Galeri Ulos Sianipar, Pasarkan Kerajinan Tradisional Lewat Cara Modern

Kini memiliki lebih dari 150 pekerja dan 120 alat tenun ulos

Galeri Ulos Sianipar sudah berdiri sejak tahun 1992. Berada di Gang Pendidikan, Jalan AR Hakim, Kota Medan, Sumatra Utara.

Awal galeri ini hanya mempekerjakan 17 orang, kini sudah bertambah lebih dari 150 orang dan sudah memiliki 120 alat tenun tradisional. Bahkan sudah menjadi sentra penjualan kerajinan tangan tradisional hasil produksi berbagai UMKM.

Produk ulos dan kerajinan tangannya juga sudah diekspor ke berbagai negara.

Meski menjual kerajinan tangan tradiosional, Robert memasarkannya produknya dengan cara yang modern, seperti memasarkan lewat e-commerce. Kesuksesan Robert Sianipar membangun Galeri Ulos Sianipar akhirnya dilirik berbagai bank, salah satunya adalah PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk (BRI).

Pada akhir 2021, Galeri Ulos Sianipar menjadi satu dari 500 UMKM terbaik di Indonesia yang masuk dalam UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR 2021.

Pada event ini, BRI menghadirkan 500 UMKM terpilih dari empat kategori berbeda: Home Decor & Craft, Food & Beverage, Accessories & Beauty, dan Fashion.

Yuk simak kisahnya:

Galeri Ulos Sianipar, Pasarkan Kerajinan Tradisional Lewat Cara ModernRobert Sianipar Pemilik Galeri Ulos Sianipar (IDN Times/Masdalena Napitupulu)

Robert Sianipar selaku pemilik Galeri Ulos Sianipar mengisahkan awal mula mendirikan Galeri Ulos Sianipar karena mengikuti jejak yang diteruskan dari usaha orang tuanya.

"Saya sewaktu anak-anak kan, dulu sering mengikuti pekerjaan orang tua yang berdagang kain ulos di pusat pasar. Dari sana saya mempelajari banyak hal soal ulos, apalagi saat-saat itu, usaha orang tua mendapati kesulitan bahan karena supply dari Samosir," ujar Robert.

Setelah tamat dari SMA, Robert tertarik dengan usaha ulos dan berinisiatif melakukan studi ke beberapa daerah di sekitar tanah Batak hingga ke pulau Jawa. Ia belajar mengecat benang di Bandung, kemudian belajar menenun di Pematangsiantar, Tarutung, Balige. Keinginan Robert, memproduksi ulos sendiri.

Berangkat dari hal itu, pada tahun 1992, kerja keras Robert membuahkan hasil. Galeri miliknya yang semula hanya mempekerjakan 17 orang meningkat menjadi ratusan orang.

Katanya, kala itu usaha ulos miliknya meningkatkan produksi yang baik. Namun, pada tahun 1998, Robert mengalami penurunan produksi karena kisruh politik 1998.

"Saat itu ada 2000 lembar ulos kita lembab dan rusak. Tapi tahun 2000-an saya mencoba bangkit lagi, namun tantangan lain adalah stigma terhadap ulos di kalangan remaja zaman itu," kata Robert.

Katanya, waktu itu juga banyak yang sepele terhadap karya ulos batak produksinya. "Siapa sih yang mau pakai kain ulos sebagai bahan pakaian, dulu masih terlihat asing, sekarang saja yang sudah biasa bahkan menjadi fashion style," jelasnya.

Walau terlihat asing untuk dijadikan fashion kala itu, Robert tetap meningkatkan produksinya dengan mengkreasikan beberapa pernak-pernik dari bahan ulos.

Robert pun mulai membuat tas dari ulos, ikat pinggang dari ulos dan beberapa pernik lainnya. Upaya tersebut pun membuahkan hasil karena semakin banyak permintaan akan hasil kreasinya itu.

Kini, Ulos Sianipar milik Robert pun berkembang. Selain di Medan dirinya berhasil membuka spot-spot UKM seperti di Hotel JW Marriot, Bandara Kualanamu, Parapat, Simalungun bahkan beberapa di antaranya dibuka di Jakarta.

Galeri Ulos Sianipar, Pasarkan Kerajinan Tradisional Lewat Cara ModernGaleri Ulos Sianipar (IDN Times/Masdalena Napitupulu)

Soal produksi, Robert mengenang pada tahun 1997 rata-rata produksinya sebanyak 15 lembar songket per hari.

Pada tahun 2013 meningkat jadi 40 lembar ulos per hari dan songket diproduksi sebanyak satu lembar songket per hari.

Alat yang digunakan untuk membuat ulos adalah ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) yang terbuat dari kayu dan bahan lainnya sebanyak 120 unit dan untuk membuat songket adalah Kedogan yang terbuat dari bahan kayu dan bambu sebanyak 7 unit.

Bahan pembuatan ulos dan songket yang digunakan adalah benang yang didistribusikan dari Pulau Jawa yang pada awalnya diwarnai oleh pertenunan sendiri namun karena menghasilkan limbah maka pembeliaan benang dari jenis benang yang sudah diwarnai.

Kini jenis ulos yang dihasilkan cukup banyak, yakni Ulos Sadum, Ulos Ragi Hotang, Ulos Ragi Hidup, Ulos Angkola, Songket, dan berbagai jenis ulos Batak.

Hasil produksi dari UKM-UKM lain yang bekerja sama dengan galeri ini turut dipajang, seperti batik, pernak-pernik, dan makanan sehingga menambah variasi pilihan oleh-oleh yang akan diburu oleh pengunjung.

Adapun produk kerajinan ditawarkan dengan harga yang beragam, mulai dari kisaran harga Rp5 ribu hingga Rp37 juta. Hal ini ditentukan oleh jenis dan kualitas produk yang dipilih.

Galeri Ulos Sianipar, Pasarkan Kerajinan Tradisional Lewat Cara ModernGaleri Ulos Sianipar (IDN Times/Masdalena Napitupulu)

Selain membangun galeri, Robert juga membangun rumah tenun dengan sejumlah alat tenun yang biasa digunakan untuk menenun ulos. Lokasinya pun tidak terlalu jauh dari galeri Ulos Sianipar dan UKM Bersama.

Para pengunjung boleh melihat langsung proses penenunan yang dilakukan oleh pegawai galeri yang sudah piawai. Di rumah produksi tenun tersebut ada kurang lebih 150 penenun yang setiap hari menghabiskan waktunya dari pukul 08.00 WIB hingga 22.00 WIB untuk menenun ulos.

Tina, selaku sekretaris di Galeri Ulos Sianipar dan UKM Bersama mengatakan rata-rata para penenun merupakan ibu rumah tangga dan berdomisili di Medan. Satu gulungan kain ulos memiliki panjang sekitar 200 meter dan akan diberi motif sesuai dengan pesanan.

Dalam seminggu, satu penenun diperkirakan dapat menyelesaikan lima ulos. Ulos-ulos yang telah ditenun tidak langsung di pasarkan. Namun, harus di periksa terlebih dahulu oleh penanggung jawab apakah ulos tersebut layak untuk dipasarkan.

“Harapannya semoga Galeri Ulos Sianipar ini semakin dicintai oleh masyarakat Indonesia dan dikenal oleh orang luar negeri. Kan bangga rasanya kalau budaya kita dikenal oleh orang luar,” jelas Tina.

Hingga saat ini, Galeri Ulos Sianipar dan UKM Bersama semakin berkembang dan dikenal oleh masyarakat Kota Medan. Tidak hanya itu, produk Galeri Ulos Sianipar dan UKM Bersama juga sudah diekspor ke berbagai mancanegara, seperti Malaysia, Singapura, Australia, Jerman, hingga Amerika Serikat.

Sejak berdiri, Galeri Ulos Sianipar sudah mendapatkan banyak penghargaan. Berikut beberapa di antaranya. 

  1. Penghargaan dari Gubernur dan Walikota Medan pada tahun 1993, 1995, 1999, 2006, 2012, dan 2013.
  2. Penghargaan dari Dinas Koperasi kota Medan pada tahun 2013 sebanyak 2 buah
  3. Penghargaan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Medan pada tahun 2012 dan 2013
  4. Penghargaan dari Walikota Medan pada tahun 2013 sebanyak 2 buah
  5. Penghargaan dari Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Selatan pada tahun 2013.

Baca Juga: [EKSKLUSIF] Batikta, Rela Anti Mainstream Demi Lestarikan Budaya Batak

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya