TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Renny Manurung Lestarikan Budaya Lewat Ulos dan Penenun Lokal

Kenalkan ulos Tarutung ke mancanegara

Instagram/@renny_manurung

Medan, IDN Times - Bagi Renny Katrina Manurung, mencintai warisan budaya tak bisa sendirian. Untuk itu, ia mengajak anak muda berperan ikut melestarikan. Seperti yang dilakukannya, melestarikan budaya lewat kain tenun tradisional ulos daerah Tapanuli, Provinsi Sumatera Utara.

"Kalau cuma saya yang mencintai, ini akan masih tetap mati. Jadi sebagai pemuda, harus benar-benar mencintai warisan ini yang sebenarnya. Jadi bukan semata untuk dibuat baju atau dipotong-potong, jangan," ujar Owner Dame Ulos itu, kepada IDN Times, Selasa (31/8/2021).  

Baca Juga: Pak Wali Kota, Tolong Jangan Gusur Lapangan Bola Anak-anak Kami

1. Melestarikan kain ulos dengan membeli langsung dari penenun lokal

Instagram/@renny_manurung

Ia juga menyarankan, untuk melestarikan kain ulos bisa dengan membeli langsung dari penenun lokal. "Tolong kalau untuk membeli itu kain tradisional dan dihargai, karena penenun itu adalah lebih-lebih dari seorang pembuat karya yang luar biasa, supaya sejahtera," tambahnya.

Menurut Renny, kain Ulos bukan hanya sekadar fashion, tapi sebagai kain tradisi. Lebih dari itu, ulos mengandung simbol identitas suku Batak. Oleh karenanya, ia ingin merawat budaya dengan rasa cinta pada filosofinya. 

"Yang ingin saya sampaikan sebenarnya bukan hanya menarik minat untuk membeli tapi membeli dengan arti untuk melestarikan. Supaya regenerasi untuk pecinta kain ulos itu tetap ada. Dan memang kalau bisa, kita tetaplah memberikan hati untuk mencintai kain tradisional," ucapnya.

"Mencintai artinya, harus paham arti filosofinya dan menerangkan ke generasi ke depan. Itu yang paling utama," sambung Renny. 

2. Dalam perjalanan mengenal ulos, Renny bertemu seorang Antropolog dari Belanda bernama Sandra Niessen

Instagram/@renny_manurung

Renny bercerita dirinya memang sudah mengenal ulos sejak kecil dari ibunya. Namun, tak pernah terpikirkan untuk menjadikan sebuah bisnis. Hingga pada akhirnya, saat menjadi mahasiswa ia mulai menjajakan ulos dari rumah ke rumah.

Hal itu dilakukan hanya untuk kebutuhan sehari-hari. Renny belum serius mengenal ulos kala itu. Namun ia terus belajar dan mencoba peruntungan lewat media sosial Facebook. 

Hingga pada suatu ketika, dalam perjalanan mengenal ulos, ia bertemu seorang Antropolog dari Belanda bernama Sandra Niessen, yang mendedikasikan hidupnya untuk meneliti ulos selama puluhan tahun. 

"Jadi untuk mengenal ulos itu sudah ada sejak kecil.  Namun untuk menjadikannya sebuah usaha itu sejak duduk di bangku kuliah. Saat itu kiriman orang tua tersendat, kemudian berpikir untuk jual ulos rumah ke rumah, sembari mengajar menjadi guru musik di salah satu sekolah swasta di Medan," tutur Renny. 

"Kemudian dalam perjalanan mengenal ulos. Saya mengenal Sandra, darinya saya belajar  mengenal ulos dan sejarahnya lebih luas. Sandra menjadi penyemangat saya mengenal ulos dan budaya ini," tambahnya.

3. Proses mengenal ulos tradisional secara mendalam membuat Renny haus akan informasi leluhur

Instagram/@renny_manurung

Proses mengenal ulos tradisional secara mendalam membuat Renny haus akan informasi leluhur. Hal itu pula yang ternyata menjadikan Renny memiliki kualitas dan ciri khas, hingga dirinya semakin dikenal lebih luas. Renny belajar mencari motif lama dan menjadikan sebuah kain ulos yang harganya lebih mahal. Kemudian, sejak bergabung di komunitas meet the makers pada 2018, ia kini memiliki klien dari mancanegara. 

"Tahun 2020, saya ke India, saya ambil satu minggu acara itu. Tapi secara keseluruhan, acara itu berlangsung selama dua minggu. Acara itu saya dapat dari komunitas, MTM, meet the makers, di mana komunitas itu adalah kumpulan dari pengrajin dan pemilik yang memiliki kualitas yang berbeda. Di dalamnya saya banyak ketemu klien dari mancanegara," kata Renny.

4. Renny: Penenun dengan alat tenun tradisional lebih baik ekonominya

IDN Times/Masdalena Napitupulu

Saat ini, kain ulos juga banyak diproduksi di pabrik. Menanggapi hal itu, Renny menyebutkan kualitas maupun kuantitas kain ulos hasil pabrik sangat jauh berbeda dengan kain hasil tenunan.

"Kain pabrikan bisa menghasilkan puluhan kain ulos per hari. Tapi kalau tenunan satu kain hanya bisa diselesaikan satu kain dalam sebulan. Harga juga bisa jauh lebih mahal dan berkali kali lipat. Kalau tenun dihargai dengan jutaan rupiah, berbeda dengan kain ulos pabrikan yang per ulos dihargai dengan ratusan ribu," jelasnya.

"Namun, bukan dari segi harga, tapi juga kesejahteraan penenun. Penenun dengan alat tenun tradisional lebih baik ekonominya dari pabrikan," sambung Owner Dame Ulos itu. 

Berita Terkini Lainnya