Kota Medan Belum Terapkan ST-III, Bagaimana Nasib ODHA?

Selama ini dikerjakan LSM tanpa dana pemerintah

Medan, IDN Times - Situasi terkini HIV di Medan sejak 2006 hingga Mei 2022 secara kumulatif data yang tercatat 8.264 kasus (HIV 6.065), dengan faktor risiko terbanyak adalah heteroseksual. Data ini akan terus bertambah dengan seiring waktu seperti pola bola salju yang terus bergulir dan meluas.

Namun, sangat disayangkan hingga saat ini peran Pemerintah tentang isu HIV/AIDS untuk peduli masih sangat miris. Hal ini terbukti belum diterapkan pengadaan Swakelola Tipe III, yang harusnya dikelola dari organisasi nirlaba non-pemerintah yang selama ini bekerja untuk isu ini.

Untuk diketahui, Swakelola Tipe III adalah salah satu skema pengadaan barang/jasa (PBJ) pemerintah yang mulai diberlakukan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Cara pengadaan ini memungkinkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan barang/jasanya melalui Ormas dengan pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

1. Pemerintah daerah selalu andalkan Perwal ST-IV sehingga menjadi salah satu tantangan untuk menjalankan ST-III

Kota Medan Belum Terapkan ST-III, Bagaimana Nasib ODHA?Ilustrasi Hari AIDS Dunia (IDN Times/Mardya Shakti)

Technical Officer Indonesia AIDS  Coalition (IAC) Kota Medan, Ratih Ayu menjelaskan bahwa ST III itu dikerjakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dibidang HIV/AIDS yang memang tidak bisa dikerjakan oleh para Operasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kota Medan.

“Karena memang tidak ada tertariklah mereka untuk mengerjakannya tapi itu sangat bermanfaat. Contoh seperti menjangkau atau pendampingan HIV/AIDS. Itu selama ini dikerjakan oleh LSM. Saat ini kan masih ada dana dari founding. Harapannya ini masuk dalam anggaran Pemerintah, di Dinas Kesehatan,” jelasnya pada IDN Times.

Selama ini, dana yang dikerjakan oleh LSM untuk melakukan penjangkauan dan pendampingan HIV/AIDS berasal dari donatur (founding) tanpa melibatkan Pemerintah.

Ratih menilai bahwa, salah satu tantangan Pemerintah Daerah belum menjalankan mekanisme swakelola tipe III ini, karena adanya  Perwal terkait dengan penggunaan Dana Kelurahan atau Dana Desa melalui mekanisme Swakelola Tipe IV atau dana hibah.

Padahal jika Pemerintah Daerah tidak diterapkan nya ST-III ini, maka kita tidak tahu bagaimana nasib para Orang Dengan HIV/Aids kedepannya, karena tidak semua kebutuhan penanganan dan penanggulangan HIV dan AIDS ini tercantum di anggaran Dinas Kesehatan, dan Non Dinas Kesehatan juga memiliki peran yang sangat penting.

Praktik baik, lanjut Ratih Swakelola Tipe III sudah dilaksanakan di Kediri, dan akan menyusul lagi Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Sehingga diharapkan bisa menjadi contoh Pemerintah Daerah untuk di Kota Medan.

Baca Juga: 5 Tips Istirahat Sejenak dari Media Sosial, Baik untuk Kesehatan 

2. Pemerintah tak memprioritaskan isu HIV/AIDS, padahal semakin tahun semakin meningkat angkanya

Kota Medan Belum Terapkan ST-III, Bagaimana Nasib ODHA?Ilustrasi Logo AIDS (IDN Times/Mardya Shakti)

ST-III ini merupakan Perpres secara nasional, dan untuk daerah khususnya Kota Medan ada Perwal sendiri terkait penggunaan dana Kelurahan atau Desa dan mekanismenya wajib hibah yakni ST-IV.

“Kalau mau dijalankan Perpres ST-III itu berarti harus gugur dulu Perwalnya,” tegasnya.

Diketahui Perwal Kota Medan nomor 44 tahun 2021, tentang penjabaran dan petunjuk teknis pelaksanaan kewenangan Camat dalam rangka pelaksanaan kegiatan pembangunan sarana dan prasarana kelurahan dan pemberdayaan masyarakat di kelurahan.

Ratih mengatakan bahwa, di Kota Medan selama ini sudah ada melibatkan LSM dengan menerapkan Swakelola Tipe-I. Contohnya, Dinas melibatkan LSM sebagai Narasumber hanya dibayar sebagai honor atau moderator bukan kegiatan itu dikelola sama LSM.

“Makanya, sampai sekarang beratnya disitu. Tambah lagi, perhatian Pemerintah belum memprioritaskan atau menganggap isu HIV/AIDS itu penting. Padahal kasusnya semakin tahun semakin meningkat angkanya tapi tidak ada perhatian,” kata Ratih.

“Untuk Isu HIV ini sudah sering kita undang OPD, stakeholder dan masyarakat. Maunya memang ada kolaborasi selain ke masyarakat mungkin kemitraan dan ini memang seharusnya dijadikan suatu kegiatan yang penting karena rembetan dengan isu HIV ini banyak, mulai dari isu kesehatan reproduksi, Stunting, ibu hamil itu kan juga terkait sampai sekarang ada di giatkan di programnya seperti BKKBN yang ingin membuat kampung KB. Jangan hanya disabilitas, cancer tapi lirik juga anak dengan Hiv/Aids sehingga diangkat menjadi suatu isu yang perlu dikaji,” tambahnya.

3. Diharapkan setiap Dinas di lingkungan Pemko Medan dapat mensosialisasikan dan membantu ODHA

Kota Medan Belum Terapkan ST-III, Bagaimana Nasib ODHA?Ilustrasi Logo AIDS (IDN Times/Mardya Shakti)

Selain itu, Ratih juga menilai bahwa hanya segelintir saja di Kelurahan hingga Kecamatan yang menganggap isu ini penting. Sehingga dalam musrenbang yang baru berlalu, mengajukan program terkait HIV/Penyakit menular di program 2024.

“Bisa juga dengan mengaktifkan kembali warga peduli Aids dulu ada WPA (Warga Peduli Aids)di kecamatan, dan dikolaborasikan dengan kegiatan ibu PKK,” jelasnya.

WPA itu tugasnya menyosialisasikan hingga membawa ke layanan Kesehatan jika ada masyarakat yang tersuspect HIV AIDS. Tujuannya bagaimana agar masyarakat ini paham dan jika sudah paham stigma dan diskriminasi itu pelan-pelan bisa hilang.

“Sekarang dibilang ada kasus saja mereka ketakutan, apalagi ibaratnya memang benar warga yang tidak pernah terpapar isu ini sama sekali. Seharusnya WPA ini ada di semua Kecamatan karena itu ada Perwalnya salah satunya adalah pembentukan WPA di setiap Kecamatan,” tuturnya.

Ratih berharap ST-III dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Medan, terkhusus di setiap Dinas yang dapat membantu. Seperti contoh Dinas Pendidikan dapat berperan untuk mensosialisasikan tentang bahayanya narkoba, dan HIV/AIDS kepada pelajar melalui program eks-kurikuler.

“Harusnya anak remaja diberi banyak kegiatan positif, guna mengurangi faktor tesiko untuk perilaku yang berisiko tinggi,” harapnya.

“Sebenarnya kalau mereka (Pemko Medan) merasa ini menjadi kesadaran dan penting. Maka akan berpikir untuk tidak menambah jumlah yang tertular, mengurangi stigma dan diskriminasi atau mungkin memang yang sudah ada terinfeksi tapi selama ini tertutup karena takut membuka status maka ini menjadi salah satu hal yang penting,” pungkas Ratih.

Baca Juga: Peringatan Hari AIDS Dunia, Ini 5 Fakta Berkaitan dengan HIV/AIDS

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya