Socialpreneur ala Hanna Keraf: Live In di Daerah Sangat Penting

Kaum muda harus peka dengan sekelilingnya

Medan, IDN Times- Dialah Hanna Keraf. Perempuan berdarah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang kini sukses dengan kewirausahaan sosialnya. Istilah kewirausahaan sosial atau socialenterpreneur masih begitu asing di Indonesia. Bahkan tidak memiliki rujukan apa – apa. Tapi dengan keberaniannya, Hanna memulainya.

Putri mantan Menteri Lingkungan Hidup Sonny Keraf ini menjadi inisiator kebangkitan tradisi menganyam di Flores Timur, NTT. Bermula dari kegundahannya melihat masalah sosial ekonomi dan angka malnutrisi di NTT, Hanna langsung memikirkan strategi. Bagaimana meningkatkan pendapatan masyarakat dengan kembali menghidupkan kearifan lokal.

Jadilah Du Anyam yang berarti Ibu Menganyam. Hanna memperkenalkan anyaman ke dunia luas. Produknya dimodernisasi sesuai kebutuhan pasar.

Perekonomian para kaum ibu perajin perlahan bertumbuh. “Yang saya mulai ini kewirausahaan sosial. Modalnya dua. Social capital dan Financial Capital,” ujar Hanna membuka obrolan dengan awak media di OPPO Creativepreneur Corner 2023: Powered by BNI di Medan Internasional Convention Centre, Sabtu (4/3/2023).

Hanna berbagi motivasi bagi kaum muda. Bagaimana membangkitkan berbagai kerajinan lokal, menjadi peluang bisnis, sekaligus memecahkan masalah perekonomian yang kerap muncul di daerah.

1. Pentingnya mendapatkan trust jadi modal memulai socialpreneur

Socialpreneur ala Hanna Keraf: Live In di Daerah Sangat PentingSociopreneur Hanna Keraf menjadi pembicara dalam OPPO Creativepreneur Corner 2023: Powered by BNI di Medan Internasional Convention Centre, Sabtu (4/3/2023). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Bukan perkara mulus Hanna bisa sukses hingga kini. Sudah banyak dinamika yang dijalaninya membangun Du Anyam sejak 2014. Melakukan pemberdayaan kaum perempuan di daerah.

Kata Hanna, yang penting dalam membangun socialpreneur adalah mendapatkan kepercayaan masyarakat.

“Modal sosial atau social capital ini paling penting adalah mendapatkan kepercayaan atau trust. Kepercayaan itu justru kekuatannya ada pada teman-teman muda di daerah,” katanya.

Baca Juga: 3 Hal Penting untuk Anak Muda Membangun Bisnis dari Winston Utomo 

2. Live in dengan masyarakat jadi cara mendapatkan trust

Socialpreneur ala Hanna Keraf: Live In di Daerah Sangat PentingDu Anyam telah memberikan dampak positif kepada para perempuan penganyam di NTT. (sumber: duanyam.com)

Menggabungkan sosial dengan bisnis, memang menjadi tantangan. Bagaimana bisa meyakinkan masyarakat bisa bertumbuh dengan alternatif ekonomi, yang selama ini belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat karena tidak memiliki pengetahuan mapan untuk memperkenalkan kearifan lokal.

Hanna bukanlah orang yang pandai menganyam. Namun dia lihai menganyam kata-kata, membangun narasi untuk menghidupkan potensi dari kearifan lokal.

Untuk mendapatkan trust, Hanna lantas kembali ke daerahnya. Meninggalkan Jakarta, tempat selama ini dia tinggal dan mendapatkan pendidikan. Bagi Hanna, live in atau tinggal di daerah menjadi kunci penting membangun socialpreneur.

“Kalau kita ada di daerah, kita bisa lebih kuat mendapat rasa percaya itu dari masyarakat. Jadi bibit bisnis sosial itu memulainya kuat dari daerah,” kata perempuan lulusan Sarjana Bisnis International Universitas Ritsumeikan itu.

Memang Hanna mengakui, sebagai keturunan asli NTT, dia lebih mudah mendapatkan trust itu. Namun, tidak menutup kemungkinan, orang yang berbeda etnis bisa masuk ke dalam komunitas lokal dan membangun kepercayaan itu. Saat ini bahkan Hanna sudah masuk ke lebih dari 192 kabupaten/kota di Indonesia. Membangkitkan kerajinan lokal dan berinovasi menjadikannya produk yang dikenal banyak orang.

3. Hanna terus meyakinkan kaum muda akan potensi kearifan lokal

Socialpreneur ala Hanna Keraf: Live In di Daerah Sangat PentingDu Anyam telah memberikan dampak positif kepada para perempuan penganyam di NTT. (sumber: duanyam.com)

Inisiatif Hanna telah memberikan dampak sosial. Pendapatan perempuan sudah lebih dari 40 persen. Selama menjadi sociopreneur, Hanna denga Du Anyam-nya sudah melatih lebih dari 1400 perempuan. Mereka juga melakukan berbagai kegiatan sosial mulai dari memberikan makanan tambahan gizi, pengadaan kacamata gratis untuk penganyam lansia, beasiswa untuk ratusan anak-anak penganyam hingga mendistribusikan lampu tenaga surya di desa-desa.

Generasi baru penganyam terus bertumbuh. Hanna punya strategi sendiri untuk memberikan pengaruh pada generasi muda penganyam. Dia berkolaborasi dengan brand-brand dan berinovasi produk dalam segmen kaum muda. Sehingga para kaum muda di daerah tidak malu menjadi penganyam.

“Awal banget kita mulai 2014 dibawah lima persen (generasi muda penganyam). Selebihnya di umur 40 tahun ke atas. Kalau sekarang usia 20–35 sudah bisa 20 persen dari perajin kita sendiri,” katanya.

Hanna juga berbagi tips untuk millennial yang ingin meniru jejaknya sebagai sociopreneur. Kaum muda harus peka dengan masalah di sekelilingnya dan mencari solusi berkelanjutan.

“Jangan muluk  muluk. Dan kita bisa bantu maslaha ini dengan pendekatan bisnis, langsung di daerah kita berada. Indonesia termasuk Medan punya kerajinan khas. Yang penting kita melihat bahan baku, perajinnya ada. Lalu kita bungkus dengan strategi bisnis dengan story telling. Kita angkat ceritanya. Itu yang menjadi identitas, agar bisa bersaing dengan bisnis lain,” pungkasnya.

Baca Juga: Mau Jadi Entrepreneur? Pahami Lebih Dulu Pengertiannya Menurut Ahli

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya