BSI New Normal, Upaya Kecil Sulap Sampah Jadi Cuan

Ada dampak ekonomi yang cukup menjanjikan

Medan, IDN Times – Sampah masih menjadi polemik yang besar di Kota Medan. Sebagai ibukota Sumatra Utara, penanganan sampah di Kota Medan masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi siapapun yang memimpinnya.

Pada 2019 lalu, Kemeneterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat sejumlah kota terkotor lantaran mendapat nilai rendah saat penilaian program Adipura 2017-2018. Medan masuk kategori terkotor atau mendapat nilai yang rendah bersama Bandar Lampung, Manado, Sorong hingga Palu.

Penanganan sampah di Kota Medan masih berkutat pada pengelolaannya. Selama ini, sampah terbuang sebagian besar ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Lainnya, berserakan di jalan, menyumbat drainase dan dibiarkan. Tonasenya, mencapai 2000 ton per hari. Hampir 60 persennya adalah sampah yang dihasilkan dari rumah tangga.

Selain kebijkan pemerintah, kesadaran masyarakat akan pengelolaan sampah masih minim. Perlu upaya ekstra dan jangka waktu panjang untuk membangkitkan kesadaran akan dampak sampah.

Bank Sampah Induk (BSI) New Normal Kota Medan menjadi salah satu kelompok mandiri masyarakat yang berfokus pada pengelolaan sampah. Bagi BSI New Normal sampah tidak sekedar barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi. Lebih dari itu sampah memiliki nilai ekonomi.

Saat ini BSI New Normal sudah memiliki banyak nasabah dari sejumlah kecamatan di Kota Medan. Untuk memperkuat solidaritas nasabah, mereka juga menggelar even apresiasi tahunan terhadap nasabah. Para nasabah terbaik diberikan penghargaan dengan kategori tertentu.

“Kita terus menggeber pengelolaan sampah. Memberikan edukasi bagaimana memilah sampah sehingga memiliki nilai ekonomi. Apresiasi terhadap nasabah dilakukan agar menjadi motivasi dan mendongkrak kesadaran masyarakat,” kata Direktur BSI New Normal Yasra Al Fariza, Selasa (24/1/2023).

Di Bank Sampah ini, Yasra bersama yang lainnya terus memberikan edukasi kepada masyarakat. Mulai dari pemilahan sampah, daur ulang sampah, budidaya magot hingga pelatihan membuat produk kerajinan tangan dari sampah.

“Kita terus memberikan edukasi, agar mindset, perilakunya terbentuk. Sehingga tidak perlu lagi ada regulasi. Jadi masyarakat bisa memilah sampah dari rumah. Kalau dipilah dari sumbernya, bisa jadi bahan baku daur ulang,” ungkapnya.

1. Upaya kecil kurangi tonase sampah

BSI New Normal, Upaya Kecil Sulap Sampah Jadi CuanPengelolaan sampah rumah tangga belum maksimal dilakukan pemerintah. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Bagi Yasra, ini adalah upaya kecil masyarakat untuk menjaga lingkungan. Di tengah krisis iklim yang kian mengancam. Terlebih untuk mengurangi tonase sampah yang kian menggunung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Konsep 3R (Reuse, Reduce, Recycle) terus digalakkan. Memang, kata Yasra, untuk menyadarkan masyarakat prosesnya gampang-gampang susah. Apalagi harus merubah pola perilaku yang sudah tertanam bertahun-tahun dalam menyikapi sampah.

Yasra memberi kritik pada pengelolaan sampah di Kota Medan. Saat ini pemerintah terus mewacanakan soal implementasi Praturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jaktranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Dalam Perpres tersebut, Pemerintah menetapkan target pengelolaan sampah yang ingin dicapai adalah 100 persen sampah terkelola dengan baik dan benar pada 2025. Target ini diukur melalui pengurangan sampah sebesar 30 persen dan penanganan sampah sebesar 70 persen.

Pengurangan sampah 30 persen ini sejatinya bisa dilakukan jika ada pengelolaan yang baik. Namun, proses penyadartahuan kepada masyarakat justru masih minim.

“Sebenarnya kolaborasi ini yang harus betul-betul dikaji ulang. Jika sampah ini dikelola dengan baik, maka akan menjadi sumber matapencaharian baru,” katanya.

2. Formulasi penanganan dan pengelolaan sampah harus dikaji ulang, masyarakat harus terlibat

BSI New Normal, Upaya Kecil Sulap Sampah Jadi CuanBotol bekas menjadi penyumbang sampah yang cukup besar. Namun jika didaur ulang bisa memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Yasra mendorong pemerintah agar melakukan formulasi ulang tentang penanganan dan pengelolaan sampah di Kota Medan. Sanksi berupa denda hingga pidana, dinilai kurang efektif untuk membangun kesadaran masyarakat.

Sanksi, kata Yasra bisa dilakukan dari sisi administrastif. Misalnya, mendorong masyarakat menjadi nasabah bank sampah agar tergerak mengelola sampah rumah tangganya. Ketika tidak dilakukan, bisa dikenakan sanksi ketika masyarakat hendak melakukan pengurusan administrasi kependudukan.

Namun, pemberlakuan ini harus dibarengi dengan keseriusan pemerintah. Jangan sampai, masyarakat yang sudah melakukan pemilahan, ketika diserahkan kepada petugas sampah tersebut malah disatukan kembali.

Baca Juga: Kadis DLH Tapteng Dukung Pendirian Bank Sampah Yamantab

3. Pengelolaan sampah berpotensi besar jadi sumber ekonomi baru

BSI New Normal, Upaya Kecil Sulap Sampah Jadi CuanDirektur BSI New Normal Yasra Al Fariza (Kiri) menunjukkan hasil daur ulang sampah dari para perajin kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan Suryadi Panjaitan, Selasa (24/1/2023). (Mirza Baihaqie for IDN Times))

Jika digalang dengan serius, pengelolaan sampah bukan pepesan kosong belaka. Kata Yasra, pengelolaan sampah yang baik akan memberi dampak ekonomi kepada masyarakat.

“Jika sampah ini dikelola dengan baik, maka akan menjadi sumber matapencaharian baru,” imbuhnya.

Dia membuktikan, dalam setahun misalnya, BSI New Normal mengelola dana hingga Rp100 juta dari sampah.

“Saat ini bank sampah new normal tidak menjadikan masyarakat sebagai objek. Tapi kita menganggap masyarakat sebagai mitra. Harga sampah yang kami ambil dari nasabah lebih tinggi dari pengepul barang bekas (botot). Kita ingin melakukan proses penyadartahuan kepada masyrakat. Misalnya dengan satu kolgram sampah mereka, sudah bisa dapat Rp6 ribu,” katanya.

Saat ini program BSI New Normal menyasar empat kecamatan di Kota Medan. Mulai dari Kecamatan Medan Tuntungan, Medan Selayang, Medan Baru dan Medan Sunggal. Dari empat kecamatan ini, tonase sampah yang dikumpulkan cukup besar.

“Produk turunan dari sampah ini sebenarnya menjanjikan. Karena seperti sampah plastik, ada yang tidak diterima oleh pabrik. Sehingga harus dikelola. Ini butuh perhatian khusus. Kami membuat karya produk turunan dari situ,” imbuhnya.

4. 10 persen hasil pengelolaan sampah disisihkan untuk konservasi

BSI New Normal, Upaya Kecil Sulap Sampah Jadi CuanSejumlah remaja berfoto di depan terowongan yang terbuat dari botol bekas karya BSI New Normal, Selasa (25/1/2023). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Sampai saat ini, ada 16 bank sampah yang didampingi di sejumlah daerah. Di Kabupaten Batubara, bank sampah mulai membuat ecopaving memanfaatkan peleburan sampah berbahan plastik. Di Kota Medan, kelompok ibu-ibu mulai tergerak membuat kerajinan tangan dari sampah.

“Kami mencoba merangkul semua produksi, kelompok daur ulang sampah. Bagaimana produk mereka bisa dijual di tempat lain. Sehingga mereka bisa berpenghasilan di situ,” ungkapnya.

Hasil-hasil produksi kerajinan tangan terus dipromosikan. Namun syaratnya, harus memenuhi standar kualitas. Sehingga bisa layak jual.

Dalam gerakannya, BSI New Normal menyisihkan 10 persen untuk kegiatan konservasi. Misalnya untuk penghijauan dan lainnya. “Kita upayakan semua pihak menjadi mitra. Sehingga gerakannya semakin kuat,” ungkapnya.

Selama ini BSI New Normal bergerak secara mandiri. Mereka juga menggaet pihak perusahaan swasta melalui program tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) untuk membantu program-program yang mereka lakukan.

5. Tren penggunaan produk daur ulang harus dicontohkan pemerintah

BSI New Normal, Upaya Kecil Sulap Sampah Jadi CuanAinun Saniah dengan karya daur ulang yang diproduksinya. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Tren penggunaan produk daur ulang belum begitu masif. Kata Yasra ini menjadi satu tantangan untuk memasarkan produk daur ulang yang dihasilkan.

Yasra mendorong, tren ini harusnya bisa dimulai dari pemerintah. Sehingga menjadi contoh bagi masyarakat.

Bisa dimulai dari kegiatan pemerintah yang menggunakan berbagai produk daur ulang. Apakah cenderamata atau produk lainnya yang bernilai guna. Jika ini bisa dilakukan, para perajin juga akan semakin semangat untuk meningkatkan kualitasnya. Karena dia bisa merasakan dampak langsung dari karyanya sendiri.

“Pemerintah harus campur tangan. Bukan hanya melihat dan mengatakan produk ini bagus, ini cantik. Misalnya, kenapa tidak menggunakan produk ini ntuk gift?. Malah sering membeli sampah lagi,” ujarnya.

Ainun Saniah, menjadi salah satu  perajin yang sudah merasakan dampak ekonomi dari mendaur ulang sampah. Sejak 2007, dia sudah bergelut menjadi perajin. Tergerak ketika melihat banyak sampah yang berserakan. Dia belajar secara otodidak. Saat ini, dia juga berbagi ilmunya kepada orang yang mau belajar secara gratis.

“Di TPA Terjun itu sampah sudah menggunung. Kalau gak kita sama – sama menangani ini, siapa lagi coba? Kan sampah ini punya kita sama-sama. Banjir, air tersumbat, botol-botol itu berserakan. Jadi saya manfaatkan,” kata perempuan warga Belawan itu.

Dari pengelolaan sampah, Ainun sudah merasakan hasilnya. Dia bisa menguliahkan anaknya hingga lulus. Bahkan dia sudah menunaikan ibadah umroh dan haji hingga bisa memiliki mobil dari karya-karyanya.

“Kuncinya istiqamah. Sampah ini membawa berkah buat saya. Kalau kita tekuni semua bisa,” ungkapnya.

Terkait pengelolaan sampah, Pemko Medan mengakui pihaknya masih melakukan berbagai upaya. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan Suryadi Panjaitan berharap, keterlibatan pihak ketiga bisa dimaksimalkan untuk membantu pengelolaan sampah.

“Ini kan memang belum begitu banyak tapi sudah mulai tumbuh dari kesadaran pihak ketiga. Kita akan terus memacu ini,” ujarnya.

Baca Juga: Bank Sampah Yamantab, Upaya Kecil Menjaga Lingkungan di Tapteng

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya