Bertahan di Tengah Badai Pandemik dengan Kuliner Shawarma Sultan

Perkenalkan citarasa asli Arab pada warga Medan

MEDAN, IDN Times - Lahir dan besar di Arab Saudi, namun karena situasi politik, membawa Ahmad dan keluarga terbang ke Kota Medan, Indonesia.

Awalnya mencoba memulai bisnis kuliner Arabian Cafe, tetapi gagal. Lalu beralih ke bisnis Shawarma Sultan. Tak dinyana, kuliner mirip kebab dengan citarasa dan rempah asli Arab berhasil memikat lidah warga Kota Medan. Setiap hari puluhan driver GoFood antre membeli di Shawarma Sultan.

Bahkan kini Shawarma Sultan sudah memiliki cabang di Jalan Sisingamangaraja Medan.

Yuk simak perjuangan Ahmad merintis bisnis kuliner Shawarma Sultan di Kota Medan.

Bertahan di Tengah Badai Pandemik dengan Kuliner Shawarma SultanShawarma Sultan Jalan Setiabudi Medan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Ahmad adalah anak keempat dari lima bersaudara. Mereka berlima lahir dan tumbuh besar di Arab Saudi, buah perkawinan ayah asal Yaman dan ibu asal Tebing Tinggi, Sumatera Utara.

Situasi politik yang tidak menentu dan tingginya pajak bagi pendatang di Arab Saudi, memaksa mereka keluar dari negara tersebut dan hidup berpencar. Ayah mereka kembali ke Yaman.

Anak kedua pasangan ini tetap bertahan di Arab karena sudah menikah dengan pria setempat. Sedangkan ibu, si Sulung bernama Lumah, Ahmad, dan dua saudara perempuannya pindah ke Kota Medan pada 2018. Di Kota Medan mereka memiliki beberapa saudara. 

Untuk bertahan hidup, ibu dan empat anaknya ini membangun bisnis kuliner Arab di Jalan Karya Wisata Medan dengan nama Arabian Cafe. Berbagai menu kuliner khas Arab mereka sajikan. Namun kurang berkembang. Terlebih memasuki masa pandemik, penghasilan terjun bebas. Arabian Cafe gulung tikar.

Bertahan di Tengah Badai Pandemik dengan Kuliner Shawarma SultanShawarma Sultan Jalan Setiabudi Medan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Dari kegagalan ini, Ahmad dan Lumah mulai mengevaluasi bisnisnya. Didorong situasi pandemi COVID-19, akhir menginspirasi mereka membuka bisnis kaki lima tanpa dine-in atau makan di tempat. Mereka memilih menjual kuliner Shawarma, makanan mirip kebab Turki, di kawasan Jalan Setiabudi Medan.

Bermodal menyewa lapak bulanan di depan ruko, Ahmad dan Lumah memulai bisnis dengan nama Shawarma Sultan. Selain itu, juga mengandalkan bermitra dengan GoFood, karena Shawarma Sultan hanya bisa take away, tidak bisa makan di tempat.

"Kita lihat di Medan hanya ada kebab, jadi kita ingin memperkenalkan kuliner lain khas Arab yang bernama Shawarma. Memang mirip kebab, tapi kebab tidak pakai rempah dan dagingnya dibakar sedikit-sedikit. Kalau Shawarma dagingnya dibakar dalam jumlah besar," jelas Lumah.

Sebulan setelah launching pertengahan 2020, Shawarma Sultan berhasil mendaftar dan menjadi mitra GoFood.

Perlahan tapi pasti, semakin hari semakin banyak driver GoFood yang mengantre untuk membeli Shawarma. "Bahkan saat puasa, jam 4 sore sudah ramai yang antre. Masyarakat antusias dan penasaran dengan Shawarma Sultan," ungkapnya.

Bertahan di Tengah Badai Pandemik dengan Kuliner Shawarma SultanShawarma Sultan Jalan Setiabudi Medan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Bahkan selama PPKM Level IV dengan begitu banyak pembatasan, Shawarma Sultan makin digandrungi. Pelanggan makin ramai untuk membeli take away.

Faktor pendukungnya, banyak bisnis kuliner lain yang tutup dan warga Medan kesulitan mencari jajanan malam hari. Ditambah lagi harga Shawarma Sultan juga terjangkau, mulai Rp9 ribu hingga Rp20 ribu.

"Selama PPKM kita tetap buka dengan menerapkan protokol kesehatan. Di minta tutup jam 8 malam, kita tutup jam 8 malam. Pelanggan udah antre dari sore," jelas pria 22 tahun ini.

Kini Shawarma Sultan menghabiskan 50 kilogram daging sapi dengan pelanggan yang antre sekitar 130 orang per hari.

Kesuksesan Ahmad dan Lumah memperkenalkan kuliner Arab pada warga Medan tak berhenti di sini. Mereka membuka cabang Shawarma Sultan di Jalan Sisingamangaraja Medan, tepatnya depan kampus UISU. Di cabang ini menghabiskan sekitar 20-25 kilogram daging sapi per hari.

Ahmad menjadi kapten di Shawarma Sultan Setiabudi, sedangkan Lumah menjadi kapten di Shawarma Sultan SM Raja. Sehingga citarasa Arab yang mereka tawarkan tetap terjaga.

Lumah mengatakan keberadaan Shawarma Sultan mudah diterima warga Medan karena belum pernah ada jajanan shawarma, dan mereka adalah yang pertama. Racikan rempah khusus khas Arab juga menjadi pembeda dan sulit ditiru para pedagang lain.ha

“Alasan yang ketiga , harga shawarma juga terjangkau. Banyak jajanan enak di Medan tapi harganya tidak terjangkau. Jadi prinsipnya kami ingin memberikan jajanan baru di Medan dengan citarasa khas dan harga terjangkau,” kata pria 30 tahun ini.  

Hasilnya, Ahmad dan Lumah yang awalnya mencoba survive dengan bisnis ini untuk menghidupi keluarga, kini sudah menghidupi banyak orang. Karyawan terus bertambah.

"Awalnya kami hanya kerja berdua (bersama Lumah), sekarang di Setiabudi sudah ada enam karyawan, di UISU juga enam karyawan," jelasnya.

Baca Juga: Gak Perlu Pakai Mixer, Resep Arabian Donut yang Lagi Viral  

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya