Siti Maria, 11 Tahun Berjuang Bantu Warga Medan Lawan Penyakit TB Paru

Sudah lansia, Siti selalu bekerja ikhlas untuk orang banyak

Medan, IDN Times - Azan Zuhur baru selesai berkumandang, Siti Maria sibuk memasukkan berkas dan obat-obatan ke kantungan hijau di tangannya. Lalu bergegas keluar dari ruangan spesialis Tuberculosis (TB) Paru di Puskesmas Glugur Darat, Medan.

“Saya mau antar obat dulu ke rumah pasien,” katanya saat ditemui IDN Times di dekat pintu keluar puskesmas, Senin (30/11/2020).

Perempuan 67 tahun ini adalah satu dari 84 kader TB Care PDA Aisyiyah Medan. Baru-baru ini ia mendapat penghargaan sebagai kader TB terbaik Aisyiyah se-Indonesia.

Saya pun berinisiatif mengantarnya ke rumah pasien sembari untuk wawancara dengan pasien. “Sudah 11 tahun saya jadi kader TB Care, setiap tahun rata-rata ada 100 pasien yang saya damping dan saya awasi minum obatnya,” ujar Siti berbincang saat berada di boncengan sepeda motor saya.

Di masa pandemik COVID-19 sejak Maret lalu, ia sadar risiko tertular COVID-19 dan tertular TB juga makin besar. Namun karena niat kuatnya mendukung pasien agar sembuh, ia tetap setia menjalankan tugasnya sebagai kader. Sekaligus ingin menyadarkan para pasien bahwa COVID-19 sangat rentan menyerang orang yang memiliki penyakit bawaan.

“Saya yakin saja, Bismillah saja dan berdoa pada Allah SWT bahwa apa yang saya lakukan ini demi kebaikan banyak orang. Jadi saya jalan saja terus dan Alhamdulillah sampai sekarang tetap sehat. Selama COVID-19 ini saya terus ingatkan, pasien-pasien yang malas minum obat tiba-tiba terkena COVID-19 maka risiko kematiannya akan lebih besar karena memiliki penyakit bawaan. Jadi pasien punya kesadaran lebih kuat untuk sembuh,” ungkap ibu 4 anak sekaligus nenek 10 cucu ini.

Tidak Sengaja Jadi Jatuh Cinta

Siti Maria, 11 Tahun Berjuang Bantu Warga Medan Lawan Penyakit TB ParuSiti Maria kader TB Care PDA Aisyiyah Medan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Ia berkisah, 11 tahun lalu bergabung karena faktor ketidaksengajaan. Kala itu ia hanya beraktivitas sebagai kader PKK dan juga kader perempuan Muhammadiyah atau Aisyiyah Medan. Tiba-tiba diminta untuk menghadiri pelatihan dari Pengurus Wilayah Aisyiyah (PWA) Sumut.

Iapun hadir mewakili Pengurus Cabang Aisyiyah (PCA) Medan Timur. “Tapi sampai hari pelatihan saya gak tahu mau pelatihan apa sebenarnya. Setelah saya ikuti, saya tertarik dan sampai sekarang saya jadi kader TB Care,” ungkapnya.

Awal-awal menjadi kader, tugasnya adalah mencari dan mendata pasien TB yang ada di Kecamatan Medan Timur, melakukan penyuluhan, dan melakukan Investigation Contact (ICA) di sekeliling rumah pasien TB atau keluarga terdekat. Kemudian para pasien yang didata diberikan pengetahuan tentang pengobatan TB dan tahapannya agar bisa sembuh.

“Pasien ini banyak yang belum tahu awalnya, ada yang berobat ke spesialis agar cepat sembuh, atau takut berobat karena takut biaya mahal. Jadi kita beri tahu bahwa pengobatan ini gratis, dan obat juga diberikan gratis sampai sembuh di puskesmas dan minimal harus minum obat tidak putus setiap hari selama enam bulan. Kala uke spesialis juga sama obatnya tapi obatnya bayar,” jelas Siti.

Dari hasil penyuluhan, jumlah pasien TB di Puskesmas Glugur Darat juga meningkat. Total yang berobat mencapai 40-50 pasien per bulan. Namun Sebagian hanya suspect, belum benar-benar mengalami sakit TB.

Pada awalnya, kata Siti, kader TB Care yang mengikuti pelatihan di Kota Medan lebih dari 200 orang. Namun satu per satu jumlahnya berkurang. Khusus di Kecamatan Medan Timur kini jumlahnya tinggal empat orang.

“Dulu kita yang mencari pasien. Sekarang setelah saya sering sosialisasi di perwiritan, di acara-acara PKK, pengajian, masyarakat jadi tahu dan setiap ada yang suspect TB, langsung hubungi saya. Jadi kita beri dulu pengetahuan tentang pengobatan TB ini, soal efek samping obat, risiko jika tidak rutin minum obat, bahwa harus ada Pendamping Minum Obat (PMO) yang rutin mengecek pasien,” jelasnya.

Selain mencari pasien, Siti juga rutin mengecek pengambilan obat pasien ke Puskesmas. Sebagian besar pasien yang ditangani sudah punya kesadaran sendiri untuk mengambil obat ke Puskesmas. Namun beberapa pasien yang bekerja dari pagi sampai sore, terpaksa diambilkan obatnya. Semua ini dilakukan Siti demi kesembuhan pasien TB.

“Harus diingatkan terus memang soal obat ini. Jadi saya cek setiap hari ke puskesmas siapa yang belum ambil obat, padahal obat di rumah sudah hampir habis. Kalau pasien atau PMO-nya tidak sempat ambil, saya yang ambilkan. Ada yang menejmput obat ke rumah, ada juga yang harus saya antar karena mungkin pasien tidak bisa. Karena beberapa pasien ini ada yang kurang mampu, jadi saya lah yang mengantarkan, kadang saya naik becak atau naik angkot (angkutan umum),” ungkapnya.

“Kadang ada pasien yang memberi uang pada saya karena obatnya saya antar, tapi saya menolak karena saya tahu mereka bukan orang berada. Kalau ada yang memaksa dan takut kecil hatinya kalua saya tolak uangnya, kadang saya terima tapi langsung saya serahkan lagi uang ke anaknya, saya bilang ‘ini untuk beli susu ya,nak’, karena saya tahu dia orang kurang berada,” tambahnya.

Siti bersyukur, selama 11 tahun menjadi kader TB Care, semua pasiennya sembuh. Bahkan ada yang lebih dari 6 bulan minum obat baru sembuh. “Ada yang gak datang-datang lagi karena pindah rumah, itu tetap kita cari kontaknya dan kita datangi. Sekarang rata-rata pasien TB saya 10 orang per hari, berarti tiap tahun ada 100 orang lebih,” tambahnya.

Semua Kader TB, tambah Siti, mendapatkan honor dari PDA Aisyiyah Medan. Jumlahnya juga beragam berdasarkan pasien yang ditangani oleh setiap kader. “Makin banyak pasiennya, makin banyak honornya. Walaupun tidak besar, tapi saya ikhlas menjalankannya demi orang lain agar sembuh. Alhamdulillah saya juga diberi Kesehatan sampai sekarang,” ungkapnya.

Selalu Bekerja Ikhlas dan Menolak Uang Pemberian Pasien

Siti Maria, 11 Tahun Berjuang Bantu Warga Medan Lawan Penyakit TB ParuSiti Maria kader TB Care PDA Aisyiyah Medan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Setelah menempuh perjalanan sekitar 15 menit, kami tiba di rumah Rajagunung Harapan. Ia sudah dua bulan menderita TB. Faktor usia, ia agak kesulitan mengambil obat ke Puskesmas. Akhirnya Siti dengan sukarela mengantarkan obat ke rumah Rajagunung.

Begitu melihat Siti Maria datang, Rajagunung yang sedang duduk di teras rumah langsung menyapa. Siti menanyakan kondisinya dan menanyakan efek samping dari minum obat.

“Gak ada aku pusing-pusing atau gatal-gatal, seperti biasa aja. Sekarang udah mulai enak makan, nyeri di di dada udah kurangan, berat badan juga udah naik ini,” kata Rajagunung menjawab pertanyaan Siti.

Kepada IDN Times, pria 66 tahun ini mengaku awalnya terkena TB tidak ada tanda-tanda khusus. Tidak mengalami batuk, demam, apalagi batuk berdarah. Hanya napas yang agak sesak. Ia mengira sesak napas hanya efek dari keseringan merokok dan minum kopi saja.

“Dua bulan lalu tiba-tiba saya jatuh di kamar mandi. Dilarikan ke rumah sakit sama anak saya. Dari hasil rontgen, dokter bilang saya infeksi paru. Baru minum obat satu kali, bertemulah dengan Ibu Siti Maria. Dia identifikasi saya kena TB dan disarankan berobat ke Puskesmas,” katanya.

Setelah positif TB dan minum obat rutin selama dua bulan, Rajagunung langsung merasakan perubahan yang signifikan. Berat badannya mulai naik lagi 3 kilogram, selera makannya sudah bertambah, nyeri-nyeri dan sesak di dada juga sudah berkurang.

“Sesuai perintah Buk Siti saya jadi rutin makan obat, gak perlu pakai PMO lagi, kesadaran memang saya mau sembuh, dan sudah saya rasakan perubahan setelah minum obat dua bulan ini. Jadi setiap malam rutin raya minum obat sesuai yang diberikan,” jelasnya.

Ia juga mengakui bahwa semua perobatan dan obat yang didapat dari Puskesmas Glugur Darat gratis dan pelayanannya juga bagus.

Setelah berbincang 10 menit, Siti berpamitan sembari menyerahkan obat yang dibawanya pada Rajagunung. Tiba-tiba Rajagunung mengeluarkan uang pecahan Rp20 ribu dan menyalamkannya pada Siti, sontak Siti menolak.

“Udah gak usah pak, saya datang kemari ikhlas kok. Simpan saja uangnya untuk beli puding bapak,” lugas Siti.

Rajagunung pun terlihat sungkan karena tak enak hati pada Siti Maria yang sudah jauh-jauh mengantarkan obat. Lalu setengah berteriak mengucapkan terima kasih pada Siti yang sudah berpamitan pergi.

Puskesmas Sangat Terbantu dengan Kader TB Care

Siti Maria, 11 Tahun Berjuang Bantu Warga Medan Lawan Penyakit TB ParuPetugas Puskesmas M Yuzar dan Siti Maria kader TB Care PDA Aisyiyah Medan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Muhammad Yuzar selaku Analis Laboratorium TB Puskesmas Glugur Darat Medan bercerita, tingkat kesembuhan pasien TB di puskesmas ini 100 persen. Salah satu faktor pendukungnya adalah keberadaan Kader TB Care Aisyiyah, khususnya Siti Maria.

Menurutnya, Kader TB Care ini sangat membantu sosialisasi TB kepada masyarakat. Dari rata-rata 40-50 pasien TB yang datang ke Puskesmas setiap hari, semuanya sembuh jika mengikuti aturan minum obat yang ditentukan.

“Alhamdullilah tingkat kesembuhan di sini 100 persen. Kalau yang tidak sembuh itu biasanya karena suka bohong, mengaku sudah minum obat, tapi tidak diminum, dan lama-lama gak pernah datang lagi ambil obat ke Puskesmas,” jelas Yuzar.

Ia mengaku kagum dengan sosok Siti Maria yang sangat aktif, bekerja keras, dan tanpa pamrih mendatangi rumah-rumah pasien TB dan terus mengingatkan untuk minum obat. Bahkan, Siti Maria berhasil melahirkan kader-kader TB Care baru yang membantu puskesmas menemukan pasien-pasien baru.

Ia berharap kehadiran Kader TB Care Aisyiyah ini terus berlangsung dan kalau perlu jumlahnya semakin bertambah. Sehingga orang-orang yang suspect TB bisa punya kesadaran untuk berobat ke puskesmas dan tidak menularkan pada orang lain.

Salah satu kader TB Care Aisyiyah buah ajakan Siti Maria adalah Farida Ariani. Dulunya Farida adalah pasien TB yang dilayani oleh Siti Maria. Kini ia sudah menangani 10 pasien per bulan dan giat melakukan Investigation Contact.

Ia mengatakan, awal mula menjadi kader TB Care karena sering mengantar Siti Maria mendatangi rumah-rumah pasien TB. Ia tertantang untuk membantu pasien sembuh dari TB seperti yang rutin dilakukan Siti Maria.

“Tiga tahun lalu waktu ada pendaftaran calon kader, saya langsung daftar. Ikut pelatihan dan berhasil jadi kader. Sering kemana-mana sama dengan Kak Siti Maria. Sekarang saya sudah ada pasien yang saya tangani sendiri,” ungkapnya.

Ia mengaku belajar banyak dari Siti Maria. Di usia yang sudah sepuh, Siti mengabdikan dirinya untuk masyarakat. Selain itu juga belajar bagaimana menghadapi pasien.

“Dulu jauh-jauh juga pasien Kak Maria. Ada yang lari saat ditemui di rumah, pernah juga kami dikejar anjing waktu mencari rumah pasien. Dari situ saya belajar. Jadi pasien saya sekarang kira-kira 10 pasien per bulan,” ujar ibu rumah tangga berusia 39 tahun ini.

Dengan semua permasalahan yang ada, Farida makin teguh pendiriannya untuk menjadi kader TB Care.

Leo Ferdinand Manurung, salah satu pasien TB di Medan Timur mengaku senang dengan keberadaan kader TB Care Aisyiyah. Menurutnya, ia jadi tidak terlalu cemas dengan sakit yang dideritanya dan yakin bisa sembuh.

“Mereka selalu rutin mengingatkan minum obat, mengingatkan mengambil obat ke puskesmas, dan sudah banyak yang mereka ceritakan sembuh. Jadi saya yakin. Memang baru dua minggu minum obat dan berjemur tiap pagi secara rutin, tapi sudah langsung terasa perubahannya. Dada tidak sesak lagi dan sudah mulai selera makan,” katanya.

Ada 84 Kader TB Care Aktif di Kota Medan

Siti Maria, 11 Tahun Berjuang Bantu Warga Medan Lawan Penyakit TB Paruwww.umu.se

Program TB Care PDA Indonesia sudah ada sejak tahun 2009. Namun didonori oleh GlobalFund sejak akhir 2016. Program ini digulirkan di seluruh Indonesia, dengan PDA sebagai eksekutornya di lapangan. Pada awalnya PDA Medan merekrut lebih dari 200 orang di 21 kecamatan Kota Medan untuk menjadi kader TB.

Dari sekian banyak kader, yang konsisten hingga saat ini ada sekitar 84 orang. Bekerja melingkupi 21 kecamatan. Tugas kader adalah mencari pasien TB, mendata, mengawasi, dan mengontrol jadwal minum obat pasien TB.

Selain itu, pasien-pasien yang dengan kesadaran sendiri berobat ke Puskesmas juga akan dibantu kontrol minum obatnya oleh kader TB Aisyiyah.

"Jadi program ini juga bekerja sama dengan Pemko Medan, dan puskesmas-puskesmas yang ada di Kota Medan. Bahkan kader kami kehadirannya sangat membantu petugas-petugas di puskesmas. Karena pasien di puskesmas kan banyak, terkadang tidak cepat ditangani, sehingga kader-kader kita yang membantu melayani," ujat Kholisani saat ditemui IDN Times, Selasa (24/11/2020).

Di awal pembentukan, tugas kader TB adalah mencari warga yang terkena TB di wilayah tugas mereka masing-masing. Kemudian mendatanya dan memberikan pengarahan untuk berobat ke puskesmas bagi pasien yang belum pernah berobat.

Tugas lainnya adalah melakukan Investigation Contact (ICA). Yakni melacak pasien TB baru di sekitar pasien TB yang sudah ditangani oleh puskesmas. Karena TB adalah salah satu yang sangat mudah menular.

"Bahkan ada yang satu keluarga itu tertular TB, suami, istri, anak semua kena," terangnya.

Dari pendataan tersebut, maka tugas kader TB selanjutnya adalah memastikan si pasien konsisten mengambil obat ke puskesmas dan rutin meminum obat. Karena kunci utama sembuh dari TB adalah minum obat tidak putus minimal selama 6 bulan.

"Dari yang sudah kita lakukan ini, kita mendata ada lebih dari 2000-an pasien TB yang ditangani oleh 84 kader TB Aisyiyah Medan. Bahkan di masa pandemik ini, semua tetap konsisten mendatangi rumah-rumah warga untuk mengontrol pasien meminum obat serta mengecek pengambilan obat pasien ke puskesmas," ungkapnya.

Semua obat TB disediakan gratis oleh Puskesmas, sebagai bentuk kerja sama PDA Aisyiyah Medan dengan Pemko Medan.

Untuk bisa mewujudkan kerja sama ini dengan baik, beberapa kali PDA Medan melakukan pertemuan dengan seluruh camat, terutama kecamatan dengan pasien TB terbanyak, yakni Belawan dan Helvetia.

Selain itu, PDA Medan juga pernah melakukan audiensi ke DPRD Medan dan Wali Kota Medan pada 2019 dan awal 2020. Tujuannya adalah untuk mendorong Perda atau Perwal terkait penanganan Pasien TB di Kota Medan. Termasuk memerhatikan asupan gizi para pasien TB.

"Sudah disepakati memang dengan DPRD dan Wali Kota Medan. Namun hingga hari ini belum kelihatan realisasinya," jelasnya.

Ia berharap ke depannya, semua pihak bisa bisa lebih peduli pada pasien TB untuk menekan jumlah pasien dan penularan TB di Kota Medan. Termasuk mendukung adanya Perwal atau Perda penangangan TB yang bisa direalisasikan sesegera mungkin.

Setelah program ini berjalan kurang lebih empat tahun, kata Kholisani, kader TB asal Medan, Siti Maria terpilih sebagai kader terbaik di Indonesia pada tahun 2019.

Indarsih Darmawani, Wakil Ketua PDA Medan Koordinator Majelis Kesehatan bercerita Siti Maria memang sangat aktif dibanding kader-kader yang lain. Pada usia yang sudah lanjut, Siti Maria tetap aktif mendatangi rumah-rumah pasien TB untuk mengontrol peminuman obat.

"Di masa pandemi ini gak ada kendornya. Karena TB ini memang gak bisa putus minum obatnya minimal sampai 6 bulan. Jadi kalau tak diingatkan kader, terkadang pasien ini gak mau meminum obat. Ada juga mungkin yang bohong-bohong, bilang sudah minum obat, tapi ternyata gak diminum, atau obatnya dibuang," katanya.

Pasalnya, obat TB ini memang tidak sedikit. Ada sekitar 6 pil yang harus rutin diminum. Selain itu, hal yang miris, beberapa pasien berasal dari keluarga yang kurang mampu yang untuk konsumsi harian saja sangat sulit.

"Jadi mereka ngeluh gimana mau minum obat kalau makan nasi aja enggak. Itu kan masalah sebenarnya, karena gak akan bisa diminum obatnya kalau belum makan nasi. Jadi kami pernah coba carikan solusinya, kita beri sembako kepada para pasien TB tiga bulan sekali. Tapi baru dua kali berjalan, dananya sudah tidak ada lagi," ungkapnya.

Namun, bagi Indarsih, adanya pandemik COVID-19 ini sedikit memberikan dampak positif pada pasien TB. Pasalnya, sebelum ada COVID-19, sangat sulit menyuruh pasien TB untuk memakai masker. Sehingga, potensi menyebarkan virus TB kepada keluarga dan tetangga sangat besar. Bahkan ada kader TB yang ikut tertular.

"Sekarang masa pandemik, malah pasien-pasien TB gak disuruh juga udah pakai masker sendiri. Jadi itu membantu para kader untuk tidak tertular," jelasnya.

Desember 2020, program TB kerja sama PDA Indonesia dan Global Fund ini nantinya akan habis. PDA akan berusaha mengelola program ini secara mandiri.

Selain itu, program ini nantinya akan dilanjutkan oleh lembaga lain bernama Penabulu. Untuk para para kader yang sudah bertahun-tahun dikelola oleh PDA Medan akan diserahkan kepada Pemko Medan lalu akan menjadi kader TB di bawah pengelolaan Penabulu.

“Saya pribadi dan para kader tentunya sedih program TB PDA Medan berakhir tahun ini, karena kita sudah bertahun-tahun bersama. Namun demi berlanjutnya aktivitas kader TB ini, yang sebagian mendapat penghasilan tambahan dari sini, tentu kita akan dukung terus mereka walaupun berada di bawah pengelolaan LSM lain,” katanya wanita yang juga menjabat Kepala SSR Kota Medan.

Pemerintah Tingkatkan Pelayanan Kesehatan di Masa Pandemi

Siti Maria, 11 Tahun Berjuang Bantu Warga Medan Lawan Penyakit TB Parufreepik.com

Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinkes Medan dr Mutia Nimpar menjelaskan sepanjang 2019, terdapat 6.603 kasus Tuberculosis (TB) di Medan berdasarkan Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT). Namun untuk data tahun 2020 belum bisa dirangkumnya. Pasalnya laporan baru akan disusun pada akhir tahun.

