Selain Demokrat, 7 Partai Ini Juga Pernah Kisruh Kepemimpinan

Hampir semua parpol besar mengalami kisruh kepemimpinan

Jakarta, IDN Times - Dualisme kepemimpinan yang terjadi di Partai Demokrat kian memanas. Kubu Agus Harimurti Yudhoyo (AHY) dan Moeldoko saling mengklaim pihak merekalah yang berhak memimpin partai berlambang mercy tersebut.

Tak hanya Demokrat, kisruh dualisme kepemimpinan juga pernah terjadi di sejumlah partai politik di Tanah Air. Berikut ini tujuh parpol yang pernah mengalami dualisme kepemimpinan.

Baca Juga: Demokrat Kubu AHY Tunjuk Bambang Widjojanto Jadi Kuasa Hukumnya

1. PDI kubu Megawati Soekarnoputri dan Suryadi

Selain Demokrat, 7 Partai Ini Juga Pernah Kisruh KepemimpinanKetua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (IDN Times/Aldzah Fatimah Aditya)

Sebelum menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), partai ini hanya bernama Partai Demokrasi Indonesia yang terbentuk pada 10 Januari 1973.

Pada masa Orde Baru, partai ini kerap digoyang rezim Soeharto. Pada 1993, PDI menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) yang kemudian menunjuk Megawati Soekarnoputri menjadi ketua umumnya. Namun keputusan itu ditentang Soeharto. 

Konflik panjang internal partai terus terjadi hingga akhirnya diadakan KLB pada 22-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan. Pada 15 Juli 1996, Soeharto menunjuk Suryadi sebagai ketua umum PDI.

Simpatisan Megawati tidak terima atas keputusan tersebut, hingga terjadi bentrok besar antara kubu Suryadi dan Megawati di kantor DPP PDI, Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat, pada 27 Juli 1996 atau yang dikenal dengan peristiwa Kudatuli.

Setelah Suharto lengser pada 1998, PDI di bawah pimpinan Megawati semakin kuat. Sementara, PDI di bawah kepemimpinan Suryadi hanya mendapat 11 kursi di legislatif. 

Akhirnya, Megawati ditetapkan sebagai ketua umum DPP PDI 1998-2003 pada Kongres ke-V di Denpasar, Bali.

Megawati Sukarnoputri kemudian mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada 1 Februari 1999 agar dapat mengikuti pemilu.

2. PKB kubu Gus Dur dan Cak Imin

Selain Demokrat, 7 Partai Ini Juga Pernah Kisruh KepemimpinanIDN Times/Ahmad Mustaqim

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga pernah mengalami konflik internal. Dualisme kepemimpinan pernah terjadi antara kubu Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Cak Imin adalah keponakan Gus Dur.

Cak Imin yang ditunjuk dalam Muktamar PKB 2005 sebagai ketum dipecat oleh Gus Dur yang duduk sebagai Ketua Dewan Syura, karena dianggap bermanuver dan mendukung pemerintah Susilo Bambang Yudhoyo (SBY). 

Tidak terima atas pemecatannya, Cak Imin menggelar Muktamar Luar Biasa (MLB) di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara. Sementara, kubu Gus Dur menggelar MLB serupa di Parung, Bogor, Jawa Barat.

MLB Ancol akhirnya memutuskan Cak Imin kembali duduk sebagai Ketua Umum PKB dan memberhentikan putri Gus Dur, Yenny Wahid sebagai Sekjen PKB.

Posisi Gus Dur sebagai Ketua Dewan Syuro juga digantikan KH Aziz Mansyur hingga akhirnya Cak Imin memenangkan gugatan di pengadilan, dan mengesahkan kepemimpinan kubu Cak Imin.

3. Golkar kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono

Selain Demokrat, 7 Partai Ini Juga Pernah Kisruh KepemimpinanANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Kalau ada partai politik yang tetap awet meski berulang kali dihantam konflik internal, barangkali partai itu bernama Golongan Karya (Golkar). Sejarah mencatat, partai berlambang pohon beringin ini berkali-kali diterpa isu perpecahan. Namun sampai saat ini partai ini tetap eksis, bahkan mereka masuk tiga besar dalam Pemilihan Legislatif 2019.

Eksistensi Golkar di dunia politik Tanah Air memang layak diacungi jempol. Sekadar informasi, Golkar didirikan untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI). Saat itu, Golkar masih bernama Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar). Dalam perkembangannya, Sekber Golkar berubah menjadi Golongan Karya.

Pada akhir 2014, terjadi dualisme kepengurusan dalam tubuh Golkar, yang dipimpin Aburizal Bakrie hasil munas Bali dan Agung Laksono hasil munas Jakarta. Pada awal Maret 2015, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengeluarkan surat keputusan yang mengesahkan Golkar yang dipimpin Agung Laksono.

Pada April 2015, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengeluarkan putusan sela menunda pelaksanaan surat keputusan yang dikeluarkan Menkumham Yasonna Laoly yang mengesahkan kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono.

Pada 10 Juli 2015, empat hakim yang mengadili kasus tersebut, yaitu Arif Nurdu'a, Didik Andy Prastowo, Nurnaeni Manurung dan Diah Yulidar memutuskan menolak gugatan yang diajukan Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali Aburizal Bakrie terkait dualisme kepengurusan partai.

Putusan itu diambil dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim PTUN Jakarta. Dengan dibacakannya putusan PTUN, kepengurusan Golkar yang kemudian diakui pengadilan adalah hasil Munas Bali yang dipimpin Agung Laksono sebagai ketua umum dan Zainudin Amali sebagai sekjen.

Namun, pada Oktober 2015, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi yang diajukan Golkar hasil Munas Bali pimpinan Aburizal Bakrie. Aburizal yang biasa disapa Ical, mengatakan dengan memenangkan kasus di MA, Golkar siap menatap masa depan. Kisruh yang sempat mengguncang partai beringin dianggap sudah menjadi masa lalu.

Aburizal bertekad menata kembali organisasi partai dengan merekatkan kedua kubu dengan menggelar Musyawarah Nasional yang digelar pada 2019.

Januari 2016, Mahkamah Partai Golkar (MPG) menunjuk Bacharuddin Jusuf Habibie (BJ Habibie) dan Jusuf Kalla (JK) untuk memimpin tim transisi Partai Golkar. Tim transisi menentukan peserta munas, panitia, tanggal, tempat, aturan dan ketentuan yang aspiratif demokratis terbuka dan akuntabel.

JK kemudian menyebut cara untuk menyatukan Golkar yakni melalui rapat pimpinan nasional (Rapimnas) dan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).

Kedua kubu juga sepakat untuk menyelenggarakan Munaslub pada pertengahan 2016. Dualisme kepemimpinan ini resmi berakhir pada 17 Mei 2016, di mana Setya Novanto terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar yang baru dalam penyelenggaraan Munaslub Golkar di Nusa Dua, Bali.

4. PPP kubu Djan Faridz dan Romahurmuziy

Selain Demokrat, 7 Partai Ini Juga Pernah Kisruh KepemimpinanIlustrasi Partai PPP (Website/infopemilu.kpu.go.id)

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga pernah mengalami dualisme kepemimpinan, yakni versi Djan Faridz dan Romahurmuziy atua Romi. Keduanya saling klaim menjadi ketua umum.

Djan meski terpilih sebagai ketua umum lewat Muktamar, namun tak pernah menerima surat keputusan dari Kementerian Hukum dan HAM. Lain halnya dengan Romi, dia langsung mengantongi surat keputusan dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, selepas menggelar muktamar tandingan. 

Tak terima, Djan melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, surat keputusan Menkumham untuk kepengurusan Romi.

Djan menang pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Romi pun mengajukan peninjauan kembali (PK) ke MK dan hasilnya disetujui bahwa Romi Ketum DPP PPP yang sah, sejak Juni 2017. Kendati, dualisme masih terjadi hingga kini.

5. Partai Berkarya kubu Tommy Soeharto dan Muchdi PR

Selain Demokrat, 7 Partai Ini Juga Pernah Kisruh KepemimpinanIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Tak hanya parpol besar, Partai Berkarya yang baru seumur jagung pun pernah mengalami dualisme kepemimpinan, yakni kubu Hutomo Mandala Putra atau yang lebih dikenal Tommy Soeharto dan kubu Muchdi Purwopranjono atau Muchdi PR pada Juli 2020, usai penyelanggaraan Munaslub. 

Munaslub tersebut mengesahkan Muchdi PR sebagai Ketua Umum Partai Berkarya. Sedangkan sebagai sekjen adalah Badaruddin Andi Picunang yang menggeser Priyo Budi Santoso. Sementara, Tommy Soeharto menduduki jabatan sebagai Ketua Dewan Pembina.

Awal terjadinya kisruh dimulai pada 2019, kubu Muchdi dan Tommy saat itu sempat berbeda pandangan politik pada Pilpres 2019. Muchdi mendukung pasangan Joko "Jokowi" Widodo-Ma'ruf Amin, sementara kubu Tommy mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Puncak perselisihan terjadi ketika Partai Berkarya tidak lolos ke Senayan karena hanya meraih 2.09 persen suara nasional. Hal itu dimanfaatkan kubu Muchdi dengan membentuk Presidium Penyelamat Partai Berkarya yang dipimpin Badaruddin. Mereka pun sepakat membentuk Munaslub hingga akhirnya menunjuk Muchdi sebagai ketum terpilih. 

Munaslub sempat berlangsung panas. Bahkan, Tommy dan Priyo sempat membubarkan acara tersebut. Namun, Munaslub tetap berjalan hingga menetapkan Muchdi dan Badaruddin sebagai pasangan Ketua Umum dan Sekjen Partai Berkarya 2020-2025 yang telah ditetapkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

6. Partai Hanura kubu OSO dan Daryatmo

Selain Demokrat, 7 Partai Ini Juga Pernah Kisruh KepemimpinanANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Partai Hati Nurani Rakyat atau Hanura juga pernah diterpa konflik internal pada 2018. Konflik pertama melahirkan dualisme kepemimpinan antara kubu Oesman Sapta Odang alias OSO dan Daryatmo. Konflik ini memanas setelah OSO sebagai ketua umum dipecat Hanura kubu Sekretaris Jenderal Sarifuddin Sudding.

Keputusan itu diambil melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa atau Munaslub, yang diklaim mendapat restu dari Wiranto.

Konflik kemudian berlanjut, dan terjadi antara OSO dan Wiranto. Kubu Wiranto menolak mengakui OSO sebagai Ketua Umum Hanura yang terpilih secara aklamasi dalam Musyawarah Nasional Hanura ketiga pada 18 Desember 2019.

Namun, akhirnya Wiranto memutuskan mundur sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Hanura, karena ingin fokus pada tugas barunya sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres).

7. PKPI kubu Hendropriyono dan Haris Sudarno

Selain Demokrat, 7 Partai Ini Juga Pernah Kisruh KepemimpinanKetum PKPI Diaz Faisal Malik Hendropriyono. (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Dualisme kepemimpinan juga dialami Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) antara kubu Hendropriyono dan Haris Sudarno. Internal PKPI sempat kisruh internal saat Sutiyoso mengundurkan diri dari kursi ketum karena dilantik Presiden Joko "Jokowi" Widodo jadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).

Sutiyoso menunjuk mantan Bupati Kutai Timur Isran Noor menjadi pelaksana tugas ketua umum PKPI pada 23 Juni 2015. Tak lama kemudian digelar Kongres PKPI dan Isran Noor didaulat jadi ketua umum, tapi kepemimpinan Isran tak berlangsung lama.

Anggota Dewan Penasihat PKPI Haris Sudarno kemudian menggelar Rapimnas untuk menjadwalkan Kongres PKPI. Hasil rapimnas pada Juli 2016 itu mengamanatkan agar segera dilakukan kongres luar biasa dalam satu bulan ke depan.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (Depinas) PKPI versi Kongres 22-24 Agustus 2016, Haris Sudarno bersikeras menjadi pihak yang berhak memimpin partai tersebut. Haris mengklaim PKPI di bawah kepemimpinannya adalah pihak yang legal. Keberadaannya di PKPI dihasilkan dari kongres yang dihadiri 32 dari 34 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PKPI pada 22-24 Agustus lalu.

Sementara kongres yang digelar pada 27 Agustus 2016 yang diselenggarakan Isran Noor-Takudaeng Parawansa yang berhasil memilih Hendropriyono sebagai Ketua Umum PKPI, dianggap secara legalitas tidak sesuai dengan AD/ART PKPI serta UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.

Kepemimpinan Haris digoyang melalui Kongres Luar Biasa PKPI di Hotel Millenium, Jakarta, Sabtu, 27 Agustus 2016. Akhirnya KLB menobatkan Hendropriyono jadi Ketum PKPI yang baru. Tak lama kemudian pemerintah melalui Kemenkumham pun mengesahkan kepemimpinan baru PKPI.

Kubu Haris kemudian memenangkan gugatan SK Kemenkumham yang mengesahkan PKPI pimpinan Hendropriyono di tingkat PTUN. Namun, Kemenkumham maupun PKPI kubu Hendropriyono memenangkan banding di PTTUN DKI. Kendati, PKPI dinyatakan tidak lolos oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai peserta pemilu 2019. PKPI pimpinan Hendropriyono kembali menang pada gugatan di PTUN.

PKPI pun lolos ikut Pemilu 2019. Namun kabar mengejutkan datang dari Hendropriyono yang menyatakan mundur dari dunia perpolitikan. Alasannya, dia telah berhasil menyatukan PKPI. Diaz Hendropriyono akhirnya dilantik sebagai Ketua Umum PKPI periode 2018-2024 menggantikan sang ayah, setelah terpilih secara aklamasi melalui Kongres Luar Biasa DPN PKPI pada Ahad 13 Mei 2018.

Baca Juga: Partai Demokrat Gugat 10 Orang yang Terlibat KLB Sumut ke PN Jakpus

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya