TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

BSY: Mengatasi Sampah Plastik Butuh Kebijakan Konkret

Aksi-aksi nyata perlu dilakukan

Direktur Bank Sampah Yamantab Damai Mendrofa (kiri) menunjukkan hasil kerajinan yang dibuat dari sampah plastik kepada masyarakat. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Medan, IDN Times – Sampah plastik masih menjadi persoalan serius yang belum terurai. Polemik ini seperti sifat plastik yang memang sangat sulit terurai jika terabaikan.

Setiap harinya, tingkat produksi sampah plastik masih begitu tinggi. Menyusul budaya konsumtif manusia yang juga tidak bisa dibatasi.

Bak Sampah Yamantab (BSY) terus bersuara soal sampah plastik dan solusi meminimalisirnya. Mereka terus melakukan berbagai upaya, mulai dari penyadaran, hingga aksi-aksi langsung sebagai kampanye baik dalam pengelolaannya.

1. Perlu kebijakan konkret untuk menekan volume sampah plastik

Anggota Bank Sampah Yamantab menganyam sampah plastik yang sudah dipilah menjadi produk daur ulang kreatif. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Direktur Bank Sampah Yamantab Damai Mendrofa mengatakan, persoalan sampah plastik harus dibarengi dengan kebijakan yang konkret dari pemerintah. Sampai hari ini, menurut dia, pemerintah masih belum memiliki kebijakan yang tegas dan terukur untuk menekan angka produksi plastik. Misalnya, pembatasan produksi kemasan-kemasan plastik yang berujung menjadi sampah.

“Jika ada aturan baik undang-undang, Permen hingga Perda, penegakannya masih sangat lemah,” kata Damai Mendrofa, Selasa 927/2/2024).

Baca Juga: 5 Langkah Mengatasi Sampah Pembalut Sekali Pakai saat Menstruasi

2. Rasa tanggungjawab dan kesadaran masih rendah

Anggota Bank Sampah Yamantab menganyam sampah plastik yang sudah dipilah menjadi produk daur ulang kreatif. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Selain minimnya aturan dan penegakannya, persoalan sampah juga berdampak pada minimnya  kebertanggungjawaban di tingkat masyarakat.

“Sebut saja, kemauan pemilahan sampah mulai dari rumah, pertokoan, perkantoran atau sekolah. Padahal, pemilahan sampah menjadi satu unsur penting pengelolaan sampah,” katanya.

Slogan reduce (mengurangi), reuse (mengurangi) dan recycle (mendaur ulang) atau 3R juga belum diterapkan dengan baik. Misalnya, di sisi industri saja, belum tentu dilaksanakan dengan baik. Apalagi kepada masyaraat yang memiliki kesadaran masih rendah akan bahaya sampah plastik.

“Lalu, di sisi praktis masyarakat, penerapan 3R memang masih jauh dari harapan. Dengan alasan beragam, mulai hal yang rumit menyangkut rendahnya keuntungan materi dari mengelola sampah, hingga alasan-alasan remeh, misalnya alasan tak ada waktu luang untuk mau memilah sampah, dan memilih cara instan dengan membuang atau membakar. Padahal, dampak dari cara instan tersebut, saat ini nyata-nyata telah memberi dampak buruk, bahkan dikhawatirkan akan lebih buruk di masa depan,” tukasnya.

Berita Terkini Lainnya