Dari jumlah 6.603, pencapaian penemuan kasus TB paru hanya 66 persen, dari target yang ditetapkan pemerintah pusat sebesar 18.963 kasus. Sebab, diyakini jumlah suspect atau terduga penderita TB di Medan sangat banyak. Namun keberadaannya sangat sulit ditemukan. Padahal tuberkolosis paru merupakan salah satu penyakit yang paling mudah penularannya.

Kata Mutia, target penemuan kasus TB yang ditetapkan pemerintah pusat untuk Medan tahun 2020 ini mengalami penurunan, yakni 12.516 kasus. Meski target turun, lanjutnya, diharapkan peran serta masyarakat guna mengetuk pintu, mencari terduga penderita TB di lingkungan rumah terdekat. Nah di sinilah letak peran penting kader TB Care.

“Dalam mewujudkan Eliminasi TB Paru 2030, kita juga sudah melakukan peningkatan SDM petugas, dokter, analis, kader melalui pelatihan, workshop. Kemudian, pelaksanaan program dengan melibatkan lintas program dan lintas sektoral serta pembinaan dan pengawasan melalui monitoring evaluasi, supervisi,” paparnya.

Menurut Mutia, peningkatan SDM petugas, dokter, analis, kader, penting dilakukan. Karena, petugas kesehatan lah yang menentukan terduga TB, melakukan pemeriksaan pasien atau lab, mendiagnosa, mengobati, mengawasi, melakukan rujukan pada kasus berat, evaluasi dan pencatatan pelaporan.

Program Pencegahan Dan Penanggulangan TB Paru di Medan ini sudah diatur dalam Perwali Kota Medan No 85 Tahun 2017 tentang RAD Penanggulangan TB Kota Medan dan Pergub Sumut No 22 Tahun 2019 Tentang RAD Penanggulangan TB Sumatera Utara.

Ia mengimbau dan meminta kepada masyarakat Medan yang menderita batuk sudah tiga minggu berturut-turut segera datang ke Puskesmas untuk diperiksa atau menghubungi kader TB Care untuk berkonsultasi. Sehingga bisa dilakukan deteksi dini.

“Di Puskesmas akan diperiksa dahak sebanyak tiga kali. Apabila positif TB, maka harus minum obat TB selama enam bulan. Selama meminum obat, maka pendampingnya harus mengawasi agar tidak putus obat dan jangan takut berobat, karena semua obat yang diberikan puskesmas tidak dipungut biaya atau gratis,” ujar Mutia.

Ia juga menegaskan bahwa penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis ini bisa disembuhkan. Namun demikian, diharapkan penderitanya menggunakan masker untuk mencegah penularan bakteri tersebut. “Berdasarkan data yang ada, penderita TB di Medan yang dinyatakan sembuh pada tahun lalu mencapai 6.969 orang. Semoga tahun ini jumlahnya meningkat,” pungkasnya.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara juga berkomitmen terus meningkatkan layanan kesehatan untuk penderita penyakit Tuberculosis (TB). Pasalnya penderita TB termasuk orang yang lebih rentan terserang COVID-19.

“Kesinambungan layanan kesehatan terhadap penderita TB tetap menjadi perhatian kita di tengah pandemi COVID-19, karena mereka termasuk orang-orang yang rentan dan perlu mendapat perhatian khusus,” ujar Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara, Sabrina dalam keterangan tertulisnya.

Menurut Sabrina, untuk penyembuhan penderita TB kuncinya mengonsumsi obat secara rutin dalam jangka paling singkat 6 bulan. Namun di masa pandemi COVID-19, penderita TB dapat mengambil obat untuk jangka waktu dua minggu atau satu bulan sekaligus di puskesmas.

“Sehingga mereka juga tidak sering keluar rumah. Karena hal itu rentan terjadinya penularan COVID-19,” tambahnya.

Sabrina menyebutkan jumlah penderita TB di Sumut tahun 2019 tercatat 37.865 orang. Ke depan, jumlah tersebut diharapkan dapat terus ditekan seiring upaya pemerintah untuk mencapai eliminasi TB tahun 2030.

Baca Juga: [BREAKING] Longsor Sibolangit, Jalur Medan-Berastagi Putus Total

Topik:

  • Arifin Al Alamudi
  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya