Politisi PDIP: Karut-Marut Pemilu 2019 karena Undang-Undang Banci!

Penyebab banyaknya korban Pemilu 2019 berawal dari 2014 lalu

Jakarta, IDN Times – Pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) serentak 2019 harus dibayar mahal dengan korban jiwa, khususnya dari petugas KPPS. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebut jumlah saat ini petugas KPPS meninggal sebanyak 230 orang dan 1.671 orang sakit.

Anggota Komisi I DPR RI yang juga politikus PDI-P, Effendi Simbolon, mengkritisi sengkarut Pemilu ini dengan menyoroti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap hasil uji materi atau judicial review Pemilu serentak yang diputuskan pada 2014 lalu.

“Karut-marutnya dimulai dari situ, sehingga teman-teman di KPU menjadi pihak yang pesakitan. Menjadi seolah mereka tidak mampu melaksanakan. Saya kira siapa pun kalau jadi kru KPU saat ini akan mengalami masalah yang sama seperti yang dialami di seluruh Indonesia,” kata Effendi dalam diskusi bertajuk "Silent Killer Pemilu Serentak" di Jakarta, Sabtu (27/4).

1. Masalah Pemilu serentak karena pemilihan eksekutif dan legislatif bersamaan

Politisi PDIP: Karut-Marut Pemilu 2019 karena Undang-Undang Banci!IDN Times/Prayugo Utomo

Effendi menyebut kompleksnya Pemilu 2019 ini karena pemilihan eksekutif dan legislatif dilakukan bersamaan sehingga terjadi ekses atau hal yang melampaui batas. “Ini titik awal kompleksitas masalah di Pemilu yang menimbulkan begitu banyak ekses dan perhatian publik menjadi tidak fokus, jadi seolah-olah menu utamanya Pilpres dan menu tambahan Pileg,” kata Effendi.

Baca Juga: TKN: Tim Pencari Fakta Tidak Pengaruhi Hasil Pemilu

2. Apa yang terjadi pada hasil putusan MK 2014 lalu?

Politisi PDIP: Karut-Marut Pemilu 2019 karena Undang-Undang Banci!Instagram @mahkamahkonstitusi

Mengutip dari berbagai sumber, pada 2013 lalu terdapat permohonan dari Effendi Ghazali dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak dikabulkan sebagian oleh Majelis Hakim Konstitusi. Mereka menggugat UU Nomor 42/2008 tentang Pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Untuk diketahui Pada 2014, Pileg dan Pilpres dilaksanakan secara terpisah. Namun pelaksanaan Pemilu secara terpisah itu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan makna pemilihan umum yang dimaksud Pasal 22E ayat (1), (2) dan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.

MK mengabulkan dan mengeluarkan putusan uji materi untuk UU yang digugat pada Mei 2013, meski baru resmi disidangkan pada Januari 2014. Penerapannya sendiri baru bisa dilakukan pada 2019 karena mepetnya persiapan untuk Pemilu 2014 kala itu.

Menurut MK, apabila putusan MK langsung diterapkan setelah putusan diucapkan, tahapan Pemilu 2014 yang saat itu telah dan sedang berjalan akan terganggu atau terhambat dan akan kehilangan dasar hukum.

“Sebelum Pemilu ini berlangsung, keinginan teman-teman NGO (Non-Government Organization) ingin meniadakan presidential dan parliamentary threshold-nya. Jadi dengan Pemilu serentak dan sekaligus bersamaan tidak diperlukan persyaratan, threshold-threshold yang parliamentary atau presidential-nya. Tujuan utamanya ke sana, tapi MK menyambutnya berbeda,” kata Effendi dalam diskusi itu.

3. Effendi: MK perlu dicek kejiwaannya

Politisi PDIP: Karut-Marut Pemilu 2019 karena Undang-Undang Banci!ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Kritik Effendi tidak berhenti di situ, dalam diskusi itu ia menilai kejiwaan MK yang mengeluarkan putusan Pemilu serentak kala itu perlu dicek.

“Ini MK perlu dicek secara psikis kejiwaannya. Ya zamannya mereka yang memutuskan itu. Karena bagaimana pun ini produk yang riskan sekali, kita akhirnya jadi berbciara di akibatnya. Tapi penyebabnya tidak pernah,” kritiknya.

4. Undang-undang banci, siapa bertanggung jawab?

Politisi PDIP: Karut-Marut Pemilu 2019 karena Undang-Undang Banci!ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Ketika moderator bertanya siapa yang bertanggung jawab atas permasalahan ini, Effendi menyebut semua pihak bertanggung jawab, termasuk dirinya dan pemerintah. “MK dan yang mengajukan uji materi ini yang bertanggung jawab. Sekaligus kami di DPR, pemerintah juga. Ini kan undang-undang banci nih. Kita mau serentak serempak tapi undang-undang gak jelas,” ucapnya.

Baca Juga: Ketua KPU Enggan Komentar soal Evaluasi Pemilu 2019 

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya