada siang ini, mereka menyatakan tindakan aparat hukum menggunakan artikel jurnalistik yang dipublikasikan tahun 2012 menunjukkan sikap otoriter kekuasaan terhadap media yang dianggap kritis terhadap pemerintah.

"Journalism is not a crime. Negara yang menjunjung tinggi demokrasi tidak memberangus kemerdekaan pers," kata Uni.

5. Tuduhan pencemaran nama baik bermula dari artikel yang diterbitkan oleh Rappler tahun 2012 lalu

Ditahan Selama 21 Jam, Akhirnya CEO Rappler Maria Ressa Dibebaskan(Logo Rappler) www.rappler.com

Kasus yang menyebabkan Maria ditahan bermula dari laporan seorang pengusaha bernama Wilfredo Keng. Nama pengusaha itu pernah ditulis oleh Rappler sebagai pemilik mobil SUV yang digunakan oleh mantan Hakim Konstitusi selama proses sidang dakwaan. 

Laman Rappler edisi Rabu kemarin menulis yang dikeluhkan Wilfredo bukan soal laporan bahwa ia disebut sebagai pemilik sesungguhnya dari mobil SUV, tapi mengenai informasi latar belakang, bahwa ia pernah diduga terkait dengan kasus perdagangan narkoba dan perdagangan manusia. Informasi itu diperoleh dari laporan badan intelijen. 

Mari menjelaskan sebelum artikel itu tayang, mereka sudah melakukan konfirmasi kepada badan intelijen. Wilfredo pun sudah diberikan kesempatan untuk memberikan komentar. 

"Kami sudah melakukan pengecekan (sebelum artikel itu terbit). Bahkan, kasus soal pencemaran nama baik itu sempat ditangguhkan oleh NBI sebelum akhirnya diproses kembali oleh Departemen Kehakiman," kata Maria dalam wawancarannya di kantor Rappler pada hari ini. 

Lalu, apa pesan yang ingin ia sampaikan kepada pemerintahan Duterte? Ia mengaku bukan korban dari rezim pemerintahan Duterte. 

"Saya akan memastikan pemerintah bertanggung jawab atas setiap keputusan yang mereka buat. Perbuatan jauh lebih kuat dari sekedar kata-kata. Kami jurnalis. Dan kami mengerjakan hal yang menjadi pekerjaan kami," tuturnya lagi. 

Baca Juga: Penangkapan Maria Ressa Dikecam Jurnalis dan Komisi HAM

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya