Kasus DBD Tinggi di Sumut, Jangan Lengah di Fase Kritis

Jika tidak ditangani serius, bisa berakibat fatal

Medan, IDN Times – Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) terbilang tinggi di Indonesia beberapa waktu terakhir. Data dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) sampai Minggu ke 36, jumlah kumulatif kasus konfirmasi DBD dari Januari 2022 dilaporkan sebanyak 87.501 kasus (IR 31,38/100.000 penduduk) dan 816 kematian (CFR 0,93%).

Kasus terbanyak terjadi pada golongan usia 14-44 tahun sebanyak 38,9 persen. Kemudian 5-14 tahun 35,6 persen.

Kasus ini terus meningkat. Salah satu pemicunya adalah perubahan musim dari kemarau menuju musim penghujan.

Di Sumatra Utara, angka kasusnya juga tinggi. Dinas Kesehatan Sumatra Utara mencatat angka kasus DBD mencapai 5.270 kasus mulai Januari 2022 hingga September 2022. Dari total kasus, ada 24 orang yang meninggal dunia. Data Dinkes Sumut mencatat, kasus kematian karena DBD tertinggi terjadi pada 2019 dalam tiga tahun terakhir. Pada  tahun itu, ada 7.731 kasus dengan korban meninggal 39 orang. Kemudian pada angka kasus menurun menjadi 3.191 kasus dengan korban meninggal 12 orang. Kemudian, di tahun 2021 mencapai 2.922 kasus, meninggal 14 orang.

Kasus yang terjadi membuat kita harus lebih mewaspadai penyakit yang satu ini. Dalam DBD dikenal dengan siklus grafik membentuk pelana kuda. Terkadang, masyarakat abai dengan fase-fase yang terjadi saat DBD. Termasuk fase kritis, di mana kondisi penderita seakan baik-baik saja. Meskipun ternyata, kondisi ini adalah fase kritis. Pada fase ini bisa berakibat fatal jika tidak mendapat penanganan tepat.

Simak ulasan IDN Times tentang fase-fase penderita DBD.

1. Fase Deman, trombosit akan turun drastis

Kasus DBD Tinggi di Sumut, Jangan Lengah di Fase Kritisilustrasi trombosit (hopkinsmedicine.org)

Dilansir dari laman Halodoc, fase pertama demam berdarah ditandai dengan gejala demam tinggi. Suhu tubuh bisa mencapai 40 derajat celcius selama 2-7 hari. Gejala lainnya yang akan muncul pada fase ini adalah, nyeri otot, sendi dan tulang, sakit kepala, sakit tenggorokan, mual, serta muncul bintik-bintik merah di kulit.

Dalam fase ini, jumlah trombosit akan menurun drastis hingga kurang dari 100.000/mikroliter darah. Sehingga perlu perawatan untuk menjaga kadar trombosit.

Yang lebih dikhawatirkan adalah, demam berdarah bisa menjadi parah pada akhir fase demam. Ditandai dengan gejala berupa muntah terus-menerus, sakit perut yang parah, akumulasi cairan, kesulitan bernapas, lesu atau gelisah, serta pembesaran hati. Kondisi ini merupakan kondisi gawat yang perlu mendapatkan penanganan medis darurat.

Baca Juga: Perbedaan Gagal Ginjal Akut dan Penyakit Ginjal Kronis

2. Fase kritis, sering dianggap sudah sembuh dan diabaikan

Kasus DBD Tinggi di Sumut, Jangan Lengah di Fase KritisIlustrasi (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)

Fase kritis ini yang justru sering diabaikan masyarakat awam. Karena pada fase ini, demam akan berangsur turun. Bahkan, sampai pada suhu normal. Terkadang, saat ini terjadi, penderita justru sering dianggap sudah sembuh. Padahal penurunan suhu tubuh bukanlah pertanda kesembuhan.

Justru sebaliknya. Fase ini paling berbahaya dan mengancam nyawa. Fase kritis adalah masa di mana pembuluh darah mengalami kebocoran plasma darah yang efeknya menimbulkan tanda-tanda perdarahan pada kulit dan organ lainnya, misalnya mimisan, perdarahan saluran cerna. Hal inilah yang sebenarnya mengakibatkan suhu tubuh menurun. Keluarnya bintik-bintik merah adalah salah satu gejala khas pada fase kritis.

Fase kriti biasa dimulai antara rentang 3-7 hari setelah periode demam dan berlangsung 24-48 jam. Cairan tubuh harus dipantau secara hati-hati pada tahap ini untuk memastikan tidak ada kekurangan atau kelebihan. Dalam kondisi penderita  berisiko mengalami syok, penurunan tekanan darah secara tiba-tiba, dan pendarahan yang bisa berakibat fatal jika tidak segera ditangani.

3. Fase pemulihan, menjaga cairan tubuh jadi kunci

Kasus DBD Tinggi di Sumut, Jangan Lengah di Fase KritisIlustrasi fogging. ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani

Fase pemulihan dimulai 48–72 jam setelah fase kritis. Di fase ini, kondisi pengidap akan membaik dan status hemodinamik (aliran darah dalam sistem peredaran tubuh) juga stabil.

Cairan yang keluar dari pembuluh darah pun juga akan kembali masuk ke dalam pembuluh darah. Itulah mengapa menjaga cairan tubuh pengidap agar tidak berlebihan sangat penting. Ini karena, cairan yang berlebih dalam pembuluh darah dapat mengakibatkan gagal jantung dan edema paru yang dapat berujung pada kematian.

Dalam fase pemulihan, kadar trombosit pengidap juga akan meningkat cepat hingga mencapai 150.000/mikroliter darah, tetapi kemudian akan kembali ke kadar normal.

Baca Juga: Instruksi Gubernur Edy, Anak Gangguan Ginjal Akut Dievakuasi ke Medan 

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya