Bakar 1.000 Hektare Lahan Gambut, PT Kalista Alam Belum Dieksekusi

Pegiat lingkungan buat petisi eksekusi dialihkan ke MA

Banda Aceh, IDN Times - Forum Lembaga Swadaya Masyarkat (LSM) Aceh serta Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) membuat petisi menuntut agar eksekusi terhadap perusahaan kelapa sawit PT Kalista Alam di Kabupaten Nagan Raya, Aceh, segera diambil alih oleh Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia.

Langkah itu diambil dua lembaga yang fokus dengan lingkungan ini karena melihat lambannya proses eksekusi dari pihak Pengadilan Negeri (PN) Suka Makmue, Kabupaten Nagan Raya dalam menjalankan wewenangnya.

Baca Juga: Diduga Selingkuh, Sepasang Oknum Pejabat Ditangkap Polisi

1. Eksekusi mandek karena PN Suka Makmue lamban menjalankan putusan inkrah

Bakar 1.000 Hektare Lahan Gambut, PT Kalista Alam Belum DieksekusiForum LSM dan HAkA buat petisi menuntu agar eksekusi PT Kalista Alam dialihkan ke Mahkamah Agung (MA). (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Advokasi Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Nurul Ikhsan dalam konferensi pers yang digelar di Leuser Conservation Training Center (LCTC) di Pango, Kota Banda Aceh, mengatakan, dalam kasus ini PN Suka Makmue dinilai lamban dalam menjalankan eksekusi putusan inkrah.

Padahal, putusan inkrah pelelangan lahan dan aset milik perusahan sawit yang telah divonis bersalah oleh PN Meulaboh di Aceh Barat pada 2015 silam itu, telah diputuskan sejak 28 Agustus 2015 lalu dan baru terbit penetapan eksekusinya pada 22 Januari 2019.

“Namun sampai sekarang, Oktober 2021, putusan pengadilan tersebut belum ada eksekusinya,” kata Ikhsan, pada Selasa (12/11/2021).

2. Forum LSM Aceh serta Yayasan HAkA desak eksekusi harus segera dilaksanakan

Bakar 1.000 Hektare Lahan Gambut, PT Kalista Alam Belum DieksekusiForum LSM dan HAkA buat petisi menuntu agar eksekusi PT Kalista Alam dialihkan ke Mahkamah Agung (MA). (IDN Times/Muhammad Saifullah)

PT Kalista Alam telah ditetapkan bersalah atas pembakaran sekitar 1.000 hektar lahan gambut di Rawa Tripa, Nagan Raya, dalam periode 2009-2012. Dalam kasus ini, putusan eksekusi diputuskan oleh PN Meulaboh, akan tetapi proses pelaksanaannya telah mendelegasikan kewenangan kepada PN Suka Makmue. Sebab, saat kasus sengketa ini muncul sebelum ada pengadilan di Nagan Raya sehingga harus ditangani oleh PN Meulaboh.

Berdasarkan hasil peninjauan HAkA, meski telah diberikan wewenang, namun PN Suka Makmur memiliki penafsiran berbeda terkait eksekusi lelang aset dari perusahaan kelapa sawit tersebut. Pengadilan itu merasa jika kewenangan yang diberikan kepada mereka tidak lengkap.

Tidak adanya putusan yang menegaskan bahwa lembaga tersebut berhak masuk ke lokasi dan menilai aset milik PT Kalista Alam, dijadikan alasan. Malah, eksekusi tidak akan dilakukan pengadilan di Nagan Raya tersebut sebelum adanya amar putusan baru.

Tindakan PN Suka Makmue dinilai advokasi HAkA itu, telah memperlambat proses eksekusi terhadap perusahaan yang telah divonis bersalah tersebut.

“Ini putusan sudah inkrah, demi kepastian hukum dan keadilan, bagi lingkungan khususnya, ini memang tidak ada cerita harus dieksekusi. Harus dilaksanakan,”

“Jadi alasan yang disampaikan tadi, itu tidak masuk akal. Seolah ini tidak bisa eksekusi,” imbuhnya.

3. Membuat petisi menuntut eksekusi PT Kalista Alam dialihkan ke MA

Bakar 1.000 Hektare Lahan Gambut, PT Kalista Alam Belum DieksekusiForum LSM dan HAkA buat petisi menuntu agar eksekusi PT Kalista Alam dialihkan ke Mahkamah Agung (MA). (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Bukan tanpa sebab petisi menuntut agar eksekusi terhadap perusahaan kelapa sawit PT Kalista Alam dialihkan ke MA. Sekretaris Jenderal Forum LSM Aceh, Sudirman Hasan menyampaikan, lambannya proses eksekutor yang dilakukan PN Suka Makmue dalam menjalankan putusan inkrah, menjadi alasan petisi tersebut dibuat.

Sebab, eksekusi lahan dan aset milik perusahaan sawit di Kabupaten Nagan Raya tersebut seharusnya telah dilakukan sejak inkrah putusan ditetapkan. Oleh karena itu, mereka memilih untuk menuntut eksekusi segera dialihkan ke MA. Tujuannya, agar eksekusi lahan maupun aset yang dimiliki perusahaan kelapa sawit di Nagan Raya tersebut segera dilakukan.

“Kita mengadvokasi atau mendorong percepatan eksekusi lahan PT Kalista Alam sesuai dengan inkrah yang telah dilakukan oleh Mahkamah Agung,” kata Sudirman.

Sepengetahuannya, selama empat tahun terakhir, rencana proses eksekusi banyak menemukan kendala di lapangan. Itu dikarenakan  PN Suka Makmue enggan menugaskan juru sita mendampingi tim appraisal ketika mendatangi lokasi PT Kalista Alam.

“Petisi ini pada intinya kita mengajak dukungan masyarakat sipil Aceh, nasional, dan dukungan internasional, supaya putusan inkrah yang dilakukan Mahkamah Agung secepatnya atau diambil alih oleh Mahkamah Agung,” tegas Sudirman.

Langkah itu dikatakannya diambil mengingat kasus sengketa ini merupakan yang pertama kali terjadi di Indonesia, sehingga harus diselesaikan.

“Kami melihat PN Suka Makmue, ada kegamangan atau semacam kekhawatiran atau tidak mau mengambil semacam inisiatif untuk kasus ini diselesaikan,” imbuhnya.

4. Sekilas tentang kasus PT Kalista Alam

Bakar 1.000 Hektare Lahan Gambut, PT Kalista Alam Belum DieksekusiForum LSM dan HAkA buat petisi menuntu agar eksekusi PT Kalista Alam dialihkan ke Mahkamah Agung (MA). (IDN Times/Muhammad Saifullah)

PT Kalista Alam yang telah divonis bersalah oleh PN Meulaboh harus bertanggung jawab terhadap aksi pembakaran sekitar 1.000 hektar area lahan gambut di Rawa Tripa, Kabupaten Nagan Raya, dalam periode 2009-2012.

Atas putusan itu, perusahaan kelapa sawit tersebut, harus membayar ganti rugi mencapai Rp366 miliar. Uang itu nantinya akan digunakan untuk pembayaran dana pemulihan lahan Rp251,7 miliar dan selebihnya Rp114,3 miliar, masuk ke dalam kas negara.

Vonis yang diputuskan pada 2015 tersebut merupakan hasil gugatan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia yang dilayangkan pada 15 Juli 2014 silam.

Baca Juga: Dipicu Sakit Hati, Patar Simanjuntak Tewas Dianiaya Pedagang Pisang 

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya