Jalan Panjang Akuisisi Freeport, Akhirnya Jinak di Tangan Jokowi 

Kronologi divestasi saham Freeport sudah ribet sejak 1991

Jakarta, IDN Times – Debat kedua calon presiden dan wakil presiden RI akan berlangsung 17 Februari 2019. Debat ini mengusung tema energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup.

Diprediksi, dalam debat ini salah satu yang akan disorot yakni akuisisi atau divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pada November 2018 lalu. 

Sebagian menyebut, divestasi 51 persen saham Freeport itu sebagai prestasi Pemerintahan Jokowi di sektor energi, karena akhirnya pemerintah berhasil menjadi pemegang saham mayoritas dari perusahaan tambang yang sudah dikuasi pihak asing sejak kontrak karya (KK) pertama diteken, pada 1967 atau pada masa Pemerintahan Soeharto. 

Namun, ada juga pihak yang menilai sinis keberhasilan akuisisi saham Freeport tersebut. Mereka mengatakan, seharusnya pemerintah menunggu hingga kontrak PT Freeport habis pada 2021, sehingga pemerintah tidak perlu membeli saham sebesar 51 persen.

Lalu bagaimana fakta sebenarnya? Sudah tepatkah langkah pemerintah mengakuisisi 51 persen saham Freeport atau harus menunggu hingga 2021?

Mengacu pada kuliah Twitter (Kultwit) staf khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 2014-2016, Muhammad Said Didu dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD pada Desember 2018, serta pemaparan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Gatot Ariyano, berikut jalan panjang proses akuisisi saham PT Freeport.   

Baca Juga: IMS 2019: Ini Cara Jonan Ambil Alih Saham PT Freeport

1. Saat kontrak karya ingin diubah menjadi izin usaha, kenapa harus diperpanjang kalau bisa dikuasai?

Jalan Panjang Akuisisi Freeport, Akhirnya Jinak di Tangan Jokowi ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Dalam kultwitnya yang berjudul #simalakama2, Muhammad Said Didu mengatakan, mantan Menteri ESDM saat itu, Sudirman Said, melakukan perundingan untuk mengubah Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

“Awalnya Prof Mahfud MD juga berpendapat bahwa perundingan yang dilakukan pak Sudirman Said untuk mengubah KK menjadi IUPK adalah permainan untuk mendapatkan sesuatu karena bisa diperoleh secara gratis setelah 2021. Saat itu saya atur pertemuan pak Mahfud MD dengan pak Sudirman Said akhirnya clear,” kata Said Didu.

Sementara, Mahfud MD saat itu sempat mempertanyakan dan tidak setuju dengan perpanjangan kontrak Freeport.

“Benar juga, mengapa harus dilakukan perpanjangan kontrak dengan Freeport? Banyak yang mendukung agar kontrak dengan Freeport diakhiri, tak perlu dinego-nego segala, langsung kita kuasai 100 persen. Luhut Binsar Panjaitan (LBP) juga berpendapat begitu, katanya Sudirman tak berkonsultasi dengan Presiden,” tulis Said Didu lagi. 

2. Undang-undang dan dokumen kontrak Freeport yang mengejutkan

Jalan Panjang Akuisisi Freeport, Akhirnya Jinak di Tangan Jokowi ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Pertemuan antara Said Didu, Sudirman Said, dan Mahfud MD akhirnya terwujud. Dalam pertemuan itu, Mahfud MD mengaku terkejut dengan adanya undang-undang dan dokumen kontrak Freeport.

"Di dalam Kontrak Karya dengan Freeport dicantumkan pemberian keistimewaan kepada Freeport, sehingga dengan kontrak itu Freeport selalu mengatakan pihaknya bisa membawa kasus itu ke Arbitrase Internasional jika kontrak diputus begitu saja,” ujar Mahfud.

Di sini diketahui ada fakta bahwa Kontrak Karya dengan Freeport tidak bisa diputus begitu saja karena bisa dibawa ke Arbitrase Internasional.

3. Kenapa tidak dilawan saja di Arbitrase Internasional?

Jalan Panjang Akuisisi Freeport, Akhirnya Jinak di Tangan Jokowi IDN Times/Freeport Indonesia

Menurut Said Didu, Indonesia tidak bisa sembarangan maju dalam Arbitrase Internasional. Jika itu terjadi, maka tambang akan berhenti beroperasi dan itu bisa menyebabkan sejumlah kerugian.

“Jika berhenti sekitar sebulan saja, maka perkiraan saya Freeport sangat sulit atau tidak mungkin lagi dibuka dan dioperasikan selamanya, karena ada persoalan teknis dan non-teknis muncul,” ucapnya.

Permasalahan non-teknis yang muncul adalah kemungkinan diambilalihnya Freeport oleh suku-suku Papua yang merasa berhak, dan kemungkinan masuknya Organisasi Papua Merdeka (OPM) menguasai lokasi.

Sedangkan masalah teknis yakni terowongan tambang yang panjangnya sudah sekitar 600 km, akan runtuh karena tidak dipelihara lagi.

Selain itu, jika Freeport berhenti beroperasi maka ekonomi Papua diperkirakan akan menghadapi masalah serius, karena peran Freeport terhadap ekonomi Papua sangat dominan.

“Jika ini terjadi, dikhawatirkan akan terjadi gejolak sosial yang membuat masalah makin rumit,” jelas Said Didu.

Dia melanjutkan, dengan adanya kemungkinan Arbitrase Internasional, sikap pemerintah kala itu adalah tidak mau berunding solusi kontrak yang berakhir 2021, yang dikemukakan berkali-kali oleh Freeport.

“Bahkan kalau tidak salah, sudah pernah mengirim aduan ke Arbitrase tentang hal ini. Kita hadapi saja. Saya katakan, jika lewat jalur Arbitrase maka yang terjadi adalah 'menang jadi arang dan kalah jadi abu'. Nasionalisme saya adalah bahwa tambang tersebut harus memberikan manfaat buat rakyat,” jelasnya.

Di sini, poin kedua yang perlu dicatat, Indonesia tidak bisa begitu saja maju dalam Arbitrase Internasional karena akan berdampak pada kerugian teknis maupun non-teknis, khususnya terhadap Papua.

4. Sejarah kenapa muncul kontrak Freeport tidak bisa diputus begitu saja

Jalan Panjang Akuisisi Freeport, Akhirnya Jinak di Tangan Jokowi IDN Times/Sukma Shakti

Dalam cuitan #simalakama2 Said Didu mengatakan, alasan mereka yang menyebut Freeport bisa diperoleh secara gratis karena berpikir, bahwa setelah otomatis 2021 kembali ke Indonesia seperti migas dan kontrak tambang lain, kontraknya tidak perlu diperpanjang.

Menurut Said Didu, hal tersebut tidak salah jika Kontrak Karya Freeport dengan Pemerintah Indonesia yang ditandatangani pada 1991, tidak mencantumkan klausul yang memberikan keamanan investasi bagi Freeport McMoran di Papua.

“Saya coba pahami posisi pemerintah saat itu memberikan jaminan investasi. Saat berunding dengan Freeport saya banyak diskusi dengan Bob Hasan (Menteri Perindustrian dan Perdagangan Indonesia 1998), yang paham latar belakang Kontrak Karya generasi I 1967-1991, dan pak Ginandjar Kartasasmita (mantan Menteri Pertambangan dan Energi (Mentamben) yang menandatangani kontrak generasi II tahun 1991-2021. Rasionalitas saya menyatakan bahwa kedua kontrak tersebut cocok pada masanya,” papar Said Didu.

Dia melanjutkan, dalam kontrak karya generasi II tercantum 3 hal:
1) Pihak Freeport berhak meminta perpanjangan kontrak 2x10 tahun setelah kontrak habis. 
2) Pemerintah tidak bisa menghalangi tanpa alasan rasional.
3) Kontrak hanya tunduk pada undang-undang yang sudah berlaku saat kontrak ditandatangani.

"Atas dasar butir 18 (tweet) dan posisi Kontrak Karya Freeport dengan pemerintah Indonesia tahun 1991 'setara' dengan Undang-Undang karena mendapatkan persetujuan dari DPR, menjadikan alternatif penyelesaian kontrak setelah 2021 menjadi terbatas, kecuali kita siap berperkara di Arbitrase,” ujarnya.

Senada dengan Said Didu, Mahfud MD menambahkan, dalam Kontrak Karya juga disebutkan bahwa Freeport bisa memperpanjang kontrak 2X10 tahun, dan pemerintah tidak dapat menolak tanpa alasan yang rasional yang diterima oleh Freeport.

“Ada juga isi, bahwa jika kontrak berakhir maka Pemerintah harus membeli saham Freeport sesuai dengan harganya,” imbuh Mahfud.

Poin ketiga dalam kasus ini adalah, jika kontrak itu berakhir maka pemerintah harus membeli saham Freeport.

5. Kontrak Karya II Freeport cacat hukum karena kasus penyuapan?

Jalan Panjang Akuisisi Freeport, Akhirnya Jinak di Tangan Jokowi Facebook/Sri Mulyani Indarwati

Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli pernah menyebut, penandatanganan Kontrak Karya (KK) generasi II 1991-2021 oleh mantan Menteri Pertambangan dan Energi Ginandjar Kartasasmita cacat hukum. Secara terang-terangan ia menyebut, ada penyuapan kepada Ginandjar.

“Hasil nyogok GK. Karena kontrak itu cacat hukum, hasil penyogokan, tidak ada lagi Sanctity Of Contract (kesucian kontrak). Tidak ada kewajiban untuk menyetujui perpanjangan kontrak Freefort 2x10 tahun sampai 2041,” kata Rizal melalui Twitter pada 22 Desember 2018.

Mahfud MD membenarkan ada penyuapan kepada Ginandjar. Namun ia mengatakan, kasus itu harus diputus oleh peradilan pidana terlebih dahulu. Tapi, kasus itu kemudian kedaluwarsa karena tindak pidana korupsi mempunyai batas waktu 18 tahun.

"Peradilan pidana untuk kasus korupsi atau penyuapan kedaluwarsanya adalah 18 tahun. KK itu terjadi tahun 1991, kedaluwarsa pada 2009,” ujarnya.

6. Tiga pasal yang menyebabkan Freeport tidak berakhir di 2021

Jalan Panjang Akuisisi Freeport, Akhirnya Jinak di Tangan Jokowi IDN Times/Angelia Nibennia Zega

Sementara Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Gatot Ariyano dalam pemaparannya mengatakan, ada 3 pasal yang menyebabkan Freeport tidak berakhir di 2021.

Ketiga pasal itu adalah Pasal 169 UU NO 4 Tahun 2009, Pasal 31 KK Tahun 1991, dan Pasal 22 KK Tahun 1991.

Pasal 169 UU NO 4 Tahun 2009 mengatakan, Kontrak Karya (KK) yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini, tetap  diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak.

“Pasal 83 UU No 4 Tahun 2009, IUPK OP Mineral Logam dapat  diberikan paling lama 20 tahun dan dapat diperpanjang 2x10  tahun,” kata Gatot.

Kedua adalah Pasal 31 KK Tahun 1991. Persetujuan ini akan mempunyai jangka waktu 30 tahun, dan perusahaan akan diberikan hak untuk memohon 2 kali  perpanjangan masing-masing 10 tahun secara berturut-turut,  dengan syarat disetujui pemerintah.

“Pemerintah tidak akan menahan atau menunda persetujuan secara tidak wajar,” ucapnya.

Apabila kontrak berakhir, semua kekayaan Kontrak Karya milik perusahaan yang bergerak maupun tidak bergerak, yang terdapat di dalam wilayah proyek dan pertambangan, harus ditawarkan untuk dijual kepada pemerintah dengan harga buku atau nilai pasar.

Ketiga adalah Pasal 22 KK Tahun 1991. Pemerintah mempunyai kesempatan selama 30 hari untuk membeli atau menerima. Namun apabila menolak penawaran itu, maka  perusahan boleh menjual atau dengan cara lain menyingkirkan selama 12 bulan dari wilayah tersebut.

“Hak dan kewajiban yang mulai berlaku sebelum pengakhiran KK, serta hak dan kewajiban sehubungan dengan transfer mata uang dan kekayaan yang pelaksanaannya belum selesai pada saat pengakhiran KK, akan berlaku sepenuhnya selama waktu yang diperlukan/yang wajar untuk pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut,” papar Gatot.

7. MoU dan awal divestasi saham Freeport

Jalan Panjang Akuisisi Freeport, Akhirnya Jinak di Tangan Jokowi IDN Times/Sukma Shakti

Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kemudian mengeluarkan nota kesepahaman (MoU) untuk melakukan perundingan dengan Freeport, jika Freeport ingin membahas kelanjutan kontrak.

Said Didu dalam cuitannya menyebut 3 alasan kenapa SBY mengeluarkan MoU itu, yakni:
1) Sebagai peta jalan untuk pelaksanaan Undang-Undang Minerba oleh Freeport, termasuk pembangunan smelter.
2) Peta jalan perundingan tindak lanjut kontrak.

3) Sebagai pegangan kepastian Freeport yang akan investasi sekitar US$20 miliar untuk tambang dan smelter.

“Dalam MoU tersebut sama sekali tidak ada arahan apakah kontrak akan diperpanjang atau tidak, dan kalau diperpanjang akan seperti apa. Yang ada adalah kewajiban Freeport yang harus dipenuhi jika ingin membahas perpanjangan kontrak tahun 2019 atau 2 tahun sebelum kontrak berakhir,” jelas Said Didu.

Beberapa hal penting dalam MoU tersebut antara lain: divestasi saham, pembangunan smelter, peningkatan pendapatan negara dan daerah, peningkatan penggunaan produk dalam negeri, dan peningkatan alih teknologi.

Pada era Pemerintahan Jokowi, Sudirman Said sebagai Menteri ESDM kemudian melakukan perundingan dengan Freeport berbasis pada MoU SBY itu.

“Karena MoU tersebut masih sejalan dengan kebijakan Pemerintahan Jokowi,” ucapnya.

Namun, perundingan yang sudah mau masuk rincian cara divestasi itu sempat terganjal kasus Papa Minta Saham Setya Novanto.

Poin di sini adalah tiap masa pemerintahan seorang presiden akan ada upaya untuk memiliki Freeport dan merebut saham mayoritas, yang tidak mudah berdasarkan poin ketiga sebelumnya.

8. Kenapa divestasi saham Freeport baru bisa dilakukan sekarang?

Jalan Panjang Akuisisi Freeport, Akhirnya Jinak di Tangan Jokowi Facebook/Sri Mulyani Indrawati

Menjawab pertanyaan itu, Said Didu menyebut 5 alasan kenapa divestasi saham Freeport baru bisa dilakukan sekarang. Pertama kontrak akan habis, kedua pelaksanaan Undang-Undang Minerba, Ketiga Freeport berkenan jual saham mereka, dan keempat Indonesia sudah memiliki PT Inalum yang mau dan mampu cari utang untuk membeli, dan terakhir yakni kelima ada dukungan kebijakan pemerintah.

“Jadi siapapun presidennya saat ini, proses terhadap Freeport akan terjadi karena dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Minerba dan akan berakhirnya Kontrak Karya generasi II. Justru kalau terjadi overdosis pernyataan prestasi politik, maka timbul pro-kontra,” jelas Said Didu.

Mahfud MD menambahkan, sempat terjadi penolakan ketika Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba yang mengubah sistem Kontrak Karya menjadi izin usaha.

“Freeport menolak dan mengatakan UU itu hanya berlaku bagi perusahaan baru. Perjanjian hanya bisa berakhir dengan perjanjian baru. Itulah yang ditempuh oleh Pemerintah,” ujarnya.

Seperti dijelaskan Said Didu, divestasi saham lebih mudah dilakukan sekarang ini karena kelima faktor di atas.

9. Kontrak karya yang berubah menjadi IUPK

Jalan Panjang Akuisisi Freeport, Akhirnya Jinak di Tangan Jokowi IDN Times/Sukma Shakti

Kemudian dijelaskan oleh Gatot soal perpanjangan Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus. Dalam Pasal 112 PP 77 Tahun 2014 soal bentuk perpanjangan.

Disebutkan, Kontrak Karya yang belum memperoleh perpanjangan dapat diperpanjang menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi tanpa melalui lelang, dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali mengenai penerimaan negara yang lebih menguntungkan.

Adapun permohonan perpanjangan dan  jaminan investasi dalam IUPK tercantum pada Pasal 72 ayat (1) PP 1 Tahun 2017 yang menyebutkan, "permohonan perpanjangan IUPK diajukan 5 tahun sebelum  berakhirnya IUPK.”

Selain persyaratan yang berlaku dalam Pasal 72 PP No 1 Tahun  2017, PT Freeport Indonesia juga wajib melakukan:

  1. Menyesuaikan bentuk Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus  (IUPK);
  2. Melaksanakan pembangunan Smelter baru dalam kurun waktu paling lambat  5  (lima) tahun;
  3. Melaksanakan Divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 51 persen kepada peserta Indonesia;
  4. Stabilitas Penerimaan Negara dalam IUPK secara agregat lebih besar dibanding penerimaan negara dalam Kontrak Karya.

10. Lewat negosiasi, Indonesia kuasai saham Freeport lewat skema divestasi

Jalan Panjang Akuisisi Freeport, Akhirnya Jinak di Tangan Jokowi IDN Times/Angelia

Jelang akhir Desember 2018, Pemerintah Indonesia akhirnya berhasil mengambil alih 51,2 persen saham PT Freeport Indonesia.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, hal penting dalam proses akuisisi saham Freeport ini adalah negosiasi.

"Ini kalau kita lihat dari konstitusi dan sebagainya, lalu perjanjian dengan Freeport, yang paling penting itu adalah bagaimana kita melakukan satu negosiasi," ujar Jonan dalam acara Indonesia Millennial Summit 2019 by IDN Times, di Kempinski, Jakarta Pusat, Sabtu (19/1).

Selain negosiasi, mantan Dirut PT KAI tersebut juga mencoba meyakinkan pihak Freeport McMoran, agar tetap mendapatkan bisnisnya di Tanah Air.

"Kedua, juga kita menempatkan hak dan kewajiban masing-masing itu dengan baik,” ujar dia.

Indonesia menguasai saham PT Freeport Indonesia lewat skema divestasi melalui BUMN, PT Inalum, dengan nilai mencapai US$3,85 miliar. Untuk membeli saham sebesar 51,2 persen ini sendiri, Inalum menerbitkan surat utang global senilai US$4 miliar, salah satu nilai terbesar di sepanjang sejarah Indonesia.

Baca Juga: Mengejar Penerimaan Negara yang Lebih Besar dari Freeport

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya